Ringkasan
Filsafat Tentang Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Pengarang :Prawitra Thaalib
BAB 1
KENYATAAN DAN PERISTIWA HUKUM
A. Kenyataan sebagai Suatu Peristiwa
Pada hakikatnya, kenyataan atau reality dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan hal nyata atau real, yang dapat berarti sesuatu yang berhubungan dengan hal tertentu, aktual, murni dan benar. Jadi dilihat dari unsur-unsurnya maka suatu kenyataan haruslah berhubungan dengan suatu hal yang aktual, murni dan benar-benar terjadi.
Selanjutnya, peristiwa dapat diistilahkan sebagai even, kejadian atau fenomena. Kenyataan tersebut haruslah berupa suatu even, kejadian, atau peristiwa yang aktual, murni, dan benar-benar terjadi. Dalam suatu kenyataan dapat terjadi perubahan-perubahan mendasar yang dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas dari peristiwa tersebut sebagai suatu kenyataan yang pada akhirnya akan bermuara pada suatu kebenaran.
Perubahan-perubahan tersebut mencakup esensi, eksistensi dan gejala dari sebuah peristiwa, yang mana perubahan dari suatu peristiwa amatlah dipengaruhi oleh olah pikir dari setiap pelaku dalam peristiwa tersebut.
(Kenyataan sebagai Suatu Peristiwa Hal 1 – 6)
B. Kenyataan dalam Peristiwa Hukum
Setelah membahas mengenai kenyataan dalam suatu peristiwa, dapat ditemukan benang merah bahwa hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan olah pikir dari setiap pihak atau pelaku yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa tidak selamanya peristiwa tersebut menghasilkan perubahan. Suatu peristiwa dapat saja menghasilkan sesuatu yang bergejolak, namun hanya menghasilkan gejolak, tanpa menghasilkan perubahan. Sebaliknya, ada suatu peristiwa yang tidak menimbulkan gejolak namun secara tidak langsung telah menghasilkan perubahan yang signifikan.
Perlu diingat bahwa perubahan tersebut dapat terjadi atau tidak terjadi, bergantung pada olah pikir pihak yang menang, apakah pihak yang menginginkan perubahan tersebut atau pihak yang tidak nrenginginkan perubahan itu untuk terjadi.
Terhadap kenyataan dalam peristiwa hukum maka dapat dilihat dari peristiwa berikut, yaitu kejadian yang terjadi diakibatkan oleh kesalahan pola pikir manusia dalam kegiatan perdagangan internasional.
Hal tersebut diawali dengan kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang menetapkan proteksronisme terhadap produk-produk domestiknya melalui Hawley Smoot Tariff Act of 1930, yang selanjutnya diikuti oleh lnggris. Jengan terjadinya depresi besar pada tahun 1930-an tersebut terbukti bahwa kebijakan ini sama sekali keliru.
Dalam penandatanganan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) pada bulan Agustus 1941 (dua tahun setelah penyerbuan Hitler ke Polandia), selain menggarisbawahi semnganat kebebasan dan kemerdekaan, piagam ini juga bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan yang berdasarkan pada prinsip nondiskriminasi dan kebebasan tukar-menukar barang dan jasa antara negara yang satu dengan yang lain. Setelah negara-negara sekutu memenangkan perang dunia kedua, salah satu upaya untuk memperbaiki infrastruktur ekonomi, perbankan, dan perdagangan, pada tahun 1943, negara-negara tersebut sepakat untuk melakukan perundingan, mengenai penyusunan Piagam Pembentukan United Nations (Perserikatan Bangsa-Ba ngsa), diadakan konferensi di Dumbarton Oaks, di Washington D.C., Amerika Serikat.
Konferensi tentang hubungan perekonomian internasional tersebut baru dilaksanakan di Bretton Woods pada bulan Juli tahun 1944. Konferensi ini bertujuan untuk mempromosikan perdagangan IiberaI dan kerja sama ekonomi multilateraI sehingga pada dasarnya konferensi ini menghasilkan kesepakatan bahwa harus ada tiga organisasi utama internasional, yaitu Bank Dunia (World Bank), lnternational Monatery Fund (IMF), dan lnternational Trade Organisation (lTO). Oleh karena itu, ketiga lembaga tersebut lebih lazim dikenal dengan istilah The Bretton Woods System.
Hal tersebut timbul karena munculnya suatu kesadaran dalam masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral di bidang perbankan Bank Dunia (World Bank), di bidang keuangan lnternational Monatery Fund (lMF), dan di bidang perdagangan, yaitu International Trade Organisation (lTO).
Fungsi dan peranan yang dapat dilakukan oleh tiga lembaga tersebut di antaranya Bank Dunia (World Bank) menangani masalah rekonstruksi pembangunan dan ekonomi, lnternationaI Monatery Fund (IMF) menangani masalah keuangan, dan lnternational Trade Organisation (lTO) menangani urusan perdagangan internasional.
Pembentukan ITO pertama kali diusulkan oleh Amerika Serikat pada tanggal 6 Desember 1944, Hal tersebut bertujuan untuk merealisasikan apa yang telah disepakati dalam The Bretton Woods System.
Sidang komisi tersebut dilakukan dari tanggal 18 Oktober sampai 26 Desember 1945 yang menghasilkan rancangan Piagam London, namun para anggota peserta pertemuan ini gagal mencapai sepakat untuk mengesahkan piagam tersebut.
Hal terpenting yang perlu diingat dari peristiwa tersebut adalah bahwa setiap peristiwa tidak pernah langgeng, antara Peristiwa yang satu dan yang lain.
(Kenyataan dalam Peristiwa Hukum Hal 6-10)
C. Natural Law Dalam Kenyataan
Pandangan terhadap hukum alam ini (Nature law/ius naturale) pernah dikemukakan oleh Cicero yang mengutip pendapat dari Chysippus, yang menjelaskan bahwa hukum merupakan nalar tertinggi yang melekat dengan alam yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dan melarang apa yang tidak harus dilakukan.
Hukum alam (natural law) merupakan hal yang sangat fundamental dalam jurisprudence. Hal ini karena hukum alam merupakan referensi teriinggi yang merujuk pada semua hukum yang ada.
Terhadap hukum dan moral, ada suatu hubungan di mana hal ini dapat ditemukan adanya pengaruh moral dalam suatu hukum.
Pengaruh moraritas daram hukum ini secara umum lama-kelamaan akan menjadi berkurang. Sedikit demi sedikit didasarkan pada observasi keinginan pembuatan aturan-aturan hukum jangka panjang melalui kondisi budaya yang dinamakan sebagai hak moral.
Selanjutnya, Neir MacCormick mengatakan bahwa hukum alam ini memuat dua kriteria, yaitu yang pertama adalah tes asal-usul (the pedigree test), dan yang kedua tes muatan (the content test). Mengenai tes asal-usul, beberapa orang mengatakan bahwa aturan adalah aturan hukum, untuk menguji atau mengetesna dilakukan berdasarkan analisis fakta institusional, D’Amato mengemukakan pendapatnya tentang empat kriteria praktis yang dapat diterapkan dalam memberikan penilaian yang lebih spesifik terhadap muatan dalam tes muatan tersebut, yaitu sebagai berikut.
Pertama, legislasi netral secara moral melewati tes muatan. Dalam hal ini, kebanyakan hukum, aturan, dan regulasi. Kedua, legislasi yang didukung secara moral melewati tes muatan. Hal ini termasuk seluruh hukum kriminal, hukum keluarga, dan hukum ganti rugi. Ketiga, hukum-hukum yang tidak disetujui yang memiliki kemungkinan berhasil melewati tes muatan. Dalam hal ini, hukum akan terlihat tidak adil bagi sebagian orang atau kelompok yang secara keseluruhan ketidak adilan ini diinginkan untuk dihapuskan. Keempat, dalam suatu perumpamaan yang langka, sebuah undang-undang atau keputusan pengadilan dapat menjadi amoral secara luar biasa, yang mana hal ini gagal dalam melewati tes muatan sehingga sesuatu tersebut harus dilucuti dari istilah hukum.
Terhadap hal ini, Joseph Raz secara tidak langsung mengutarakan pendapatnya yang menolak tentang otoritas moral dari suatu hukum. Hal ini berkaitan dengan dua pandangan, yaitu yang pertama adalah bahwa setiap orang memiliki alasan moral untuk bekerja sama dalam menjaga tujuan-tujuan sosial.
Pandangan kedua adalah hukum merupakan alat untuk menjaga tujuan-tujuan tersebut supaya tercapai. Selanjutnya, Raz menekankan bahwa hukum memiliki dua fungsi sebagai suatu kesatuan, dalam hal ini, kebanyakan para teoretis politik mengakui bahwa tidak ada keharusan umum untuk mematuhi hukum, tetapi ditekankan bahwa ada keharusan untuk mematuhi hukum sebagai suatu alasan untuk berada dalam satu negara karena hukum tersebut ada untuk mengatur masyarakat yang berada pada suatu negara.
Dalam hukum alam, hukum adalah sesuatu yang dianggap divine, yaitu sesuatu yang datang langsung dari Tuhan. Oleh karena itu, siapa pun yang mematuhi dan menaati hukum maka dianggap telah mematuhi dan menaati Tuhan.
Ada pendapat dari para ahli hukum yang menyatakan bahwa hukum harus terlepas dari moralitas karena tidak ada keharusan moral untuk mematuhi hukum. Hal ini ada benarnya, namun yang perlu diingat bahwa hukum ada untuk menjaga dan menjamin terciptanya kehidupan yang damai dan sejahtera.
(Natural Law dalam Kenyataan Hal 10-16)
BAB 2
EPISTIMOLOGI DALAM FILSAFAT HUKUM
A. Ruang Lingkup Epistemologi Hukum
Kata yang pertama, yaitu "episteme" mempunyai arti sebagai pengetahuan, sedangkan "logos" berarti studi teoretikal atau kritikal terhadap sesuatu sehingga secara linguistik legal, epistemology juga dapat diartikan sebagai studi teoretikal terhadap suatu pengetahuan hukum (legal science).
Akan tetapi yang terpenting dari semua hal tersebut dan yang mesti dipahami adalah bahwa sesungguhnya epistemologi tersebut harus mempelajari prinsip-prinsip, hipotesa-hipotesa dan hasii dari berbagai macam pengetahuan dengan tujuan untuk menjelaskan nilainya sebagai suatu skema pengetahuan.
Mengenai ruang lingkup epistemologi dalam filsafat hukum ini dapat dikategorikan ke dalam empat cakupan, yaitu epistemology and jurisprudence (istiiah jurisprudence ini dalam Black's law dictionary disebutkan, bahwa jurisprudence ini sebetulnya adalah istilah yang berkembang pada abad ke-l8, yang berarti studi terhadap prinsip pertama dari hukum alam, hukum sipil ataupun hukum negara-negara.
Ruang lingkup epistemologi tersebut adalah yang pertama epistemology and jurisprudence. Pada lingkup ini penyelidikan secara epistemologikal hukum dilakukan pada pengenalan terhadap buku-buku teks tradisional yang berkaitan dengan hukum. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, pendekatan epistemologikal hukum. Kedua, dengan menggunakan beberapa teori hukum yang bertujuan untuk menangkap fenomena tersebut. Ketiga, cara epistemologikal yang bekerja dari hukum-hukum tradisional.
Lingkup kedua dari epistemologi adalah epistemology and comparative law. Dalam hal ini, pengetahuan hukum membutuhkan suatu perbandingan antarsistem hukum yang berlainan satu sama lain.
Tujuan dari perbandingan hukum ini adalah mengungkapkan bentuk-bentuk pengetahuan hukum berdasarkan detail dari setiap perbedaannya.
Kemudian dalam lingkup epistemology and view points. Menurut Holmes, hal ini adalah sederhana namun penting karena ahli hukum Jerman akan melihat hukum sebagai suatu sistem yang scientific berdasarkan prinsip-prinsip dan aksioma-aksioma dari mana solusi hukum tersebut dapat ditemukan secara dedukatif logis. Sementara itu, pengetahuan hukum menurut beberapa juris adalah hal tentang suatu proposisi sistematis yang disusun dalam konsep-konsep dunia abstrak.
(Ruang Lingkup Epistemologi Hukum Hal 17-20)
B. Epistemologi Dalam Filsafat Hukum
Setelah membahas mengenai cakupan dari sepistemologi tersebut, kita akan memahami tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam epistemologi ini. Dalam hal ini, seorang filsuf hendaknya memandang hukum dari segi metafisik dan nilai-nilai sehingga dapat timbul suatu pengertian atau pemahaman terhadap hukum berdasarkan pandangan yang mendunia.
Mengenai macam-macam jenis pendekatan dalam epsitemologi, maka pendekatan pertama adalah the philosophical approach. Dalam pendekatan ini, ada dua cara membandingkan pendekatan filosofis ini, yang pertama adalah seseorang bisa melihat filsafat dari posisi penelitian.
Selanjutnya cara kedua adalah seseorang dapat meninggalkan seluruh gejala yang berhubungan dengan penelitian dan melihat hukum sebagai bagian dari filosofi.
Sementara itu, dalam pendekatan selanjutnya yaitu the synchranic approach menegaskan bahwa suatu alat bukti dari observasi empiris dipandang sebagaimana suatu sejarah hukum. sehingga filsafat hukum mampu menyediakan skema-skema alasan, mampu untuk mengangkat asal mula historisnya, yang mana selanjutnya hukum akan dipandang suatu risalah (ratio naturalis yang terabstraksi dari sejarah).
Selanjutnya adalah pendekatan terakhir, yaitu the diachronic approach. DaIam pendekatan ini, epistemologi tidak dapat terlepas dari filsafat bahkan mungkin dari sejarah sekalipun sehingga sebagai selalu pendekatan alternatif untuk mengsinkronisasikan sesuatu yang pantas digunakan adalah diakronik ini.
Kemudian mengenai episternologi ini antara epistemologi hukum dan epistemologi sejarah memiliki keterkaitan antara satu sama lain, yang mana hal ini dimulai pada saat sisi historis dan pemikiran tentang hukum dimulai sebagai suatu pertanyaan yang kontroversial".
Namun ada pendapat terkini yang menyatakan bahwa dalam meneliti masalah hukum hal yang harus di pahami pertama kali adalah paradigma, karena suatu legal research perubahan terhadap paradigma penelitian adalah hal yang utama.
Berbicara mengenai istilah paradigma maka, paradigma dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan rasionalitas yang memiliki beberapa hal ataupun ide yang memberikan arahan kepada suatu disiplin ilmu.
Fakta dalam suatu hukum adalah jantung dari pemeriksaan terhadap konsep-konsep dan institusi-institusi sebuah aturan. Dalam hal ini, epistemorogical dan methodoIogical terhadap penyelidikan hukum menjadi semacam jembatan penghubung antara dua dunia, yaitu dunia hukum dan dunia fakta sosial.
Dalam perkembangan epistemologi ini, ada sesuatu yang dikenal dengan istilah Glossators dan Post-glossators. Glossators (gloss berasal dari bahasa Yunani yang berarti bahasa dan kata)
Mereka disebut dengan istilah glossators karena mereka menganotasikan (glossed) seluruh pernemuan baru teks hukum Romawi dengan komentar interprestasi terhadap hal-hal yang sulit dan saling melakukan referensi silang antara satu dan yang lain.
Adapun post-glossator masih berada pada posisi kajian teks-teks romawi yang aktual pada saat itu.
Mengenai efek dari hal ini adalah dengan terhapusnya secara tidak langsung hukum Romawi sebagai suatu sumber formal pengetahuan hukum sehingga pada saat kemunculannya objek dari suatu legal science adalah kode-kode tertentu.
(Epistemologi Dlalam Filsafat Hukum Hal 21-30)
BAB 3
FALSAFAH HUKUM SEBAGAI SUATU JANJI
A. Kebenaran, Moralitas dan Janji dalam Filsafat Hukum
kebenaran ada bukan karena diciptakan, dibuat, ataupun dibentuk, melainkan karena kebenaran tersebut pada hakikatnya harus ada dan memang ada karena kebenaran dan kehidupan merupakan satu kesatuan yang tidakdapat dipisahkan antara satu dan yang lain.
Berbicara mengenai nilai-nilai tentang bagaimana hidup dan memperlakukan orang lain harus diawali dengan isu fiiosofis yang besar. Lsu tidak merupakan sesuatu hal yang dapat dengan gampang ditentukan karena terhadap nilai-nilai tersebut diperlukan adanya suatu ujian bahwa nilai-nilai tersebut telah hidup melewati jangka waktu tertentu. Demikian juga, nilai-nilai tersebut dapat diturunkan kepada generasi-generasi penerus dari masyarakat tersebut.
Mengenai dari mana nilai-nilai tersebut berasal, tidak dapat dipecahkan hanya dengan mengulang-ulang nilai tersebut, ataupun mempraktikan nilai tersebut berulang-ulang, tetapi harus melakukan suatu survive melewati perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan olah pikir dari setiap generasi di mana nilai-nilai tersebut tumbuh.
Terhadap nilai-nilai tersebut yaitu tentang apa yang pantas dan tidak pantas setelah melewati survive maka akan berkembang menjadi suatu moral dan etika yang menjadi pedoman dalam pergaulan masyarakat. Dilihat dari hakikatnya, isu filosofis tersebut tampaknya telah terjawab, namun hal ini justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru yang menimbulkan isu-isu filosofis baru pula, serta pertanyaan-pertanyaan tentang moral dan etika merupakan suatu dimensi yang tdak dapat dipungkiri.
Salah satu isu filosofis yang timbul adalah apa saja takaran atau patokan dari suatu nilai supaya mempunyai nilai moral dan etika, apakah dilihat dari jumlah orang yang menyetujui pandangan tersebut (kuantitas) atau dilihat dari kualitas nilai tersebut.
Terhadap penilaian moral tersebut, ada dua perbedaan yaitu internal dan eksternal skeptisisme tentang moralitas. Dalam hal ini, orang-orang memiliki batasan dan pandangan dalam hal benar dan ialah, baik dan buruk serta berharga dan tidak berharga.
Di lain pihak, internal dan eksternal skeptisisme memiliki perbedaan yang tajam dan kontras, di mana dalam internal skeptisisme akan terus mempertahankan diri dan menolak penilaian-penilaian moral yang berpotensi menjadi suatu kebenaran. Sementara itu, eksternal skeptisisme tidak bisa meninggalkan penilaian-penilaian moral yang berpotensi sebagai suatu kebenaran karena kebenaran tersebut tidak berasal dari dalam, tetapi dari penilaian-penilaian moral oleh pihak luar yang dapat berpotensi menjadi kebenaran.
Berdasarkan penilaian tersebut, hal terpenting dan yang menentukan baik atau buruknya adalah obyektivitas terhadap alasan karena secara tidak langsung obyektivitas dapat memberikan cara tersendiri dalam menentukan peniiaian terhadap suatu nilai moral.
Men genai skeptisisme moral adalah posisi moral itu sendiri, ini adalah klaim yang sangat penting karena akan mengalami beberapa perubahan, yaitu sesuatu yang mencakup esensi, eksistensi, dan gejala-gejala tertentu mengenai kesalahan skeptisisme eksternal yang menekankan seluruh klaim moral adalah palsu maka kesalahan skeptis ini perlu direvisi pandangannya, yaitu hanya menekankan pada seluruh penilaian-penilaian moral positif adalah palsu.
John Mackie, seorang ahli kesalahan skeptis ternama saat ini berargumen bahwa klaim moral positif pasti palsu karena ada orang-orang tidak setuju tentang mana yang benar, dalam hal ini terdapat dua kelompok yaitu mayoritas dan minoritas.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada meta-etika teori yang sangat populer yang seringkali dikatakan sebagai skeptis yang disebut konstruktivisme, yang dipopulerkan oleh John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice. Menurut pandangan penilaian-penilaian moral adalah sesuatu yang terkonstruksi bukan ditemukan.
Menurut Rawls sebagaimana yang dikutip oleh Sen bahwa terhadap kekuatan dari suatu moral dapat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah kapasitas dari suatu paham keadilan, dan yang kedua adalah kapasitas dari suatu konsepsi yang baik.
Menurut Rawls, sebagaimana yang dikutip oleh Sen, menyatakan bahwa posisi yang sesungguhnya dan pantas bagi status quo suatu keadilan adalah dengan menjamin bahwa setiap kesepakatan-kesepakatan fundamental yang disepakati haruslah adil.
Penilaian-penilaian moral sebagai jawaban sehingga dari pertanyaan tersebut dapat dikategorikan lagi menjadi dua. Hal pertama dinamakan pertanyaan-pertanyaan substansil dan kedua disebut meta-etika, yang semuanya tergolong dalam realisme moral dan skeptisisme eksternal.
Berbicara mengenai kausa moral maka akan dihadapkan pada pertanyaan benar dan salah, dari mana pendapat ini datang, atau apa pendapat terbaik untuk menjawab pertanyaan tersebut ataupun membantahnya. Ada yang berpendapat bahwa kausalitas adalah mitos bahkan lebih dari itu dikatakan sebagai mitos yang tidak memiliki tujuan.
(Kebenaran, Moralitas dan Janji dalam Filsafat Hukum Hal 31-44)
B. Pemikiran Marx sebagai “Breaking Down System” terhadap Suatu Janji
Dalam karyanya An lntroduction to the Philosophy of Law, Pound pernah mengemukakan bahwa hukum hendaknya dipandang bukan sebagai will melainkan sebagai want yang mau tidak mau harus dipenuhi.
Hukum dipandang sebagai suatu kebutuhan maka hukum akan mengalami suatu kondisi kepuasan yang tidak pernah berakhir karena pada prinsipnya kebutuhan berbeda dengan keinginan yang dapat mencapai titik maksimum suatu kepuasan.
Terhadap masalah hukum sebagai suatu janji, dalam bukunya yang berjudul Poverty of Philosophy, Karl Marx menyebutkan bahwa “gold and silver were the first commodities to have their value constitued”. Menurut beliau, hal ini terjadi karena adanya bentuk konkret dari janji yang dibuat oleh masyarakat yang berkepentingan.
Dari pendapat Marx tersebut dapat dikatakan bahwa emas menjadi suatu komoditas yang sangat berharga di settiap masa, negara dan masyarakat.
Pada dasarnya, pemikiran Marx ini muncul berdasarkan kejadian yang melanda lnggris pada abad ke-19, yang mana pada saat itu banyak petani lnggris yang pindah dari desa ke kota-kota besar di lggris dan Skotlandia, dengan harapan ingin mencari pekerjaan.
Menurut Marx, ada suatu kenyataan yang dapat dijelaskan dari kenyataan terhadap eksistensi manusia. Hal ini terdapat pada perubahan dalam sejarah dari manusia itu sendiri, yaitu mengenai tipe dari kenyataan tersebut.
Selain itu, Marx juga berpendapat bahwa seluruh perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan dalam suatu kekuatan ekonomi (economic force) yang mengendaIikan suatu masyarakat.
Dalam hal ini, Marx mendiagnosa struktur kelas sebagai suatu symptom yang menunjukkan bahwa kegiatan produksi terkontrol dengan baik.
Menurut Engels, terhadap kegiatan produksi, segala sesuatunya bergantung pada atau tiaknya, sedikit atau banyaknya permintaan dan hal tersebut dipengaruhi oleh dua hal, antar lain sebagai berikut. Pertama, adanya penyimpangan nilai-nilai dari komoditas yang terus berkelanjutan.
Kemudian hal yang kedua adalah kompetisi yang mengarah pada operasi hukum terhadap nilai komoditas produksi dalam perkumpulan para produsen yang akan melakukan pertukaran komoditas mereka.
(Pemikiran Marx sebagai “Breaking Down System” terhadap Suatu Janji Hal 44-51)
C. Hukum sebagai Suatu Janji
Masyarakat dan hukum tampaknya tidak terpisahkan antara satu dan yang lain, hal ini dapat dilihat dari ungkapan Cicero yang ubi societas ibi ius yang memiliki pengertian dimana ada masyarakat di situ ada hukum sehingga secara langsung ataupun tidak langsung hukum pun juga mengikuti perkembangan masyarakat di mana hukum tersebut bertumbuh.
Pada awalnya hukum dikatergorikan sebagai bagian dari limu sosial. Hal ini disebabkan pada awalnya para ahli dan ilmuwan menganggap ilmu pengetahuan hukum tersebut sebagai the science of law atau legal science.
(Hukum sebagai Suatu Janji Hal 55)
BAB 4
HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI SUATU NEDD DAN JANJI
A. Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu Need
Berbagai macam pendapat tentang kapan hak asasi manusia ( ilmuan rights) mulai mendapatkan pengakuan dalam kehidupan bermasyarakat. Ada yang menyatakan bahwa pengakuan hak asasi manusia ini secara tidak langsung telah di mulai dengan di susunnya kode ( kitab Undang – undang ) Hammurabi ( 1792 – 1750 SM) yang di temukan oleh para arkeolog prancis di bagian barat daya iran. Dalam kode Hammarubi ini memuat 282 aturan hokum yang di dasarkan pada prinsip Lex talionis, yaitu hukuman yang setimpal dengan kejahatannya.
Terlepas dari semua itu, praktik nyata mengenai konsep hak asasi modern ini dimulai pada tahun '1688. Hal ini ditandai dengan praktik revolusi lnggris yang menghasilkan Bill of Rights, yang intinya mengatur bahwa manusia sebelum memasuki masyarakat memiliki hak-hak tertentu, antara lain adalah hak untuk hidup, hak kemerdekaan (bebas dari kesewenang-wenangan), dan hak milik.
Kemudian, pasca Perang Dunia II, HAM mulai mendapatkan pengakuan dari dunia internasional, yaitu dengan diresmikannya Universal Declaration of Human Rights, pada tanggal l0 Desember 1948, di mana pada saat pengesahannya terdapat 48 negara yang mendukung, 0 negara yang menentang dan 8 negara yang abstain.
Apakah permasalahan mengenai HAM ini selesai ? seiring dengan perkembangan zaman, ternyata permasalahan di bidang ‘HAM’ ini semakin kompleks. Hal ini karena pada pasca perang dunia II, muncul suatu masa yang lazim disebut era perang dingin ( cold war ), yaitu persaingan idiologi politik dari Negara – Negara pemenang perang dunia II ( Uni Soviet dan Amerika serikat ) sehingga kondisi ini menyebabkan peta kekuatan dan politik dunia terpecah menjadi dua blok, yaitu blok timur ( Uni Soviet dan Negara Sino Sovietnya ) dan blok Barat ( Amerika Serikat dan anggota Natonya ).
Sebagai contoh pelanggaran HAM yang terjadi pasca penandatanganan Universal Declaration Of Human Rights adalah perang saudara di cina antara komunitas mao tse tung ( di dukung oleh Uni Soviet ) dan korea selatan ( didukung AS) pada tahun 1954 – 1963 bahkan Indonesia pun juga hamper terjadi perang saudara yang di timbulkan oleh klompok komunis Pro Uni Soviet, jika seandainya tidak di tindaklanjuti secara cermat oleh Presidan Soekarno pada tahun 1948 dan presiden soeharto pada tahun 1965.
Di samping,hal tersebut, contoh konkret yang membuktikan bahwa masalah HAM adaah masalah yang kompleks di antaranya sebagai berikut. Berakhirnya perang dingin tidak menjadi pertanda bahwa permasalahan HAM telah berakhir.
Ironisnya seluruh kejahatan pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh negara yang katanya paling tinggi menjunjung HAM di dunia, yaitu Amerika Serikat.
Akan tetapi, ada pandangan lain bahwa hak itu sendiri sebenarnya tidak terlepas dari hukum ataupun kewajiban.
Hal tersebut karena terkadang hukum juga menimbulkan suatu peristiwa hukum, yaitu peristiwa yang menimbulkan hubungan hukum, antara lain berupa hak dan kewajiban.
Selaln itu, dapat dikemukakan bahwa hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.
Akan tetapi apabila dihubungkan dengan unsur - unsurnya, tidak semuanya bahwa hak tersebut dilandasi oleh hukum (atau dalam arti lainnya hak moral tersebut telah mendapat semacam payung hukum). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hak dikenal dengan dua jenis, yaitu hak hukum positif dan hak moral.
Dalam hal ini, hak moral berbeda dengan keterangan sebelumnya, yang menyatakan bahwa hak moral dapat berubah renjadi hak hukum apabila mendapat pengakuan penerapan dari masyarakat.
Menurut James W. Nickel, hak asasi manusia memiliki reberapa ciri yang sangat menonjol dibandingkan dengan hak - hak lain diantaranya sebagai berikut. Hak asasi manusia adarah hak untuk sendiri. Hak asasi manusia adarah hak yang dianggap bersifat Universal yang dimiriki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia, Hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya dan tidak bergantung pada pengukuan dan penerapannya dalam sistem hukum adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu.
Dalam analisis tentang hakikat hak itu sendiri, James W. Nickel pertama kali mengemukakan tentanq unsur - unsur dari hak itu sendiri, di anraranya sebagai berikut. setiap hak mengidentifikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya. Hak adalah untuk suatu kebebasan atau keuntungan.
Otoritas dan keuntungan, mengklaim suatu hal sebagai hak seseorang, dan memfokuskan kegunaan hak bagi pemilik hak saja.
Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu Need ( Hal 59 – 70 )
B. Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu janji
Konsep hak asasi manusia menurut beberapa pakar dari yang sederhana sampai pada filsafat Stoika di zaman kuno, berdasarkan yurisprudensi hayati (natural law), Grotius dan lus Naturale dari Undang-Undang Romawi.
Hak asasi manusia (human rights) pada mulanya adalah produk mazhab hukum kodrati. Hal ini dapat dilihat mulai dari zaman kuno sampai pada zaman modern, hukum kodrati yang mendalam abad pertengahan bersamaan dengan tulisan para filsuf pertama kristiani (Santo Thomas Aquinas).
Akan tetapi, menurut Bapak Hukum lnternasional Hugo de Groot (Belanda) dengan nama lainnya Grotius dalam makalahnya, De iure Belli ac Pacis menyatakan bahwa hukum kodrati merupakan landasan hukum semua hukum positif atau hukum tertulis yang dapat dirasionalkan dan nonempiris dengan me helaah aksioma ilmu ukur.
Terhadap hak asasi manusia sebagai suatu janji dapat diuraikan sebagai berikut. Pada dasarnya, hukum hak asasi manusia merupakan cabang hukum internasional, proses terbentuknya sama dengan hukum internasional.
Adapun mengenai traktat adalah persetujuan antara dua negara atau lebih mengikatkan secara hukum dalam bidang tertentu. Di dalam Konvensi Wina menyatakan traktat adalah persetujuan internasional dalam bentuk tertulis di antara negara-negara.Traktat antara dua negara disebut bilateral dan traktat antara lebih dari dua negara disebut multilateral (umum).
Metode yang digunakan untuk menafsirkan traktat adalah kaidah pasal 31 konvensi wing, yang menyatakan bahwa suatu traktat haruslah ditafsirkan dengan jujur sesuai dengan makna dalam konteksnya dengan mengikat maksud dan tujuan traktat itu.
Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu janji ( hal 70 – 76 )
BAB 5
HAK ASASI MANUSIA DALAM DUNIA INTERNASIONAL
A. Asal Usul Hak Asasi Manusia
Perhatian Dunia internasional terhadap hak asasi manusia dipengaruhi oleh isu kemanusiaan, di mana secara legal diatur dalam piagam PBB tahun 1945, yaitu tentang perlindungan hak asasi manusia dalam sistern internasional. Tujuan dari piagam PBB adalah memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat dan negara internasional yang berdasarkan hukum.
1. Asal-Usul Domestik Hak Asasi Manusia
Konsep hak asasi manusia menurut beberapa pakar dari yang sederhana sampai pada filsafat Stoika di zaman kuno berdasarkan yurisprudensi hayati atau kodrati atau yang lebih dikenal dengan istilah hukum alam (natural law). Hukum alam dipopulerkan oleh Grotius melalui ius naturale dari Undang - Undang Romawi.
a. Pengalaman lnggris
Magna Carta merupakan awal perjuangan hak asasi manusia (kaum bangsawan) lnggris, yang isinya adalah kesepakatan pembagian kekuasaan antara Raja John dan kaum bangsawan.
Kedua pandangan di atas ada benarnya karena Bill of Rights bukan hanya mengatur kaum borjuis melainkan juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan HAM, walaupun pada waktu itu pengaturan belum menyangkut semua warga negara lnggris.
b. Pengalaman Amerika Serikat
Dalam upaya melepaskan koloni-koloni itu dari kekuasaan lnggris menyusul ketidakpuasan terhadap tingginya pajak dan tidak adanya wakil parlemen lnggris, maka para pendiriAmerika Serikat mencari pembenaran dalam teori kontrak sosial dan hak-hak kodrati dan Locke dan para filsuf Perancis.
Sebelum deklarasi Amerika, deklarasi hak asasi Virginia (The Virginia Declaration of Rights) yang disusun oleh George telah mencantumkan hak-hak yang spesifik yang harus dilindungi, antara lain kebebasan pers, kebebasan beribadah.
Dengan demikian para penyusun naskah UUD Amerika Serikat terpengaruh gteh Declaration Vilginia dengan memasukkan perlindungan hak-hak manusia dengan mengadopsi Bill of Rights yang memuat daftar hak-hak individu melalui beberapa kali amandemen.
c. Pengalaman Perancis
Revolusi Perancis dengan perjuangan kemerdekaan AS mempunyai ciri yang sama dengan tujuan berbeda. Jika perjuangan AS untuk kemerdekaan yang berdaulat, sedangkan Perancis bertujuan untuk menghancurkan pemerintahan yang sah dan menggantikan dengan pemerintahan yang demokratis (orde baru).
Revolusi Perancis juga mencerminkan teori kontrak sosial serta hak-hak kodrati dari Locke dan para filsuf - filsuf Perancis Montesclieu dan Rousseau.
Dari uraian tersebut maka dapat dilihat bahwa sejarah dan perkembangan hak asasi manusia yang terjadi di lnggris, Amerika serikat, dan Perancis merupakan penindasan dan kesewenangan yang dilakukan terhadap rakyat oleh penguasa.
revolusi yang terjadi di Amerika dan perancis dapat dikatakan sebagai yang paling penting karena di daram revorusi tersebut hak asasi manusia menjelma menjadi:
a. Hak-hak yang kodrati, inheren, universal dan tidak dapatdicabut manusia, oleh karena mereka adalah kawula hukum suatu negara.
b. Memiliki perlindungan terbaik dalam kerangka yang demokratis (konsep penentuan nasib sendiri) yang bersirat politis.
c. Memiliki batas-batas pelaksanaan hak-hak hanya dapat ditetapkan atau dicabut oleh undang-undang (dalam rangka rule of law).
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa pengertian hak asasi manusia telah berarih, dari perrindungan individu kepada hak sosial dan ekonomi (tidak sratis tapi dinamis).
Asal-Usul Domestik Hak Asasi Manusia ( hal 77 – 82 )
2. Perkembangan lnternasional sebelum Perang Dunia Kedua
a. Individu dalam Sistem Internasional
lndividu sebagai kawula negara, tunduk pada kewenangan pemerintah mereka, dan negara lain tidak boleh mengintervensinya.
Untuk itu, negara-negara barat seharusnya mempunyai standar internasional terhadap perlindungan orang asing.
b. Investasi Kemanusiaan
Sebelum piagam PBB, individu pada dasarnya tetap tunduk pada penguasa. Sejumlah negara besar pada abad ke-19 mengakui hak intervensi kemanusiaan untuk mencegah kekaisaran Ottoman menganiaya kaum minoritas di Timor Tengah dan daerah Balkan.
c. Penghapusan Perbudakan
Penghapusan perbudakan merupakan perkembangan kemanusian dalam hukum internasional. Penghapusan perbudakan adalah dalam rangka kepedulian terhadap kemanusiaan.
d. Palang Merah Abad 19 (1863)
Pembentukan komite palang merah internasional untuk melindungi korban perang dan perlakuan terhadap tawanan perang.
e. Organisasi Buruh Internasionsl (lLO)
Organisasi buruh internasional dibentuk berdasarkan traktat Versailles (1919) yang merupakan respons kepedulian sekutu mengenai keadilan sosial dan standar perlakuan terhadap kaum buruh industri yang diilhami oleh Revolusi Balshewik yang menjadi badan khusus PBB sebagai pendahuluan sistem proteksi terhadap hak ekonomi, sosiai, dan budaya.
f. Liga Bangsa-Bangsa
Liga Bangsa-Bangsa adalah sebuah organisasi internasional, dimana negara-negara anggota wajib mengupayakan sasaian-sasaran kemanusiaan, disamping menjamin perdamaian dan keamanan serta memperlancar kerja sama internasional.
g. Traktat Mengenai Kaum Minoritas
Traktat yang memproteksi kaum minoritas adalah menyangkut kelompok bukan hak-hak individu. Tujuan traktat ini memastikan perlakuan yang sama bagi minoritas etnis agama dan bahasa.
Perkembangan Internasional sebelum Perang Dunia Kedua ( hal 83 – 85 )
3. Perkembangan lnternasional Sesudah Perang Dunia Kedua
a. Perserikatan Bangsa-Bangsa
Setelah perang dunia kedua hukum HAM inrernasional semakin berkembang yang diawali Kekuasaan Nazi terhadap penduduk Jerman dan rakyat di wilayah yang ditaklukan.
Selanjutnya dalam konsep hak asasi manusia yang modern dapat dijumpai di dalam revolusi Inggris, Amerika serikat dan perancis pada abad 17 dan 18.
Menurut Sri Soemantri dalam Aspirasi Pemerintah, Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hasil perjuangan selama berabad-abad di negara barat.
b. Piagam PBB dan Deklarasi universal
Pasal 2 ayat (7) piagam PBB menegaskan kembali asas nonintervensi oleh PBB. Pasal ini juga memuat beberapa acuan khusus terhadap hak asasi. Di dalam mukadimah piagam menegaskan kembali keyakinan rakyat-rakyat PBB pada hak-hak manusia yang asasi, yaitu martabat dan harga diri manusia dan hak-hak yang sama bagi pria dan wanita.
c. Konvensi Khusus PBB
Untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia secara universal ditemui banyak kesulitan Untuk itu PBB menyusun instrumen hukum yang mengikat berkaitan aspek-aspek HAM yang khusus yaitu traktat yang mengenai pencegahan dan penghukuman (pembuatan manusia).
d. PBB dan Dekolonisasi
Tindakan PBB dalam masalah dekolonisasi adalah sistem perwakilan untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan asasi semua orang, sistem ini diawasi oleh PBB melalui dewan perwalian.
e. Proses Helsinki
Perkembangan internasional yang terjadi selama periode detente (peredaan ketegangan) antara Blok barat dan Blok komunis pada awal 1970 adalah konferensi mengenai keamanan dan kerja semua di Eropa yang dikenal dengan Proses Helsink.
Sedangkan Uni Soviet berkepentingan agar tapal batas sebelah barat diakui pihak barat dan berusaha memperoleh komitmen tentang HAM dari Blok Timur.
Dengan piagam ini negara-negara Blok komunis komitmen terhadap prinsip-prinsip kebebasan demokratis yang luhur.
1) Sistem Eropa
Sistem yang paling maju dalam hal daya tahan jumlah yurisprudensinya adalah sistem Eropa (Konvensi Eropa mengenai hak asasi manusia dan kebebasan Fundamental 1950).
Konvensi Eropa dan kesepuluh protokolnya terutama mengenai proteksi terhadap hak sipil dan politik, meskipun protokol I dimaksudkan untuk memproteksi hak milik pribadi sedangkan proteksi untuk hak ekonomi dan sosial.
dalam kenyataan piagam tersebut tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
2) Sistem antar – Amerika
Sistem antar-Amerika dibentuk oleh dua mekanisme proteksi yang masing-masing berdiri sendiri. pertama, Organisasi Negara Amerika (OAS).
Kemudian protokol Pacta san Salvador (1989)
3) Piagam Afrika
Piagam Afrika mengenai hak-hak manusia dan rakyat (1981) dikenal juga piagam Banjul (ibu kota negara Gambia)
Piagam ini memuat sejumlah hak-hak sipil dan politik di samping hak ekonomi sosial dan budaya, kemudian hak generasi ketiga, hak solidaritas.
Perkembangan lnternasional Sesudah Perang Dunia Kedua ( hal 85 – 90)
B. Teori Tentang Hak Asasi Manusia
Ada dua alasan yang menyatakan bahwa penelitian aspek-aspek hak asasi manusia yang analitis dan normatif.
1. Proteksi hak asasi manusia merupakan masalah hukum nasional (domestik). Tetapi jika hukum nasional tidak memenuhi standar hukum internasional maka diserahkan pada hukum internasional untuk proteksi bagi HAM.
2. Sebagai dasar instrumen hak asasi manusia menciptakan lembaga untuk mengawasi sistem dan berfungsi seperti pengadilan dengan menerapkan teknik tradisional.
Oleh karena itu dalam menganalisis bagaimana cara orang - orang ini membuat keputusan, adalah tepat untuk diterapkan berdasarkan analog teori - tedri para ahli hukum nasional. Untuk ini secara rinci yurisprudensi Mahkamah Eropa tentang hak asasi manusia (European Court of Human Rights) perlu ditelaah lebih luas.
1. Hukum Kodrati dan Hak Kodrati
Hak asasi manusia (human rights) pada mulanya adalah produk mazhab hukum kodrati. Hal ini dapat dilihat mulai darizaman kuno
Aspek hukum kodrati dipandang sebagai ide hak kodrati, dimana setiap orang adalah individu yang otonomi. Landasan hukum pandangan di atas adalah teistik.
Selanjutnya, menurut Bapak Hukum lnternasional Hugo de Groot (Belanda) dengan nama lainnya Grotius dalam makalahnya, De iure Belli ac Pacis menyatakan bahwa hukum kodrati merupakan landasan hukum semua hukum poritif atau hukum tertulis yang dapat dirasionalkan dan nonempiris dengan menelaah aksioma ilmu ukur.
Pandangan Gretius disempurnakan (abad ke-17) yang pada akhirnya berubah menjadi teori hak kodrati, dengan mengakui hak-hak individu yang subjektif.
Locke menggunakan teori kontrak sosial apabila melanggar hak-hak kodrati individu.Teori kontraksosial menurut Locke untuk membela revolusi gemilang lnggris l688.
2. Hak Kodrati Oleh Locke
a. lndividu adalah makhluk yang otonom yang mumpu melakukan pilihan.
b. Keabsahan pemerintah tidak hanya bergantung pada kehendak rakyat, tetapi juga pada kemauan dan kemampuan pemerintah untuk melindungi hak kodrati individu.
Teori hak kodr,ati adalah suatu ide yang menjelaskan hakikat manusia dalam masyarakat politis, yang dipengaruhi oleh pemikiran politik pada abad 17 dan 18.
Teori kontrak sosial Loucke, Rousseau, menyatakan bahwa hukum kodrati tidak menciptakan hak kodrati individu, melainkan menganugerahi kedaulatan yang tidak bisa dicabut,
Sedangkan Kant mengembangkan gagasan dari suatu apresiasi yang lebih umum terhadap hak kodrati dan hak kodrati yang non empiris, adapun dasar teori Kant adalah perintah kategaris,
Perintah kategaris menurut Kant ada tiga tingkatan, yaitu:
a) Merinci tindakan-tindakan universal individu.
b) Menyediakan kaidah - kaidah yang sistematis untuk menetapkan kewajiban.
c) Merinci hubungan antara kebebasan dan kewajiban.
Yang mendasari perintah kategaris ini adalah ide bahwa individu berkewajiban mengembangkan kapasitas rasional, berbeda dari tradisi hukum kodrati yang lama hak-hak semacam itu tidak ditentukan Iebih dahulu.
Kant mempostulatkan bahwa dalam masyarakat rasional yang menentukan nasib adalah mereka sendiri.
Menurut Scott Davidson hak kodratitidak bisa diuji kebenarannya secara ilmuan, karena hak kodrati tidak mungkin ada secara objektif, seperti dikatakan oleh Jeremy Bentham (lpggris),
Teori hak kodrati dipakai sebagai landasan sistem hukum yang dianggap superior ketimbang hukum negara. Orang bisa mengajukan banding pada hukum ini jika hukum negara tidak adil,
3. Positivisme
Para teoretikus hukum kodrati yang menyatakan hak itu dari Tuhan sedangkan kaum positivis berpendapat hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara, dengan mempergunakan metode-metode empiris mencerminkan suasana ilmiah.
fenomena sosial dapat dikelompokkan dalam dua kategori,yaitu
a) fakta yang dapat dibuktikan "ada" secara empiris dan yang "benar" atau "salah" (yang dimaksud ada).
b) kategori moralitas yang secara objektif tidak dapat dibuktikan adanya (yang dimaksud seharusnya)
Masalah yang dapat dibuktikan secara empiris bahwa hukum positif bertitik tolak pada adanya hak yang formal. Mazhab positivisme yang dikenal sebagai utilitarianisme (jeremy Bentham) yang menyatakan eksistensi manusia dikuasai oleh kesenangan dan penderitaan.
Namun moralitas bukan bersumber dari metafisik, melainkan terletak pada referensi pribadi mayoritas yang berpoiensi menimbulkan tirani dan penindasan terhadap minoritas, dengan demikian Beniham dan pengikutnya menggunakan utilaterianisme untuk pembaharuan hukum Inggris.
Empirisme yang dianut Austin dapat menyimpulkan bahwa satu-satunya hukum yang shahih perintah yang daulat atau kekuasaan politik yang berkuasa dengan sanksi dan ganti rugi.
Adapun kritik terhadap positivisme yang tidak menempatkan kendala moral pada aturan negara, individu hanya menikmati hak-hak yang diberikan negara.
Menurut H.I.A Hart, meskipun hukum dan moralitas berdiri sendiri, namun undang – undang pemerintah diakui oleh masyarakat sebagai satu kesatuan.
4. Teori Antiutilitarian
Teori utilitarian memprioritaskan kesejahteraan mayoritas dengan tidak mempedulikan minoritas, misalnya melarang kaum homoseks untuk praktik karena menjijikkan, pelarangan ini adalah diskriminatif.
Kritik Nozeck bahwa utilitarianisme mengorbankan kebebasan individu, kehidupan individu adalah satu-satunya kehidupan yang dimiliki.
Faktor kemiskinan dan ketidaktahuan membuat manusia tidak mampu memanfaatkan hak-hak mereka sepenuhnya untuk menikmati nilai kebebasan.
5. Realisme Hukum
Para realis mengemukakan potret informal, terhadap hak-hak sebagai suatu manifestasi dari suatu proses berkesinambungan, sedangkan paund dengan kepentingan sosial melalui asas rekayasa sosial.
Para realis hukum seperti Mc Dough, Lasswell dan Chen menyatakan tuntutan pemenuhan hak asasi yang berasal dari pertukaran nilai-nilai internasional yang luas dasarnya. Tujuan pendekatan yang sarat nilai dimiliki bersama melalui aplikasi asas-asas demokratis.
6. Marxisme
Menurut Marx yang melihatnya dari sudut ilmiah menyatakan apa yang disebut hukum kodrati adalah idealistik dan historis, dan kaum revolusioner borjuis, menyatakan hak kodrati itu tidak dapat dicabut dan dihilangkan. Dalam teori Marxis, hakikat seseorang individu adalah suatu makhluk.
Teori Tentang Hak Asasi Manusia ( hal 90 – 100 )
C. Klasifikasi Hak Dalam Dunia Internasional
Perdebatan mengenai hakikat yuridis dan hak asasi manusia dalam hukum internasional cenderung memfokuskan pada hubungan normatif. Grouston berpendapat, bahwa hanya hak sipil dan politik sajalah yang tepat disebut sebagai hak asasi manusia.Terhadap hal ini hak ekonomi dan sosial saja yang rnempunyai arti nyata, sedangkan hak sipil dan politik hanya memperkuat distribusi kebutuhan material dan sosial (orientasi sosial).
1. Hak Fundamental
Hak fundamental telah ada sebelum hak-hak itu menjadi hukum positif melalui berbagai instrumen PBB. Dalam ICCPR dan konvensi hak asasi manusia regional Eropa. Amerika dan Afrika, hak-hak tertentu digambarkan sebagai yang tidak boleh dilanggar dan dikurangi sekalipun dalam masa perang atau negara dalam keadaan darurat. Hak-hak tersebut yaitu hak untuk hidup.
2. Hak-Hak Sipil dan Praktik Politik Versus Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Kultural
Menurut Graouston, hak sipil dan politik merupakan hak asasi manusia dalam arti yang sebelumnya, sedangkan hak ekonomi dan sosial tidak mendapatkan status seperti itu.
Perumusan implementasi kategori - kategori hal yang dimaksud adalah hak yang riil dan kategori yang lain bukan hak yang riil.
Dari tingkat pragmatis bahwa hak sipil dan politik dapat segera dilindungi, sedangkan hak ekonomi, sosial dan kultural memerlukan pelaksanaan yang progresif hak sipil dan politik dari satu politik dan hak ekonomi sosial dan kultural di pihak lain
3. Hak Generasi Ketiga
Hak generasi ketiga (solidaritas) dikaitkan dengan bangkitnya nasionalisme dunia ketiga, dan persepsi negara-negara berkembang bahwa tatanan internasional cenderung memusuhi mereka. Piagam PBB menempatkan hak asasi manusia.
Selanjutnya, masyarakat internasional berkewajiban membangun suatu sistem globalyang menguntungkan yang akan menjamin partisipasi negara berkembang dengan lebih baik. antaranya sebagai berikut.
1) Hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi praktik, sosial dan kultural.
2) Hak atas pembangunan ekonomi sosial.
3) Hak untuk berpartisipasi.
4) Hak atas perdamaian.
5) Hak atas lingkungan yang sehat.
6) Hak atas bantuan kemanusiaan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ciri hak generasi ketiga yang pertama adalah bersifat kolektif, sedangkan ciri yang kedua perwujudannya bergantung pada kerjasama internasional.
Klasifikasi Hak Dalam Dunia Internasional ( Hal 100 – 102 )
D. Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional
1. Kedaulatan
Kedaulatan adalah suatu doktrin konstitusional. Mewakili hak – hak negara dalam hubungannya dengan luar negeri. Ciri negara berdauiat adalah berhak melakukan pengawasan terhadap wilayahnya dan warga negaranya kecuali bertentangan dengan hukum internasional.
2. Non lntervensi
Suatu negara mempunyai hak atas yuridiksi ekskrusif terhadap urusan dalam negerinya. Untuk itu negara tidak berhak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain tanpa alasan yang sah. Pasal 2 (7) piagam PBB menyatakan bahwa organisasi itu dilarang mengintervensi urusan dalam yurisdiksi suatu negara. Dengan demikian kedaulatan tidak absolut melainkan dibatasi oleh hukum internasional.
3. lndividu dalam Hukum lnternasional
Individu merupakan objek hukum yang dkandai dengan kebangsaannya. Dalam hal era pasca perang dunia II proses individu berubah. individu tidak lagi dipandang sebagai objek.
Kemudian setelah dilaksanakan pengadilan mahkamah militer internasional di Nuremberg maka individu dilarang melakukan kejahatan yang bertentangan dengan perikemanusiaan, dengan demikian individu secara pribadi bertanggung jawab terhadap kejahatan perang.
Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional ( hal 102 – 103 )
4. Ketentuan Romede Lokal
Ketentuan romede lokal berasaI dari hukum sebagai tanggung jawab negara. Ketentuan mengenai romede lokal berkaitan dengan HAM dalam konteks yang berbeda, tetapi dasar pemikiran ketentuan ini pada pokoknya sama.
Permohonan individu adalah mengupayakan romede lokal untuk memperoleh kepastian hokum.
5. Proses Pembuatan Hukum Atas Hak Asasi Manusia
Hukum hak asasi manusia merupakan cabang hukum internasional, proses terbentuknya sama dengan hukum internasional sendiri, yaitu terlahir dari adanya keperluan masyarakat akan adanya hukum tersebut. Untuk itu, perlu diuraikan secara singkat mengenai sumber-sumber dari hukum internasional.
a. Traktat
Traktat adalah persetujuan antara dua negara atau lebih mengikatkan secara hukum dalam bidang tertentu.
Traktat multilateral membiarkan negara untuk mengondisikan kewajibannya dengan mencantumkan syarat (resuvation).
Sebagai negara peserta harus bertanggung jawab atas pelanggaran traktat yang dilakukan sebelum pengunduran diri. Metode yang digunakan untuk menafsirkan traktatadalah kaidah pasal 31 konvensi Wina menyatakan suatu traktat haruslah ditafsirkan dengan jujur sesuai dengan makna dalam konteksnya dengan mengikat maksud dan tujuan traktat itu.
b. Kebiasaan
Kebiasaan (custom) merupakan sumber hukum secara kualitatif lebih penting dari traktat karena kebiasaan adalah landasan bagi sistem hukum internasional. Kebiasaan terdiri atas dua unsur, yaitu material dan psikologi.
c. Resolusi Majelis Umum PBB
Beberapa negara menolak bahwa resolusi majelis umum PBB mempunyai efek normatif, karena resolusi seringkali tidak mencerminkan aspirasi universal dari anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional ( hal 102 – 106 )
E. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia
1. Piagam PBB
Piagam PBB memuat beberapa ketetapan mengenai hak asasi manusia yang di dalam mukadimahnya mengatakan tekad anggota PBB untuk kembali pada hak asasi manusia, martabat dan nilai manusia, persamaan hak pria dan wanita, negara kecil dan negara besar.
ujuan piagam PBB pasal 1 (3) dan pasal 55, yaitu menggalakan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan bagi semua orang. Tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
2. Organ Kepengurusan PBB dan Hak Asasi Manusia
a. Majelis Umum
Majelis umum adalah organ kepengurusan PBB yang kewenangannya yaitu mempertimbangkan masalah hak asasi manusia. Kewajiban utamanya menilai studi. dan membuat rekomendasi dalam realisasi hak dan kebebasan asasi bagi semua orang. Majelis umum telah berhasil memberikan fekomendasi untuk instrument hukum internasional yang mencakup deklarasi universal.
b. Komisi Hak Asasi Manusia (CHR)
Komisi Hak Asasi Manusia ialah anggoia PBB yang dipilih sebagai wakil pemerintah (organ politik PBB) dengan tugas mengembangkan agenda hakasasi manusia.
prosedur bersifat rahasia ini mempunyai kekurangan – kekurangan sebagai berikut.
1) Kerahasiaan menjamin bahwa negara tidak terpojok.
2) Akumulasi bukti adanya pelanggaran kasar yang memperlambat kerja lembaga.
3) Prosedur itu mudah disalahgunakan.
Komisi mengenai status kaum wanita. lembaga ini mempunyai fungsi ganda yaitu:
1) menyiapkan laporan dari rekomendasi kepada ECOSOC mengenai penegakan hak wanita di bidang politik, ekonomi, sipil, sosial dan pendidikan.
2) menyampaikan saran pada ECOSOC mengenai perhatian negara terhadap hak wanita.
Komisi ini berhasil dalam menyusun standar internasional dan deklarasi mengenai status wanita (1967),penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (1979), dan kovensi hak-hak politik kaum wanita (1953).
3. Organisasi Buruh lnternasional (ILO)
Tujuan ILO yaitu menegakkan keadilan sosiai dan kesejahteraan sosial melalui penegak hak kesejahterran sosial.
Proses pengawasan:
a) Pasal (22) Negara anggota diwajibkan membuat laporan berkala terhadap pelaksanaan konvensi lLO.
b) Pasal (24) pengaduan disampaikan pada ILO oleh suatu asosiasi pengusaha atau buruh.
c) Pasal (25) suatu negara dapat mengadukan negara lain yang menjadi peserta jika tidak mematuhi konvensi ILO.
4. Langkah PBB dalam Bidang-Bidang Hak Asasi Manusia yang Spesifik
a. Genosida
Konvensi mengenai pencegahan dan penghukuman terhadap kejahatan genosida disetujuioleh Majelis Umun tahun 1948 dan berlaku sejak 1957 yang dimotivasi oleh pengalaman pemusnahan jutaan orang Yahudi, Gipsy, Slavia oleh Nazi.
b. Diskriminasi Rasial
Traktat yang menangani diskriminasi rasial adalah konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial.
c. Diskriminasi Seksual
Langkah – langkah untuk melarang diskriminasi didasarkan pada jenis kelamin.
Pasal 1 konvensi ini mengatur penggunaan hak-hak wanita tanpa diskriminasi, dan pasal 2 nya antara iaki-laki dan perempuan mempunyai derajat yang sama dalam kehidupan sosial dan politik. Konvensi ini mencerminkan adanya persamaan gender antara laki – laki dan perempuan,
d. Penyiksaan
Konvensi PBB menentang dilakukannya penyiksaan dan perlakuan kerja tidak manusiawi serta merendahkan martabat manusia apa pun alasannya.
e. Anak-Anak
Konvensi PBB mengenai hak anak disetujui oleh Majelis Umum pada tahun 1989 dan berlaku tahun 1990.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia ( hal 106 – 110 )
BAB 6
IMPLIKASI HAS ASASI MANUSIA TERHADAP HAK-HAK SIPIL, POLITIK, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA
A. Hak Asasi Manusia sebagai Suatu Implikasi
Hak asasi manusia ialah hak-hak yang dimiliki seseorang selaku manusia. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa umat manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, selainkan semata-mata karena martabatnya sebagai manusia, itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia bersumber dari hak kodrati dari teori hak kodrati (natural right theory). Teori kodrati mengenai hak-hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law theory). Sehingga dalam pembahasan hak asasi manusia tidak terlepas dari pandangan agama yang meletakkan HAM sebagai otoritas Tuhan.
Dari konteks sumber HAM menurut hukum alam memandang eksistensi manusia di dalam kebesaran alam, sehingga setiap individu berada dalam keadaan bebas, mampu menentukan tindakan mereka dan memiliki kemandirian tanpa terikat pada keinginan atau wewenang orang lain.
Hak-hak manusia secara umum bertujuan dan menghendaki ditetapkannya kaidah-kaidah umum dalam sistem konstitusi dan perundang-undangan, serta hal-hal yang mesti diikuti dalam pelaksanaannya berupa kode etika dalam gelanggang percaturan.
Oleh karena itu, persoalan ini senantiasa menjadi arena perbedaan pendapat dan pertentangan paham, serta teori yang berbeda-beda. Karena itu pembahasan mengenai HAM selalu menjadi topik kajian oleh para filosof, pemimpin agama, kaum politisi, sosiolog, ahli hukum, ahli ekonomi, sebagian ahli pikir dan sastrawan.
(Hak Asasi Manusia sebagai Suatu Implikasi Hal 111-113)
B. Periode Perkembangan Hak Asasi Manusia
1. Periode Hukum Adat
Di masa Iampau yang tidak diketahui, masyarakat itu berdiri di atas prinsip kebenaran ada dipihak yang kuat, yang membolehkan perampasan hak-hak seseorang.
Perbudakan dipandang sebagai hal yang wajar, kebebasan memilih pekerjaan dibatasi, sistem kasta merupakan hal yang umum, rakyat diperbudak dan perempuan dihinakan. Keadaan demikian berubah perlahan yang diawali dengan Iahirnya hukum adat, dengan mengakui sebagian hak-hak asasi.
2. Periode Hukum Perundang-undangan
Hukum adat yang ada selanjutnya dijadikan hukum yang mengikat, diantaranya undang-undang Hamurabi, undang-undang Solon dan Lembaran dua belas. Hamurabi adalah raja Babilonia kira-kira abad 20 SM, undang-undangnya ditemukan oleh ekspedisi arkeologi Perancis pada awal abad ke-20 di kota Susa, wilayah kerjaan Babilon sebelah utara sungai Eufrat dalam bentuk prasasti. Undang-undang tersebut berpegang pada hukum Qisas (Lex talions), yaitu mata dibalas dengan mata, gigi dibalas dengan gigi, dan seterusnya.
Undang-undang Solon adalah salah satu aturan hukum kuno yang mengatur mengenai kedudukan dan hak asasi manusia tersebut. Solon seorang pilosof yunani (640-560 SM) dipilih penduduk Athena sebagai kepala pemerintahan Archon. Dalam undang-undangnya mem bebaskan hukuman penjara bagi yang berhutang, larangan perbudakan karena utang, memberi kebebasan hak atas tanah dan tentang hak waris bagi perempuan. Undang-undang dua belas dibentuk hasil musyawarah oleh 10 orang pimpinan adat terkemuka di
Romawi(abad ke-5 5M).
Hukum Romawi berkembang selama 14 abad, yaitu sejak didirikan kota Roma pada abad VIII SM sampai wafatnya kaisar Yustinianus abad ke VI M.
Dalam ajaran agama samawi seperti syariat nabi Musa yang didasarkan dalam kitab Taurat mengajarkan tentang cinta kasih, persaudaraan dan amal saleh, demikian juga ajaran hukum gereja Kristen yang disusun gereja berdasarkan kitab injil, antara lain tentang kemerdekaan beragama dan persaudaraan kemanusiaan, dan perdamaian di bumi.
3. Periode Konstitusi
Kebanyakan konstitusi Barat mendukung hak-hak rakyat dan kemerdekaan dari kesewenangan negara dan dari penindasan oleh para diktator.
Salah satu ketetapan terpenting tentang HAM di Barat adalah deklarasi kemerdekaan Amerika tahun 1776. Dalam konstitusi tersebut ditegaskan bahwa manusia dilahirkan, dan senantiasa berada dalam keadaan merdeka dan memiliki hak yang sama menurut hukum.
4. Periode Hukum Internasional
Berbagai pertemuan dan konferensi diselenggarakan, serta perjanjian pun disetujui untuk menyelesaikan pertikaian dan permusuhan, juga menetapkan kaidah atau norma hukum internasional. Seperti persetujuan La Haye di Belanda tahun 1899 tentang perlindungan HAM dalam peperangan, Protokol Jenewa tahun 1925. Agar hak-hak dan kewajiban antarnegara dapat dilaksanakan maka dibentuklah badanbadan dunia, kemudian dikeluarkan piagam internasional yang berhubungan dengan HAM.
(Periode Perkembangan Hak Asasi Manusia Hal 114-119)
C. Perkembangan Generasi Hak Asasi Manusia
Dalam menelaah perkembangan hak asasi manusia, seorang ahli hukum dari Perancis Karel Vasak menggunakan istilah "generasi" untuk menunjuk substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada suatu masa tertentu sebagai salah satu acuan atau tolok ukur untuk melihat perkembangan dari hak asasi manusia.
1. Generasi Pertama Hak Asasi Manusia
Yang menjadi slogan dari hak generasi pertama ini adalah kebebasan yang digolongkan ke dalam hak sipil dan hak politik. Kedua hak ini dapat dikatakan sebagai hak yang "klasik"
2. Generasi Kedua Hak Asasi Manusia
Slogan dari hak generasi kedua ini adalah persamaan yang digolongkan ke dalam hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak ini muncul dari adanya tuntutan terhadap negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap orang mulai dari pangan, sandang dan papan hingga pada kesehatan dan kemakmuran setiap warga negaranya. Pada hak generasi kedua ini diletakkan pada terminologi yang positif.
3. Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia
Hak generasi ketiga ini mewakili slogan fraternite atau persaudaraan, di mana yang menjadi tuntutan dari hak ini adalah hak solidaritas atau hak bersama. Hak ini muncuI dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau dunia ketiga terhadap tatanan ekonomi dan hukum internasionai yanq adil.
(Perkembangan Generasi Hak Asasi Manusia Hal 119-121)
D. Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Sipil dan Politik
Pada intinya konvensi internasional tentang hak sipil dan politik dinyatakan dengan istilah yang mengikat secara hukum dan dianggap kedua hak tersebut sebagai hak generasi pertama turunan dari hak asasi manusia.
1. Hak Menentukan Nasib Sendiri
Majelis umum PBB pada tanggal 14 Desember l960 telah mengeluarkan suatu keputusan deklarasi tentang pemberian kemerdekaan bagi negeri-negeri dan bangsa-bangsa terjajah (Declaration on the Granting of lndependence to Colonial Countries and People), dengan tegas penjajahan dan segala bentuknya, dan berisi penegasan atas hak bangsa-bangsa dalam memperoleh kemerdekaan dan dalam menentukan nasib sendiri.
2. Persamaan Dalam Kedaulatan dan Hak-Hak lainnya
Dalam politik mewajibkan menjunjung tinggi persamaan hak antarnegara dan melarang melakukan pelanggaran atau intervensi terhadap urusan dalam negeri orang dan perampasan tanah dengan kekerasan.
3. Hak-hak Rakyat dalam Pergaulan Kemanusiaan
Pada tanggal 9 Desember 1948 PBB telah mengeluarkan persetujuan tentang pencegahan dan hukuman atas tindakan kejahatan permusnahan secara massal (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide). Konvensi ini melarang semua bentuk penganiayaan jasmani atau rohani.
4. Larangan Penghukuman Secara Massal
Tidak dibenarkan dalam suatu undang-undang mana pun, bahwa karena perbuatan seseorang atau suatu kelompok, seperti yang terjadi di Afghanistan, lrak dan Bosnia maka orang-orang tidak berdosa pun menjadi korban atas tindakan brutalisme.
Di antara sumber hukum internasional adalah kebiasaan (custom), perjanjian (traktat, treaty), ijtihad (pendapat) para ahIi hukum internasional, pembahasan para ulama dan prinsip-prinsip keadilan.
Diantara hak-hak asasi politik yang dikenal sekarang adalah keamanan internasional yang adil, demokrasi pemerintahan, hak pemilihan, hak menduduki jabatan dan tugas-tugas umum, prinsip hukum dan pemerintah, dan administrasi serta jaminan pengadilan yang bebas dan mandiri.
Dari uraian ini maka dapat dilihat bahwa konsep HAM terhadap hak sipil dan politik sejalan antara konsep syariat lslam dan konsep para filosof. Akhirnya kedua konsep tersebut menjadi ketetapan Dewan Perserikatan BangsaBangsa dalam usaha memberi pengakuan sekaligus perlindungan terhadap hak yang paling mendasar yang dimiliki oleh manusia.
(Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Sipil dan Politik Hal 124-128)
E. Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
1. Kebebasan Pendidikan dan Pengajaran
Deklarasi internasional tentang HAM telah nenetapkan pendidikan dengan cuma-cuma minimal tingkat dasar, mewajibkan nasionalisasi pendidikan profesi dan kejuruan serta memberi kemudahan memasuki lembaga-lembaga pendidikan tinggi bagi semua orang atas dasar persamaan yang sempurna, berdasarkan kecerdasan, dan juga tujuan
pendidikan diarahkan kepada perkembangan pribadi manusia terhadap penghormatan HAM.
Ilmu pengetahuan sangat penting untuk kemajuan peradaban manusia, ilmu pengetahuan dimaksud adalah tentang kebajikan dan kearifan.
2. Kebebasan Hak Milikdan Melakukan Tindakan Hukum
Menurut teori perundang-undangan tradisionaI yang menjadi asas undang-undang Romawi, hak milik itu meliputi hak milik mutlak, yaitu hak menggunakan sesuatu yang dimilikinya, hak memperoleh hasil dan hak melakukan tindakan atas harta.
3. Kebebasan Bekerja dan Hak-Hak Kaum Buruh
Organisasi buruh internasioal (lLO) telah menetapkan dengan rinci dasar-dasar umum bagi kebebasan bekerja, jaminan dan perlindungan terhadap buruh, seperti pembatasan jam kerja, jaminan kesehatan dan keselamatan, hak membentuk asosiasi, hari libur, dan lain-lain. Dalam syariat Islam antara lain hadits Nabi Muhammad Saw. menyatakan “Sesungguhnya Allah Swt menyukai apabila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan ia tuntaskan pekerjaan itu” dan “Berikanlah upah seseorang buruh sebelum kering keringatnya”.
Tidak hanya itu, Rousseau mengatakan bahwa hukum kodrati tidak menciptakan hak kodrati individu, melainkan menganugerahi kedaulatan yang tidak bisa dicabut. Perlindungan terhadap anak dan wanita sebagaimana yang selalu dibahas dalam Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa, secara Iangsung maupun tidak Iangsung merupakan
pengejawantahan dari implementasi hak asasi manusia dalam bidang ekbnomi, sosial dan budaya.
(Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Hal 129-132)