11:51:00 AM
DR.H.Nurudin Siraj.MA.MSi
Ringkasan
Filsafat Tentang Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Pengarang :Prawitra Thaalib
BAB 1
KENYATAAN
DAN PERISTIWA HUKUM
A.
Kenyataan sebagai
Suatu Peristiwa
Pada
hakikatnya, kenyataan atau
reality dapat diartikan
sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan hal nyata
atau real, yang dapat berarti
sesuatu yang berhubungan
dengan hal tertentu, aktual, murni dan benar. Jadi
dilihat dari unsur-unsurnya maka
suatu kenyataan haruslah berhubungan
dengan suatu hal
yang aktual, murni dan
benar-benar terjadi.
Selanjutnya, peristiwa
dapat diistilahkan sebagai
even, kejadian atau fenomena.
Kenyataan tersebut haruslah berupa
suatu even, kejadian, atau peristiwa
yang aktual, murni, dan
benar-benar terjadi. Dalam suatu kenyataan dapat
terjadi perubahan-perubahan
mendasar yang dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas dari
peristiwa tersebut sebagai
suatu kenyataan yang pada akhirnya
akan bermuara pada suatu kebenaran.
Perubahan-perubahan
tersebut mencakup esensi, eksistensi dan gejala dari sebuah peristiwa, yang mana perubahan
dari suatu peristiwa amatlah dipengaruhi oleh olah pikir dari
setiap pelaku dalam peristiwa
tersebut.
(Kenyataan sebagai
Suatu Peristiwa Hal 1 – 6)
B.
Kenyataan
dalam Peristiwa Hukum
Setelah
membahas mengenai kenyataan dalam suatu peristiwa, dapat ditemukan benang merah bahwa hal tersebut
dapat terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan olah pikir dari setiap pihak
atau pelaku yang terlibat dalam
peristiwa tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa tidak selamanya
peristiwa tersebut menghasilkan perubahan. Suatu peristiwa dapat saja
menghasilkan sesuatu yang bergejolak, namun hanya menghasilkan gejolak, tanpa menghasilkan
perubahan. Sebaliknya, ada suatu
peristiwa yang tidak menimbulkan gejolak namun secara tidak langsung
telah menghasilkan perubahan yang signifikan.
Perlu
diingat bahwa perubahan tersebut dapat terjadi atau tidak terjadi, bergantung
pada olah pikir pihak yang menang, apakah pihak yang menginginkan perubahan tersebut atau pihak
yang tidak nrenginginkan perubahan itu
untuk terjadi.
Terhadap kenyataan dalam peristiwa
hukum maka dapat dilihat dari peristiwa berikut, yaitu kejadian yang terjadi
diakibatkan oleh kesalahan pola pikir manusia
dalam kegiatan perdagangan internasional.
Hal tersebut diawali dengan kebijakan
pemerintah Amerika Serikat yang
menetapkan proteksronisme terhadap produk-produk domestiknya melalui Hawley
Smoot Tariff Act of
1930, yang selanjutnya diikuti
oleh lnggris. Jengan terjadinya
depresi besar pada tahun 1930-an tersebut terbukti bahwa kebijakan ini
sama sekali keliru.
Dalam penandatanganan Piagam Atlantik
(Atlantic Charter) pada bulan Agustus
1941 (dua tahun setelah penyerbuan Hitler ke Polandia), selain menggarisbawahi
semnganat kebebasan dan kemerdekaan, piagam ini juga bertujuan untuk
menciptakan sistem perdagangan yang berdasarkan pada prinsip nondiskriminasi
dan kebebasan tukar-menukar barang dan jasa antara negara yang satu dengan yang
lain. Setelah negara-negara sekutu memenangkan perang dunia kedua, salah satu
upaya untuk memperbaiki infrastruktur ekonomi, perbankan, dan perdagangan, pada
tahun 1943, negara-negara tersebut sepakat untuk melakukan perundingan, mengenai penyusunan Piagam Pembentukan United Nations (Perserikatan
Bangsa-Ba ngsa), diadakan konferensi di
Dumbarton Oaks, di Washington D.C., Amerika
Serikat.
Konferensi tentang hubungan
perekonomian internasional tersebut baru dilaksanakan di Bretton Woods pada
bulan Juli tahun 1944. Konferensi ini
bertujuan untuk mempromosikan perdagangan IiberaI dan kerja sama ekonomi multilateraI sehingga pada dasarnya
konferensi ini menghasilkan kesepakatan bahwa harus ada tiga organisasi utama
internasional, yaitu Bank Dunia (World
Bank), lnternational Monatery Fund (IMF), dan
lnternational Trade Organisation (lTO). Oleh karena itu, ketiga
lembaga tersebut lebih lazim dikenal
dengan istilah The Bretton Woods System.
Hal tersebut timbul karena munculnya
suatu kesadaran dalam masyarakat
internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral di bidang perbankan Bank Dunia (World Bank), di bidang
keuangan lnternational Monatery Fund
(lMF), dan di bidang perdagangan, yaitu International
Trade Organisation (lTO).
Fungsi dan peranan yang dapat
dilakukan oleh tiga lembaga tersebut di antaranya Bank Dunia (World Bank)
menangani masalah rekonstruksi pembangunan dan ekonomi, lnternationaI Monatery Fund
(IMF) menangani masalah keuangan, dan lnternational Trade Organisation (lTO)
menangani urusan perdagangan internasional.
Pembentukan ITO pertama kali
diusulkan oleh Amerika Serikat pada
tanggal 6 Desember 1944, Hal tersebut bertujuan untuk merealisasikan
apa yang telah disepakati dalam The
Bretton Woods System.
Sidang komisi tersebut dilakukan dari
tanggal 18 Oktober sampai 26 Desember
1945 yang menghasilkan rancangan Piagam London, namun para anggota peserta
pertemuan ini gagal mencapai sepakat untuk mengesahkan piagam tersebut.
Hal terpenting yang perlu diingat
dari peristiwa tersebut adalah bahwa setiap peristiwa tidak pernah langgeng,
antara Peristiwa yang satu dan yang
lain.
(Kenyataan dalam Peristiwa Hukum Hal 6-10)
C.
Natural Law Dalam Kenyataan
Pandangan terhadap hukum alam ini (Nature law/ius naturale) pernah
dikemukakan oleh Cicero yang mengutip pendapat dari Chysippus, yang menjelaskan
bahwa hukum merupakan nalar tertinggi yang melekat dengan alam yang
memerintahkan apa yang harus dilakukan dan melarang apa yang tidak harus
dilakukan.
Hukum alam (natural law) merupakan
hal yang sangat fundamental dalam jurisprudence.
Hal ini karena hukum alam merupakan referensi teriinggi yang merujuk pada semua
hukum yang ada.
Terhadap hukum dan moral, ada suatu
hubungan di mana hal ini dapat ditemukan adanya pengaruh moral dalam suatu
hukum.
Pengaruh moraritas daram hukum ini
secara umum lama-kelamaan akan menjadi berkurang. Sedikit demi sedikit didasarkan
pada observasi keinginan pembuatan aturan-aturan hukum jangka panjang melalui
kondisi budaya yang dinamakan sebagai hak
moral.
Selanjutnya, Neir MacCormick
mengatakan bahwa hukum alam ini memuat
dua kriteria, yaitu yang pertama adalah tes asal-usul (the
pedigree test), dan yang kedua tes
muatan (the content test). Mengenai tes
asal-usul, beberapa orang mengatakan bahwa
aturan adalah aturan hukum, untuk
menguji atau mengetesna dilakukan berdasarkan analisis fakta
institusional, D’Amato mengemukakan pendapatnya tentang empat kriteria praktis
yang dapat diterapkan dalam memberikan penilaian yang lebih spesifik terhadap muatan dalam tes muatan tersebut, yaitu
sebagai berikut.
Pertama, legislasi netral secara
moral melewati tes muatan. Dalam hal ini,
kebanyakan hukum, aturan, dan regulasi. Kedua, legislasi yang didukung secara
moral melewati tes muatan. Hal ini termasuk seluruh hukum kriminal, hukum
keluarga, dan hukum ganti rugi. Ketiga, hukum-hukum yang tidak disetujui yang memiliki kemungkinan berhasil
melewati tes muatan. Dalam hal ini, hukum akan terlihat tidak adil bagi
sebagian orang atau kelompok yang secara
keseluruhan ketidak adilan ini diinginkan untuk dihapuskan. Keempat, dalam suatu perumpamaan yang langka,
sebuah undang-undang atau keputusan pengadilan dapat menjadi amoral secara luar biasa, yang mana hal
ini gagal dalam melewati tes muatan sehingga sesuatu tersebut harus dilucuti dari istilah hukum.
Terhadap hal ini, Joseph Raz secara
tidak langsung mengutarakan pendapatnya yang menolak tentang otoritas moral dari
suatu hukum. Hal ini berkaitan dengan dua pandangan, yaitu yang pertama adalah
bahwa setiap orang memiliki alasan moral untuk bekerja sama dalam menjaga
tujuan-tujuan sosial.
Pandangan kedua adalah hukum
merupakan alat untuk menjaga tujuan-tujuan tersebut supaya tercapai.
Selanjutnya, Raz menekankan bahwa hukum
memiliki dua fungsi sebagai suatu kesatuan, dalam hal ini, kebanyakan para
teoretis politik mengakui bahwa tidak ada keharusan umum untuk mematuhi hukum,
tetapi ditekankan bahwa ada keharusan untuk mematuhi hukum sebagai suatu alasan
untuk berada dalam satu negara karena hukum tersebut ada untuk mengatur
masyarakat yang berada pada suatu negara.
Dalam hukum alam, hukum adalah
sesuatu yang dianggap divine, yaitu
sesuatu yang datang langsung dari Tuhan. Oleh karena itu, siapa pun yang mematuhi
dan menaati hukum maka dianggap telah mematuhi dan menaati Tuhan.
Ada pendapat dari para ahli hukum
yang menyatakan bahwa hukum harus
terlepas dari moralitas karena tidak ada keharusan moral untuk mematuhi hukum.
Hal ini ada benarnya, namun yang perlu diingat bahwa hukum ada untuk menjaga
dan menjamin terciptanya kehidupan yang damai dan sejahtera.
(Natural Law
dalam Kenyataan Hal 10-16)
BAB 2
EPISTIMOLOGI DALAM FILSAFAT HUKUM
A.
Ruang Lingkup Epistemologi Hukum
Kata yang pertama,
yaitu "episteme"
mempunyai arti sebagai pengetahuan,
sedangkan "logos" berarti studi
teoretikal atau kritikal
terhadap sesuatu sehingga
secara linguistik legal, epistemology
juga dapat diartikan
sebagai studi teoretikal terhadap
suatu pengetahuan hukum
(legal science).
Akan tetapi yang terpenting dari
semua hal tersebut dan yang
mesti dipahami adalah
bahwa sesungguhnya epistemologi tersebut harus
mempelajari prinsip-prinsip, hipotesa-hipotesa dan hasii
dari berbagai macam pengetahuan dengan tujuan untuk menjelaskan
nilainya sebagai suatu
skema pengetahuan.
Mengenai ruang lingkup epistemologi dalam filsafat hukum ini dapat dikategorikan
ke dalam empat cakupan, yaitu epistemology and
jurisprudence (istiiah jurisprudence
ini dalam Black's law dictionary disebutkan, bahwa jurisprudence ini sebetulnya adalah istilah yang berkembang pada abad ke-l8, yang berarti
studi terhadap prinsip pertama dari
hukum alam, hukum sipil ataupun hukum negara-negara.
Ruang lingkup epistemologi tersebut adalah yang pertama epistemology and jurisprudence. Pada
lingkup ini penyelidikan secara epistemologikal hukum dilakukan pada pengenalan
terhadap buku-buku teks tradisional yang berkaitan dengan hukum. Hal ini dapat
dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, pendekatan epistemologikal hukum.
Kedua, dengan menggunakan beberapa teori hukum yang bertujuan untuk menangkap
fenomena tersebut. Ketiga, cara epistemologikal yang bekerja dari hukum-hukum
tradisional.
Lingkup kedua dari epistemologi adalah epistemology and comparative law. Dalam hal ini, pengetahuan hukum
membutuhkan suatu perbandingan antarsistem hukum yang berlainan satu sama lain.
Tujuan dari perbandingan hukum ini adalah mengungkapkan bentuk-bentuk
pengetahuan hukum berdasarkan detail dari setiap perbedaannya.
Kemudian
dalam lingkup epistemology and view
points. Menurut Holmes, hal ini adalah sederhana namun penting karena ahli
hukum Jerman akan melihat hukum sebagai suatu sistem yang scientific berdasarkan prinsip-prinsip dan aksioma-aksioma dari
mana solusi hukum tersebut dapat ditemukan secara dedukatif logis. Sementara
itu, pengetahuan hukum menurut beberapa juris adalah hal tentang suatu
proposisi sistematis yang disusun dalam konsep-konsep dunia abstrak.
(Ruang
Lingkup Epistemologi Hukum Hal
17-20)
B.
Epistemologi Dalam Filsafat Hukum
Setelah membahas mengenai cakupan dari sepistemologi tersebut, kita akan
memahami tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam epistemologi ini. Dalam hal ini,
seorang filsuf hendaknya memandang hukum
dari segi metafisik dan nilai-nilai sehingga dapat timbul suatu pengertian atau pemahaman terhadap hukum
berdasarkan pandangan yang mendunia.
Mengenai macam-macam jenis pendekatan dalam epsitemologi, maka
pendekatan pertama adalah the
philosophical approach. Dalam pendekatan ini, ada dua cara membandingkan
pendekatan filosofis ini, yang pertama adalah seseorang bisa melihat filsafat
dari posisi penelitian.
Selanjutnya cara kedua adalah seseorang dapat meninggalkan seluruh
gejala yang berhubungan dengan penelitian dan melihat hukum sebagai bagian dari
filosofi.
Sementara itu, dalam
pendekatan selanjutnya yaitu the
synchranic approach menegaskan
bahwa suatu alat bukti dari observasi empiris dipandang sebagaimana suatu sejarah hukum. sehingga filsafat hukum mampu menyediakan skema-skema alasan, mampu
untuk mengangkat asal mula historisnya, yang mana selanjutnya hukum akan dipandang
suatu risalah (ratio naturalis yang
terabstraksi dari sejarah).
Selanjutnya adalah pendekatan terakhir, yaitu the diachronic approach. DaIam pendekatan ini, epistemologi tidak dapat
terlepas dari filsafat bahkan mungkin dari sejarah sekalipun sehingga sebagai selalu
pendekatan alternatif untuk mengsinkronisasikan
sesuatu yang pantas digunakan adalah
diakronik ini.
Kemudian mengenai episternologi ini antara epistemologi hukum dan epistemologi sejarah memiliki keterkaitan
antara satu sama lain, yang mana hal ini
dimulai pada saat sisi historis dan pemikiran tentang hukum dimulai sebagai
suatu pertanyaan yang kontroversial".
Namun ada pendapat terkini yang menyatakan bahwa dalam meneliti masalah
hukum hal yang harus di pahami pertama kali adalah paradigma, karena suatu legal research perubahan terhadap
paradigma penelitian adalah hal yang utama.
Berbicara mengenai istilah paradigma maka, paradigma dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan rasionalitas yang memiliki
beberapa hal ataupun ide yang memberikan
arahan kepada suatu disiplin ilmu.
Fakta dalam suatu hukum adalah jantung dari pemeriksaan terhadap konsep-konsep dan institusi-institusi sebuah
aturan. Dalam hal ini, epistemorogical
dan methodoIogical terhadap
penyelidikan hukum menjadi semacam jembatan
penghubung antara dua dunia, yaitu dunia
hukum dan dunia fakta sosial.
Dalam perkembangan epistemologi ini, ada sesuatu yang dikenal dengan
istilah Glossators dan Post-glossators. Glossators (gloss berasal
dari bahasa Yunani yang berarti bahasa dan kata)
Mereka disebut dengan istilah glossators karena mereka menganotasikan (glossed) seluruh pernemuan baru teks
hukum Romawi dengan komentar interprestasi terhadap hal-hal yang sulit dan
saling melakukan referensi silang antara satu dan yang lain.
Adapun post-glossator masih berada pada posisi kajian teks-teks romawi
yang aktual pada saat itu.
Mengenai efek dari hal ini adalah dengan terhapusnya secara tidak
langsung hukum Romawi sebagai suatu sumber formal pengetahuan hukum sehingga
pada saat kemunculannya objek dari suatu legal
science adalah kode-kode tertentu.
(Epistemologi Dlalam Filsafat
Hukum Hal 21-30)
BAB 3
FALSAFAH HUKUM SEBAGAI SUATU JANJI
A.
Kebenaran, Moralitas dan Janji dalam Filsafat Hukum
kebenaran ada bukan
karena diciptakan, dibuat, ataupun
dibentuk, melainkan karena kebenaran
tersebut pada hakikatnya harus ada dan
memang ada karena
kebenaran dan kehidupan merupakan
satu kesatuan yang tidakdapat
dipisahkan antara satu dan yang
lain.
Berbicara mengenai
nilai-nilai tentang bagaimana
hidup dan memperlakukan
orang lain harus
diawali dengan isu
fiiosofis yang besar. Lsu tidak
merupakan sesuatu hal yang
dapat dengan gampang ditentukan karena terhadap
nilai-nilai tersebut diperlukan
adanya suatu ujian bahwa nilai-nilai
tersebut telah hidup melewati jangka waktu tertentu. Demikian juga, nilai-nilai
tersebut dapat diturunkan kepada generasi-generasi penerus dari masyarakat
tersebut.
Mengenai dari mana nilai-nilai tersebut berasal, tidak dapat dipecahkan
hanya dengan mengulang-ulang nilai tersebut, ataupun mempraktikan nilai
tersebut berulang-ulang, tetapi harus melakukan suatu survive melewati
perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan olah pikir dari setiap
generasi di mana nilai-nilai tersebut tumbuh.
Terhadap nilai-nilai tersebut yaitu tentang apa yang pantas dan tidak
pantas setelah melewati survive maka akan berkembang menjadi suatu moral dan
etika yang menjadi pedoman dalam pergaulan masyarakat. Dilihat dari hakikatnya,
isu filosofis tersebut tampaknya telah terjawab, namun hal ini justru
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru yang menimbulkan isu-isu filosofis baru
pula, serta pertanyaan-pertanyaan tentang moral dan etika merupakan suatu
dimensi yang tdak dapat dipungkiri.
Salah satu isu filosofis yang timbul adalah apa saja takaran atau
patokan dari suatu nilai supaya mempunyai nilai moral dan etika, apakah dilihat
dari jumlah orang yang menyetujui pandangan tersebut (kuantitas) atau dilihat
dari kualitas nilai tersebut.
Terhadap penilaian moral tersebut,
ada dua perbedaan
yaitu internal dan eksternal
skeptisisme tentang moralitas.
Dalam hal ini, orang-orang memiliki
batasan dan pandangan
dalam hal benar dan ialah, baik
dan buruk serta berharga
dan tidak berharga.
Di lain pihak, internal dan
eksternal skeptisisme memiliki perbedaan yang
tajam dan kontras,
di mana dalam internal skeptisisme akan
terus mempertahankan diri dan
menolak penilaian-penilaian moral yang berpotensi
menjadi suatu kebenaran. Sementara
itu, eksternal skeptisisme tidak
bisa meninggalkan
penilaian-penilaian moral yang
berpotensi sebagai suatu
kebenaran karena kebenaran
tersebut tidak berasal dari
dalam, tetapi dari penilaian-penilaian moral oleh pihak
luar yang dapat berpotensi menjadi kebenaran.
Berdasarkan penilaian tersebut,
hal terpenting dan yang menentukan baik atau buruknya
adalah obyektivitas terhadap alasan karena secara tidak langsung
obyektivitas dapat memberikan
cara tersendiri dalam menentukan peniiaian terhadap suatu nilai moral.
Men genai skeptisisme moral
adalah posisi moral itu sendiri,
ini adalah klaim
yang sangat penting karena akan mengalami beberapa perubahan,
yaitu sesuatu yang mencakup esensi, eksistensi,
dan gejala-gejala tertentu mengenai kesalahan
skeptisisme eksternal yang menekankan seluruh klaim moral adalah
palsu maka kesalahan skeptis ini perlu direvisi pandangannya,
yaitu hanya menekankan pada seluruh penilaian-penilaian moral positif adalah palsu.
John Mackie, seorang ahli kesalahan skeptis ternama saat ini berargumen
bahwa klaim moral
positif pasti palsu karena
ada orang-orang tidak setuju
tentang mana yang
benar, dalam hal ini terdapat dua
kelompok yaitu mayoritas
dan minoritas.
Berkaitan dengan hal tersebut,
ada meta-etika teori yang sangat
populer yang seringkali
dikatakan sebagai skeptis
yang disebut konstruktivisme,
yang dipopulerkan oleh John Rawls dalam bukunya A
Theory of Justice. Menurut pandangan penilaian-penilaian moral
adalah sesuatu yang
terkonstruksi bukan ditemukan.
Menurut Rawls sebagaimana yang
dikutip oleh Sen bahwa terhadap kekuatan dari
suatu moral dapat
dibagi menjadi dua bagian, yang pertama
adalah kapasitas dari suatu paham keadilan, dan yang
kedua adalah kapasitas
dari suatu konsepsi yang baik.
Menurut Rawls, sebagaimana
yang dikutip oleh
Sen, menyatakan bahwa posisi yang sesungguhnya dan pantas bagi status
quo suatu keadilan
adalah dengan menjamin bahwa
setiap kesepakatan-kesepakatan fundamental yang disepakati
haruslah adil.
Penilaian-penilaian moral sebagai
jawaban sehingga dari
pertanyaan tersebut dapat
dikategorikan lagi menjadi
dua. Hal pertama dinamakan pertanyaan-pertanyaan substansil dan kedua
disebut meta-etika, yang
semuanya tergolong dalam realisme
moral dan skeptisisme eksternal.
Berbicara
mengenai kausa moral
maka akan dihadapkan pada pertanyaan
benar dan salah,
dari mana pendapat ini datang, atau apa pendapat terbaik
untuk menjawab pertanyaan
tersebut ataupun membantahnya. Ada
yang berpendapat bahwa kausalitas adalah mitos
bahkan lebih dari itu dikatakan
sebagai mitos yang
tidak memiliki tujuan.
(Kebenaran, Moralitas dan Janji dalam Filsafat Hukum Hal 31-44)
B.
Pemikiran Marx sebagai “Breaking
Down System” terhadap Suatu Janji
Dalam karyanya An lntroduction to
the Philosophy of Law,
Pound pernah mengemukakan bahwa hukum
hendaknya dipandang bukan sebagai
will melainkan sebagai
want yang
mau tidak mau harus
dipenuhi.
Hukum dipandang sebagai suatu kebutuhan maka hukum akan mengalami suatu
kondisi kepuasan yang tidak pernah berakhir karena pada prinsipnya kebutuhan
berbeda dengan keinginan yang dapat mencapai titik maksimum suatu kepuasan.
Terhadap masalah hukum
sebagai suatu janji, dalam
bukunya yang berjudul Poverty of Philosophy, Karl
Marx menyebutkan bahwa “gold and
silver were the
first commodities to
have their value constitued”.
Menurut beliau, hal ini
terjadi karena adanya bentuk
konkret dari janji
yang dibuat oleh
masyarakat yang berkepentingan.
Dari pendapat Marx tersebut
dapat dikatakan bahwa
emas menjadi suatu komoditas yang sangat berharga di settiap masa,
negara dan masyarakat.
Pada dasarnya, pemikiran Marx
ini muncul berdasarkan kejadian yang melanda
lnggris pada abad ke-19, yang mana
pada saat itu banyak petani lnggris
yang pindah dari
desa ke kota-kota besar di lggris dan
Skotlandia, dengan harapan
ingin mencari pekerjaan.
Menurut Marx, ada suatu kenyataan
yang dapat dijelaskan dari kenyataan terhadap eksistensi
manusia. Hal ini terdapat
pada perubahan dalam sejarah dari manusia
itu sendiri, yaitu mengenai tipe dari kenyataan tersebut.
Selain itu, Marx juga berpendapat bahwa seluruh
perubahan tersebut disebabkan
oleh perubahan dalam suatu
kekuatan ekonomi (economic force)
yang
mengendaIikan suatu masyarakat.
Dalam hal ini, Marx mendiagnosa struktur kelas sebagai suatu symptom yang
menunjukkan bahwa kegiatan
produksi terkontrol dengan baik.
Menurut Engels, terhadap kegiatan
produksi, segala sesuatunya bergantung pada atau tiaknya,
sedikit atau banyaknya permintaan
dan hal tersebut dipengaruhi oleh dua hal, antar lain sebagai berikut. Pertama,
adanya penyimpangan nilai-nilai dari komoditas yang terus berkelanjutan.
Kemudian
hal yang kedua adalah kompetisi yang mengarah pada operasi hukum terhadap nilai
komoditas produksi dalam perkumpulan para produsen yang akan melakukan
pertukaran komoditas mereka.
(Pemikiran Marx sebagai “Breaking Down System” terhadap Suatu
Janji Hal 44-51)
C.
Hukum sebagai Suatu Janji
Masyarakat dan hukum tampaknya
tidak terpisahkan antara satu dan yang
lain, hal ini dapat
dilihat dari ungkapan
Cicero yang ubi societas ibi ius yang
memiliki pengertian dimana
ada masyarakat di situ ada hukum
sehingga secara langsung
ataupun tidak langsung hukum pun juga mengikuti
perkembangan masyarakat di mana hukum
tersebut bertumbuh.
Pada
awalnya hukum dikatergorikan sebagai bagian dari limu sosial. Hal ini
disebabkan pada awalnya para ahli dan ilmuwan menganggap ilmu pengetahuan hukum
tersebut sebagai the science of law
atau legal science.
(Hukum sebagai Suatu Janji Hal 55)
BAB
4
HAK
ASASI MANUSIA SEBAGAI SUATU NEDD DAN
JANJI
A. Hak
Asasi Manusia Sebagai Suatu Need
Berbagai
macam pendapat tentang kapan hak asasi manusia ( ilmuan rights) mulai
mendapatkan pengakuan dalam kehidupan bermasyarakat. Ada yang menyatakan bahwa
pengakuan hak asasi manusia ini secara tidak langsung telah di mulai dengan di
susunnya kode ( kitab Undang – undang ) Hammurabi ( 1792 – 1750 SM) yang di
temukan oleh para arkeolog prancis di bagian barat daya iran. Dalam kode
Hammarubi ini memuat 282 aturan hokum yang di dasarkan pada prinsip Lex
talionis, yaitu hukuman yang setimpal dengan kejahatannya.
Terlepas dari
semua itu, praktik nyata mengenai konsep hak asasi modern ini dimulai pada
tahun '1688. Hal ini ditandai dengan praktik revolusi lnggris yang menghasilkan
Bill of Rights, yang intinya mengatur bahwa manusia sebelum memasuki masyarakat
memiliki hak-hak tertentu, antara lain adalah hak untuk hidup, hak kemerdekaan
(bebas dari kesewenang-wenangan), dan hak milik.
Kemudian, pasca
Perang Dunia II, HAM mulai mendapatkan pengakuan dari dunia internasional,
yaitu dengan diresmikannya Universal
Declaration of Human Rights, pada tanggal l0 Desember 1948, di mana pada
saat pengesahannya terdapat 48 negara yang mendukung, 0 negara yang menentang
dan 8 negara yang abstain.
Apakah
permasalahan mengenai HAM ini selesai ? seiring dengan perkembangan zaman,
ternyata permasalahan di bidang ‘HAM’ ini semakin kompleks. Hal ini karena pada
pasca perang dunia II, muncul suatu masa yang lazim disebut era perang dingin (
cold war ), yaitu persaingan idiologi politik dari Negara – Negara pemenang
perang dunia II ( Uni Soviet dan Amerika serikat ) sehingga kondisi ini
menyebabkan peta kekuatan dan politik dunia terpecah menjadi dua blok, yaitu
blok timur ( Uni Soviet dan Negara Sino Sovietnya ) dan blok Barat ( Amerika Serikat dan anggota
Natonya ).
Sebagai contoh
pelanggaran HAM yang terjadi pasca penandatanganan Universal Declaration Of
Human Rights adalah perang saudara di cina antara komunitas mao tse tung ( di
dukung oleh Uni Soviet ) dan korea selatan ( didukung AS) pada tahun 1954 –
1963 bahkan Indonesia pun juga hamper terjadi perang saudara yang di timbulkan
oleh klompok komunis Pro Uni Soviet, jika seandainya tidak di tindaklanjuti
secara cermat oleh Presidan Soekarno pada tahun 1948 dan presiden soeharto pada
tahun 1965.
Di samping,hal
tersebut, contoh konkret yang membuktikan bahwa masalah HAM adaah masalah yang
kompleks di antaranya sebagai berikut. Berakhirnya perang dingin tidak menjadi
pertanda bahwa permasalahan HAM telah berakhir.
Ironisnya seluruh
kejahatan pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh negara yang katanya paling
tinggi menjunjung HAM di dunia, yaitu Amerika Serikat.
Akan tetapi, ada
pandangan lain bahwa hak itu sendiri sebenarnya tidak terlepas dari hukum
ataupun kewajiban.
Hal tersebut
karena terkadang hukum juga menimbulkan suatu peristiwa hukum, yaitu peristiwa
yang menimbulkan hubungan hukum, antara lain berupa hak dan kewajiban.
Selaln itu, dapat dikemukakan bahwa
hak adalah kepentingan yang
dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah
tuntutan perorangan atau
kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.
Akan tetapi apabila dihubungkan dengan unsur - unsurnya, tidak semuanya bahwa hak
tersebut dilandasi oleh hukum (atau dalam arti lainnya hak moral tersebut telah mendapat semacam payung hukum). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hak dikenal dengan dua jenis, yaitu hak
hukum positif dan hak moral.
Dalam hal ini,
hak moral berbeda dengan keterangan sebelumnya, yang menyatakan bahwa hak moral
dapat berubah renjadi hak hukum apabila mendapat pengakuan penerapan dari masyarakat.
Menurut James W.
Nickel, hak asasi manusia memiliki reberapa ciri yang sangat menonjol
dibandingkan dengan hak - hak lain diantaranya sebagai berikut. Hak asasi
manusia adarah hak untuk sendiri. Hak asasi manusia adarah hak yang dianggap
bersifat Universal yang dimiriki oleh manusia semata-mata karena ia adalah
manusia, Hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya dan tidak bergantung
pada pengukuan dan penerapannya dalam sistem hukum adat atau sistem hukum di
negara-negara tertentu.
Dalam analisis
tentang hakikat hak itu sendiri, James W. Nickel pertama kali mengemukakan
tentanq unsur - unsur dari hak itu sendiri, di anraranya sebagai berikut.
setiap hak mengidentifikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya.
Hak adalah untuk suatu kebebasan atau keuntungan.
Otoritas dan keuntungan, mengklaim suatu hal sebagai hak seseorang, dan memfokuskan kegunaan
hak bagi pemilik hak saja.
Hak
Asasi Manusia Sebagai Suatu Need ( Hal
59 – 70 )
B.
Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu janji
Konsep hak asasi manusia menurut beberapa pakar dari
yang sederhana sampai pada filsafat
Stoika di zaman kuno, berdasarkan yurisprudensi
hayati (natural law), Grotius dan
lus Naturale dari Undang-Undang Romawi.
Hak
asasi manusia (human rights) pada mulanya adalah produk mazhab
hukum kodrati. Hal ini dapat dilihat mulai dari zaman kuno
sampai pada zaman modern, hukum kodrati yang mendalam abad pertengahan bersamaan
dengan tulisan para filsuf pertama
kristiani (Santo Thomas
Aquinas).
Akan tetapi, menurut Bapak Hukum lnternasional Hugo de Groot (Belanda) dengan nama lainnya Grotius dalam makalahnya, De iure Belli ac Pacis menyatakan bahwa hukum
kodrati merupakan landasan hukum
semua hukum positif
atau hukum tertulis yang dapat
dirasionalkan dan nonempiris dengan me
helaah aksioma ilmu ukur.
Terhadap
hak asasi manusia sebagai suatu janji dapat diuraikan sebagai berikut. Pada dasarnya, hukum hak asasi
manusia merupakan cabang hukum internasional, proses terbentuknya sama dengan hukum internasional.
Adapun
mengenai traktat adalah persetujuan antara dua negara atau lebih
mengikatkan secara hukum dalam bidang
tertentu. Di dalam Konvensi Wina menyatakan traktat adalah persetujuan internasional dalam bentuk tertulis di antara
negara-negara.Traktat antara dua negara disebut bilateral
dan traktat antara lebih dari dua negara disebut multilateral (umum).
Metode yang digunakan untuk menafsirkan traktat adalah kaidah pasal 31 konvensi
wing, yang menyatakan bahwa suatu traktat haruslah ditafsirkan dengan jujur sesuai dengan makna
dalam konteksnya dengan mengikat maksud
dan tujuan traktat itu.
Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu janji ( hal 70
– 76 )
BAB
5
HAK
ASASI MANUSIA DALAM DUNIA INTERNASIONAL
A.
Asal Usul Hak Asasi Manusia
Perhatian
Dunia internasional terhadap
hak asasi manusia dipengaruhi
oleh isu kemanusiaan, di
mana secara legal diatur dalam piagam PBB tahun 1945, yaitu tentang perlindungan hak asasi manusia dalam sistern internasional. Tujuan dari piagam PBB adalah
memberikan perlindungan hukum
terhadap masyarakat dan negara internasional yang berdasarkan hukum.
1.
Asal-Usul Domestik
Hak Asasi Manusia
Konsep
hak asasi manusia menurut beberapa pakar dari yang sederhana sampai
pada filsafat Stoika di
zaman kuno berdasarkan yurisprudensi
hayati atau kodrati atau yang lebih dikenal dengan istilah hukum alam (natural
law). Hukum alam dipopulerkan oleh Grotius melalui ius naturale
dari Undang - Undang Romawi.
a. Pengalaman lnggris
Magna
Carta merupakan awal perjuangan hak
asasi manusia (kaum bangsawan) lnggris,
yang isinya adalah kesepakatan pembagian kekuasaan antara Raja John dan kaum bangsawan.
Kedua
pandangan di atas ada benarnya karena
Bill of Rights bukan hanya mengatur kaum borjuis melainkan juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan HAM, walaupun
pada waktu itu pengaturan belum
menyangkut semua warga negara lnggris.
b. Pengalaman Amerika Serikat
Dalam upaya melepaskan koloni-koloni
itu dari kekuasaan lnggris menyusul ketidakpuasan terhadap
tingginya pajak dan tidak adanya
wakil parlemen lnggris, maka para pendiriAmerika Serikat mencari pembenaran dalam teori kontrak
sosial dan hak-hak kodrati dan
Locke dan para filsuf Perancis.
Sebelum deklarasi
Amerika, deklarasi hak asasi Virginia
(The Virginia Declaration of Rights) yang
disusun oleh George telah
mencantumkan hak-hak yang spesifik yang harus dilindungi,
antara lain kebebasan pers, kebebasan beribadah.
Dengan demikian
para penyusun naskah UUD Amerika
Serikat terpengaruh gteh Declaration Vilginia dengan memasukkan perlindungan hak-hak manusia dengan mengadopsi Bill of Rights yang memuat daftar hak-hak individu melalui beberapa kali amandemen.
c. Pengalaman Perancis
Revolusi
Perancis dengan perjuangan
kemerdekaan AS mempunyai ciri yang
sama dengan tujuan berbeda. Jika
perjuangan AS untuk kemerdekaan yang berdaulat, sedangkan Perancis bertujuan
untuk menghancurkan pemerintahan yang sah dan menggantikan dengan
pemerintahan yang demokratis (orde
baru).
Revolusi Perancis
juga mencerminkan teori kontrak
sosial serta hak-hak kodrati dari Locke
dan para filsuf - filsuf Perancis
Montesclieu dan Rousseau.
Dari
uraian tersebut maka dapat dilihat bahwa sejarah dan perkembangan hak asasi manusia yang terjadi
di lnggris, Amerika serikat, dan
Perancis merupakan penindasan dan kesewenangan
yang dilakukan terhadap rakyat
oleh penguasa.
revolusi
yang terjadi di Amerika dan perancis dapat dikatakan sebagai yang paling penting karena di
daram revorusi tersebut
hak asasi manusia menjelma menjadi:
a. Hak-hak yang kodrati, inheren, universal dan tidak dapatdicabut manusia, oleh karena
mereka adalah kawula hukum suatu negara.
b. Memiliki perlindungan terbaik dalam kerangka yang demokratis (konsep penentuan nasib sendiri) yang
bersirat politis.
c. Memiliki batas-batas pelaksanaan hak-hak hanya dapat ditetapkan atau dicabut oleh
undang-undang (dalam rangka rule of
law).
Dari
uraian diatas dapat dikatakan bahwa
pengertian hak asasi manusia
telah berarih, dari perrindungan individu
kepada hak sosial dan ekonomi (tidak sratis tapi dinamis).
Asal-Usul Domestik
Hak Asasi Manusia ( hal 77 – 82 )
2.
Perkembangan lnternasional
sebelum Perang Dunia Kedua
a. Individu dalam Sistem Internasional
lndividu
sebagai kawula negara, tunduk pada
kewenangan pemerintah mereka, dan negara lain tidak boleh mengintervensinya.
Untuk itu, negara-negara barat seharusnya mempunyai
standar internasional terhadap perlindungan orang asing.
b. Investasi Kemanusiaan
Sebelum piagam PBB, individu pada dasarnya tetap tunduk pada penguasa. Sejumlah negara besar pada abad ke-19 mengakui hak
intervensi kemanusiaan untuk mencegah kekaisaran Ottoman menganiaya
kaum minoritas di Timor Tengah dan daerah Balkan.
c. Penghapusan Perbudakan
Penghapusan
perbudakan merupakan perkembangan kemanusian dalam hukum internasional. Penghapusan
perbudakan adalah dalam
rangka kepedulian terhadap kemanusiaan.
d. Palang Merah Abad 19 (1863)
Pembentukan komite palang merah internasional
untuk melindungi korban perang dan perlakuan terhadap tawanan perang.
e. Organisasi Buruh
Internasionsl (lLO)
Organisasi
buruh internasional dibentuk berdasarkan traktat Versailles (1919) yang merupakan respons kepedulian sekutu mengenai
keadilan sosial dan standar
perlakuan terhadap kaum buruh industri yang diilhami oleh Revolusi Balshewik yang menjadi
badan khusus PBB sebagai pendahuluan
sistem proteksi terhadap hak ekonomi, sosiai, dan budaya.
f.
Liga
Bangsa-Bangsa
Liga
Bangsa-Bangsa adalah sebuah organisasi
internasional, dimana negara-negara anggota wajib mengupayakan
sasaian-sasaran kemanusiaan, disamping menjamin perdamaian dan
keamanan serta memperlancar kerja sama
internasional.
g. Traktat Mengenai Kaum Minoritas
Traktat
yang memproteksi kaum minoritas adalah
menyangkut kelompok bukan hak-hak individu. Tujuan traktat ini memastikan perlakuan yang
sama bagi minoritas etnis agama dan bahasa.
Perkembangan Internasional sebelum Perang Dunia Kedua ( hal 83 – 85 )
3.
Perkembangan lnternasional Sesudah Perang Dunia Kedua
a. Perserikatan Bangsa-Bangsa
Setelah perang
dunia kedua hukum HAM inrernasional semakin berkembang yang diawali Kekuasaan Nazi terhadap penduduk Jerman dan
rakyat di wilayah yang ditaklukan.
Selanjutnya
dalam konsep hak asasi manusia yang modern dapat dijumpai di dalam revolusi Inggris,
Amerika serikat dan perancis pada abad 17 dan 18.
Menurut
Sri Soemantri dalam Aspirasi Pemerintah, Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa
hak asasi manusia merupakan hasil
perjuangan selama berabad-abad di negara barat.
b. Piagam PBB dan Deklarasi universal
Pasal
2 ayat (7) piagam PBB menegaskan kembali asas nonintervensi oleh PBB. Pasal ini juga memuat beberapa acuan
khusus terhadap hak asasi. Di dalam
mukadimah piagam menegaskan kembali keyakinan
rakyat-rakyat PBB pada hak-hak manusia
yang asasi, yaitu martabat dan
harga diri manusia dan hak-hak yang sama bagi pria dan wanita.
c. Konvensi Khusus PBB
Untuk
mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia secara universal ditemui banyak kesulitan Untuk itu PBB menyusun instrumen hukum yang mengikat berkaitan
aspek-aspek HAM yang khusus yaitu traktat yang mengenai pencegahan dan penghukuman (pembuatan manusia).
d. PBB dan Dekolonisasi
Tindakan
PBB dalam masalah dekolonisasi adalah sistem perwakilan untuk menghormati hak
asasi manusia dan kebebasan asasi semua orang, sistem ini diawasi oleh PBB
melalui dewan perwalian.
e. Proses Helsinki
Perkembangan internasional yang terjadi selama periode detente (peredaan
ketegangan) antara Blok
barat dan Blok komunis pada awal 1970
adalah konferensi mengenai keamanan dan kerja semua di Eropa yang dikenal dengan
Proses Helsink.
Sedangkan
Uni Soviet berkepentingan agar tapal batas sebelah barat diakui pihak barat dan berusaha memperoleh komitmen
tentang HAM dari Blok Timur.
Dengan
piagam ini negara-negara Blok komunis komitmen
terhadap prinsip-prinsip
kebebasan demokratis yang luhur.
1)
Sistem Eropa
Sistem yang paling maju dalam hal daya tahan jumlah yurisprudensinya adalah
sistem Eropa (Konvensi Eropa mengenai
hak asasi manusia dan kebebasan Fundamental 1950).
Konvensi Eropa dan kesepuluh protokolnya
terutama mengenai proteksi terhadap hak sipil dan politik, meskipun
protokol I dimaksudkan untuk memproteksi hak milik pribadi sedangkan
proteksi untuk hak ekonomi dan sosial.
dalam
kenyataan piagam tersebut tidak
berjalan sesuai yang diharapkan.
2)
Sistem antar – Amerika
Sistem antar-Amerika dibentuk oleh dua mekanisme proteksi yang masing-masing berdiri sendiri. pertama, Organisasi Negara Amerika (OAS).
Kemudian protokol Pacta san Salvador (1989)
3)
Piagam Afrika
Piagam Afrika mengenai hak-hak manusia dan
rakyat (1981) dikenal juga piagam
Banjul (ibu kota negara Gambia)
Piagam
ini memuat sejumlah hak-hak sipil dan politik di samping hak ekonomi sosial dan
budaya, kemudian hak generasi ketiga,
hak solidaritas.
Perkembangan lnternasional Sesudah Perang Dunia Kedua ( hal 85 – 90)
B.
Teori Tentang Hak Asasi Manusia
Ada dua alasan yang menyatakan bahwa penelitian aspek-aspek hak asasi
manusia yang analitis dan normatif.
1. Proteksi hak asasi manusia merupakan
masalah hukum nasional (domestik). Tetapi jika hukum nasional
tidak memenuhi standar hukum
internasional maka diserahkan pada hukum internasional untuk proteksi bagi HAM.
2. Sebagai dasar instrumen hak asasi
manusia menciptakan lembaga untuk mengawasi sistem dan berfungsi seperti
pengadilan dengan menerapkan teknik tradisional.
Oleh
karena itu dalam
menganalisis bagaimana cara orang - orang ini membuat keputusan,
adalah tepat untuk diterapkan berdasarkan analog teori - tedri para ahli
hukum nasional. Untuk ini secara rinci
yurisprudensi Mahkamah Eropa tentang
hak asasi manusia (European
Court of Human Rights) perlu ditelaah lebih luas.
1.
Hukum Kodrati dan Hak Kodrati
Hak
asasi manusia (human rights) pada
mulanya adalah produk mazhab hukum kodrati. Hal ini dapat dilihat mulai darizaman kuno
Aspek hukum
kodrati dipandang sebagai ide hak kodrati, dimana setiap orang adalah
individu yang otonomi. Landasan
hukum pandangan di atas adalah teistik.
Selanjutnya,
menurut Bapak Hukum lnternasional Hugo de Groot
(Belanda) dengan nama lainnya Grotius dalam makalahnya, De iure Belli ac Pacis menyatakan bahwa hukum kodrati merupakan landasan hukum
semua hukum poritif atau hukum tertulis yang dapat dirasionalkan dan nonempiris dengan menelaah aksioma ilmu
ukur.
Pandangan Gretius disempurnakan (abad ke-17) yang pada akhirnya berubah
menjadi teori hak kodrati, dengan
mengakui hak-hak individu yang subjektif.
Locke
menggunakan teori kontrak sosial apabila melanggar hak-hak kodrati individu.Teori kontraksosial menurut Locke
untuk membela revolusi gemilang lnggris
l688.
2.
Hak Kodrati Oleh Locke
a. lndividu adalah makhluk yang otonom yang mumpu melakukan pilihan.
b. Keabsahan
pemerintah tidak hanya bergantung
pada kehendak rakyat, tetapi juga pada
kemauan dan kemampuan pemerintah untuk melindungi hak kodrati individu.
Teori
hak kodr,ati adalah suatu ide yang menjelaskan hakikat manusia dalam masyarakat
politis, yang dipengaruhi oleh pemikiran
politik pada abad 17 dan 18.
Teori kontrak
sosial Loucke, Rousseau,
menyatakan bahwa hukum kodrati
tidak menciptakan hak kodrati individu, melainkan menganugerahi kedaulatan yang tidak bisa
dicabut,
Sedangkan Kant mengembangkan gagasan
dari suatu apresiasi yang lebih umum terhadap hak kodrati dan hak kodrati yang non empiris, adapun dasar teori Kant adalah perintah kategaris,
Perintah kategaris menurut Kant
ada tiga tingkatan, yaitu:
a) Merinci
tindakan-tindakan universal
individu.
b) Menyediakan kaidah - kaidah yang sistematis untuk menetapkan kewajiban.
c) Merinci hubungan antara kebebasan dan kewajiban.
Yang
mendasari perintah kategaris ini adalah
ide bahwa individu berkewajiban mengembangkan kapasitas
rasional, berbeda dari tradisi
hukum kodrati yang lama hak-hak semacam itu tidak ditentukan Iebih dahulu.
Kant
mempostulatkan bahwa dalam masyarakat
rasional yang menentukan nasib adalah
mereka sendiri.
Menurut
Scott Davidson hak kodratitidak bisa
diuji kebenarannya secara ilmuan, karena hak kodrati
tidak mungkin ada secara objektif, seperti dikatakan oleh Jeremy Bentham
(lpggris),
Teori
hak kodrati dipakai sebagai landasan sistem hukum yang dianggap superior ketimbang hukum negara. Orang bisa
mengajukan banding pada hukum
ini jika hukum negara tidak adil,
3.
Positivisme
Para
teoretikus hukum kodrati yang menyatakan hak itu dari Tuhan sedangkan kaum positivis
berpendapat hak hanya dapat
diturunkan dari hukum negara, dengan mempergunakan metode-metode empiris
mencerminkan suasana ilmiah.
fenomena sosial dapat dikelompokkan
dalam dua kategori,yaitu
a) fakta yang dapat dibuktikan
"ada" secara empiris dan yang
"benar" atau "salah"
(yang dimaksud ada).
b) kategori moralitas yang secara
objektif tidak dapat dibuktikan adanya (yang
dimaksud seharusnya)
Masalah
yang dapat dibuktikan secara empiris bahwa hukum positif bertitik tolak pada adanya hak
yang formal. Mazhab positivisme yang
dikenal sebagai utilitarianisme (jeremy Bentham)
yang menyatakan eksistensi
manusia dikuasai oleh kesenangan dan
penderitaan.
Namun
moralitas bukan bersumber dari
metafisik, melainkan terletak pada referensi pribadi mayoritas yang berpoiensi
menimbulkan tirani dan penindasan terhadap minoritas, dengan demikian Beniham dan pengikutnya menggunakan utilaterianisme untuk pembaharuan hukum Inggris.
Empirisme yang dianut Austin dapat menyimpulkan bahwa
satu-satunya hukum yang shahih perintah yang daulat atau
kekuasaan politik yang berkuasa dengan
sanksi dan ganti rugi.
Adapun kritik terhadap positivisme
yang tidak menempatkan kendala
moral pada aturan negara, individu
hanya menikmati hak-hak yang
diberikan negara.
Menurut
H.I.A Hart, meskipun hukum dan moralitas berdiri sendiri, namun undang – undang pemerintah diakui oleh
masyarakat sebagai satu kesatuan.
4.
Teori Antiutilitarian
Teori
utilitarian memprioritaskan
kesejahteraan mayoritas dengan
tidak mempedulikan minoritas,
misalnya melarang kaum homoseks untuk praktik karena menjijikkan, pelarangan
ini adalah diskriminatif.
Kritik
Nozeck bahwa utilitarianisme mengorbankan kebebasan individu, kehidupan individu adalah satu-satunya kehidupan yang
dimiliki.
Faktor
kemiskinan dan ketidaktahuan membuat
manusia tidak mampu memanfaatkan hak-hak mereka sepenuhnya untuk menikmati nilai kebebasan.
5.
Realisme Hukum
Para
realis mengemukakan potret informal, terhadap hak-hak sebagai suatu manifestasi
dari suatu proses berkesinambungan, sedangkan paund dengan kepentingan sosial
melalui asas rekayasa sosial.
Para realis hukum seperti Mc Dough, Lasswell
dan Chen menyatakan tuntutan pemenuhan
hak asasi yang berasal dari pertukaran nilai-nilai internasional yang luas dasarnya. Tujuan pendekatan
yang sarat nilai dimiliki bersama
melalui aplikasi asas-asas demokratis.
6.
Marxisme
Menurut
Marx yang melihatnya dari sudut ilmiah
menyatakan apa yang disebut hukum kodrati adalah idealistik dan historis, dan
kaum revolusioner borjuis, menyatakan hak kodrati itu tidak dapat dicabut dan dihilangkan.
Dalam teori Marxis, hakikat seseorang individu adalah suatu makhluk.
Teori
Tentang Hak Asasi Manusia ( hal 90 – 100 )
C.
Klasifikasi Hak Dalam Dunia
Internasional
Perdebatan
mengenai hakikat yuridis dan hak asasi manusia dalam hukum internasional cenderung memfokuskan pada hubungan normatif. Grouston berpendapat, bahwa hanya hak sipil dan politik sajalah yang
tepat disebut sebagai hak asasi manusia.Terhadap hal ini hak ekonomi dan sosial saja yang
rnempunyai arti nyata, sedangkan hak
sipil dan politik hanya memperkuat distribusi
kebutuhan material dan sosial (orientasi sosial).
1.
Hak Fundamental
Hak
fundamental telah ada sebelum
hak-hak itu menjadi hukum positif melalui berbagai
instrumen PBB. Dalam ICCPR dan
konvensi hak asasi manusia regional
Eropa. Amerika dan Afrika, hak-hak tertentu digambarkan sebagai yang tidak boleh dilanggar dan
dikurangi sekalipun dalam masa perang atau negara dalam keadaan darurat.
Hak-hak tersebut yaitu hak untuk hidup.
2.
Hak-Hak Sipil dan Praktik Politik Versus Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Kultural
Menurut
Graouston, hak sipil dan politik merupakan hak asasi manusia dalam arti yang
sebelumnya, sedangkan hak ekonomi dan sosial tidak mendapatkan status seperti itu.
Perumusan
implementasi kategori - kategori hal
yang dimaksud adalah hak yang riil dan kategori yang lain bukan hak yang riil.
Dari
tingkat pragmatis bahwa hak sipil dan politik dapat segera dilindungi, sedangkan hak ekonomi, sosial dan
kultural memerlukan pelaksanaan yang progresif hak sipil dan politik dari satu politik dan
hak ekonomi sosial dan kultural di pihak lain
3.
Hak Generasi Ketiga
Hak
generasi ketiga (solidaritas) dikaitkan dengan bangkitnya nasionalisme dunia
ketiga, dan persepsi negara-negara
berkembang bahwa tatanan internasional cenderung memusuhi
mereka. Piagam PBB menempatkan hak asasi manusia.
Selanjutnya,
masyarakat internasional berkewajiban
membangun suatu sistem globalyang
menguntungkan yang akan menjamin
partisipasi negara
berkembang dengan lebih baik. antaranya sebagai berikut.
1) Hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi praktik,
sosial dan kultural.
2) Hak atas pembangunan ekonomi sosial.
3) Hak untuk berpartisipasi.
4) Hak atas perdamaian.
5) Hak atas lingkungan yang sehat.
6) Hak atas bantuan kemanusiaan.
Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa ciri hak generasi ketiga yang pertama
adalah bersifat kolektif, sedangkan ciri yang kedua perwujudannya bergantung
pada kerjasama internasional.
Klasifikasi Hak
Dalam Dunia Internasional ( Hal 100 – 102 )
D.
Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional
1.
Kedaulatan
Kedaulatan adalah suatu
doktrin konstitusional. Mewakili hak – hak negara dalam hubungannya dengan
luar negeri. Ciri negara
berdauiat adalah berhak melakukan
pengawasan terhadap wilayahnya dan warga negaranya kecuali bertentangan dengan hukum internasional.
2.
Non
lntervensi
Suatu
negara mempunyai hak atas yuridiksi ekskrusif terhadap urusan dalam
negerinya. Untuk itu negara tidak berhak
mengintervensi urusan dalam negeri negara lain tanpa alasan yang sah. Pasal 2
(7) piagam PBB menyatakan bahwa organisasi itu dilarang mengintervensi urusan
dalam yurisdiksi suatu negara. Dengan
demikian kedaulatan tidak absolut melainkan dibatasi oleh
hukum internasional.
3.
lndividu dalam Hukum
lnternasional
Individu
merupakan objek hukum yang dkandai dengan kebangsaannya. Dalam hal era pasca
perang dunia II proses individu berubah.
individu tidak lagi dipandang
sebagai objek.
Kemudian setelah
dilaksanakan pengadilan mahkamah militer internasional di Nuremberg maka individu
dilarang melakukan kejahatan yang
bertentangan dengan perikemanusiaan, dengan demikian individu secara pribadi bertanggung
jawab terhadap kejahatan perang.
Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional ( hal 102 – 103 )
4.
Ketentuan Romede Lokal
Ketentuan
romede lokal berasaI dari hukum sebagai tanggung jawab negara. Ketentuan
mengenai romede lokal berkaitan dengan HAM dalam konteks yang berbeda, tetapi dasar pemikiran ketentuan ini pada pokoknya sama.
Permohonan individu adalah mengupayakan romede lokal untuk memperoleh kepastian hokum.
5.
Proses Pembuatan Hukum Atas Hak Asasi Manusia
Hukum
hak asasi manusia merupakan cabang hukum
internasional, proses terbentuknya sama
dengan hukum internasional sendiri, yaitu terlahir dari adanya keperluan
masyarakat akan adanya hukum tersebut. Untuk itu, perlu diuraikan secara
singkat mengenai sumber-sumber dari
hukum internasional.
a.
Traktat
Traktat
adalah persetujuan antara dua negara atau lebih mengikatkan secara hukum dalam
bidang tertentu.
Traktat
multilateral membiarkan negara untuk mengondisikan
kewajibannya dengan mencantumkan syarat (resuvation).
Sebagai
negara peserta harus bertanggung jawab
atas pelanggaran traktat yang
dilakukan sebelum pengunduran diri. Metode yang digunakan untuk
menafsirkan traktatadalah kaidah pasal 31 konvensi Wina menyatakan suatu traktat haruslah ditafsirkan dengan
jujur sesuai dengan makna
dalam konteksnya dengan mengikat maksud dan
tujuan traktat itu.
b.
Kebiasaan
Kebiasaan (custom) merupakan sumber hukum secara kualitatif lebih penting dari traktat karena
kebiasaan adalah landasan bagi sistem
hukum internasional. Kebiasaan terdiri atas dua unsur, yaitu material dan psikologi.
c.
Resolusi Majelis Umum PBB
Beberapa negara menolak bahwa
resolusi majelis umum PBB mempunyai
efek normatif, karena
resolusi seringkali tidak
mencerminkan aspirasi universal dari anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hak
Asasi Manusia dan Hukum Internasional ( hal 102 – 106 )
E.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia
1.
Piagam
PBB
Piagam
PBB memuat beberapa ketetapan
mengenai hak asasi manusia yang di dalam mukadimahnya mengatakan tekad
anggota PBB untuk kembali pada hak asasi
manusia, martabat dan nilai manusia,
persamaan hak pria dan wanita, negara
kecil dan negara besar.
ujuan
piagam PBB pasal 1 (3) dan pasal 55, yaitu menggalakan dan mendorong penghormatan
terhadap hak asasi manusia dan kebebasan bagi semua orang. Tanpa membedakan
ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
2.
Organ Kepengurusan PBB dan Hak Asasi Manusia
a.
Majelis Umum
Majelis
umum adalah organ kepengurusan PBB yang kewenangannya yaitu mempertimbangkan
masalah hak asasi manusia. Kewajiban utamanya menilai studi. dan membuat rekomendasi
dalam realisasi hak dan kebebasan asasi bagi semua orang. Majelis umum telah berhasil memberikan fekomendasi untuk instrument hukum internasional yang mencakup deklarasi universal.
b.
Komisi Hak Asasi Manusia (CHR)
Komisi
Hak Asasi Manusia ialah anggoia PBB yang dipilih sebagai wakil pemerintah
(organ politik PBB) dengan tugas mengembangkan agenda hakasasi manusia.
prosedur bersifat
rahasia ini mempunyai kekurangan
– kekurangan sebagai berikut.
1) Kerahasiaan menjamin bahwa negara
tidak terpojok.
2) Akumulasi bukti adanya pelanggaran
kasar yang memperlambat kerja lembaga.
3) Prosedur itu mudah disalahgunakan.
Komisi
mengenai status kaum wanita. lembaga ini
mempunyai fungsi ganda yaitu:
1) menyiapkan laporan dari rekomendasi kepada ECOSOC
mengenai penegakan hak wanita di bidang politik, ekonomi, sipil, sosial dan
pendidikan.
2) menyampaikan saran pada ECOSOC mengenai perhatian negara
terhadap hak wanita.
Komisi ini berhasil dalam menyusun standar internasional dan
deklarasi mengenai status wanita
(1967),penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita (1979), dan
kovensi hak-hak politik kaum wanita
(1953).
3.
Organisasi Buruh lnternasional (ILO)
Tujuan
ILO yaitu menegakkan keadilan sosiai dan kesejahteraan sosial melalui penegak
hak kesejahterran sosial.
Proses
pengawasan:
a) Pasal (22) Negara anggota diwajibkan
membuat laporan berkala terhadap pelaksanaan konvensi lLO.
b) Pasal (24) pengaduan disampaikan pada
ILO oleh suatu asosiasi pengusaha atau buruh.
c) Pasal (25) suatu negara dapat mengadukan negara lain yang menjadi peserta jika tidak mematuhi konvensi ILO.
4.
Langkah PBB dalam Bidang-Bidang Hak Asasi Manusia yang Spesifik
a.
Genosida
Konvensi
mengenai pencegahan dan penghukuman terhadap kejahatan genosida disetujuioleh
Majelis Umun tahun 1948 dan berlaku sejak 1957 yang dimotivasi oleh pengalaman
pemusnahan jutaan orang Yahudi, Gipsy,
Slavia oleh Nazi.
b.
Diskriminasi Rasial
Traktat
yang menangani diskriminasi rasial adalah konvensi internasional tentang
penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial.
c.
Diskriminasi Seksual
Langkah
– langkah untuk melarang diskriminasi didasarkan pada jenis kelamin.
Pasal
1 konvensi ini mengatur penggunaan hak-hak wanita tanpa diskriminasi, dan pasal
2 nya antara iaki-laki dan
perempuan mempunyai derajat yang sama dalam kehidupan
sosial dan politik. Konvensi ini mencerminkan
adanya persamaan gender antara laki – laki dan perempuan,
d.
Penyiksaan
Konvensi
PBB menentang dilakukannya penyiksaan dan perlakuan kerja tidak manusiawi serta
merendahkan martabat manusia apa pun alasannya.
e.
Anak-Anak
Konvensi
PBB mengenai hak anak disetujui oleh Majelis Umum pada tahun 1989 dan
berlaku tahun 1990.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia ( hal 106
– 110 )
BAB 6
IMPLIKASI HAS ASASI MANUSIA TERHADAP HAK-HAK SIPIL,
POLITIK, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA
A.
Hak Asasi
Manusia sebagai Suatu Implikasi
Hak asasi
manusia ialah hak-hak yang dimiliki seseorang selaku manusia. Oleh sebab itu
dapat dikatakan bahwa umat manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh
masyarakat atau berdasarkan hukum positif, selainkan semata-mata karena
martabatnya sebagai manusia, itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
Asal-usul gagasan
mengenai hak asasi manusia
bersumber dari hak kodrati
dari teori hak
kodrati (natural right theory).
Teori kodrati mengenai
hak-hak itu bermula
dari teori hukum
kodrati (natural law
theory). Sehingga dalam pembahasan hak asasi manusia tidak terlepas
dari pandangan agama yang meletakkan HAM sebagai
otoritas Tuhan.
Dari
konteks sumber HAM menurut hukum
alam memandang eksistensi manusia
di dalam kebesaran alam,
sehingga setiap individu berada dalam
keadaan bebas, mampu
menentukan tindakan mereka dan
memiliki kemandirian tanpa
terikat pada keinginan atau wewenang
orang lain.
Hak-hak manusia
secara umum bertujuan dan menghendaki ditetapkannya kaidah-kaidah
umum dalam sistem konstitusi
dan perundang-undangan,
serta hal-hal yang
mesti diikuti dalam pelaksanaannya berupa
kode etika dalam gelanggang percaturan.
Oleh
karena itu, persoalan ini
senantiasa menjadi arena perbedaan pendapat dan pertentangan paham,
serta teori yang berbeda-beda. Karena itu
pembahasan mengenai HAM selalu
menjadi topik kajian oleh para filosof, pemimpin
agama, kaum politisi, sosiolog, ahli hukum, ahli ekonomi,
sebagian ahli pikir dan sastrawan.
(Hak Asasi Manusia sebagai Suatu Implikasi
Hal 111-113)
B.
Periode
Perkembangan Hak Asasi Manusia
1.
Periode
Hukum Adat
Di masa Iampau
yang tidak diketahui,
masyarakat itu berdiri di atas prinsip kebenaran
ada dipihak yang kuat,
yang membolehkan perampasan hak-hak
seseorang.
Perbudakan dipandang
sebagai hal yang wajar, kebebasan memilih pekerjaan dibatasi,
sistem kasta merupakan hal yang
umum, rakyat diperbudak
dan perempuan dihinakan. Keadaan
demikian berubah perlahan yang
diawali dengan Iahirnya
hukum adat, dengan
mengakui sebagian hak-hak
asasi.
2.
Periode
Hukum Perundang-undangan
Hukum adat yang ada selanjutnya
dijadikan hukum yang mengikat, diantaranya undang-undang Hamurabi,
undang-undang Solon dan Lembaran dua belas. Hamurabi adalah raja Babilonia kira-kira
abad 20 SM, undang-undangnya ditemukan oleh ekspedisi arkeologi Perancis pada
awal abad ke-20 di kota Susa, wilayah kerjaan Babilon sebelah utara sungai
Eufrat dalam bentuk prasasti. Undang-undang tersebut berpegang pada hukum Qisas
(Lex talions), yaitu mata dibalas
dengan mata, gigi dibalas dengan gigi, dan seterusnya.
Undang-undang Solon adalah salah
satu aturan hukum kuno
yang mengatur mengenai kedudukan dan
hak asasi manusia tersebut. Solon seorang pilosof yunani (640-560 SM) dipilih
penduduk Athena sebagai kepala
pemerintahan Archon. Dalam undang-undangnya mem bebaskan
hukuman penjara bagi yang berhutang,
larangan perbudakan karena utang, memberi kebebasan hak atas
tanah dan tentang
hak waris bagi perempuan. Undang-undang
dua belas dibentuk hasil musyawarah oleh 10 orang pimpinan adat
terkemuka di
Romawi(abad ke-5
5M).
Hukum Romawi berkembang selama 14 abad, yaitu
sejak didirikan kota
Roma pada abad VIII SM
sampai wafatnya kaisar Yustinianus abad
ke VI M.
Dalam ajaran
agama samawi seperti syariat
nabi Musa yang didasarkan dalam
kitab Taurat mengajarkan tentang cinta
kasih, persaudaraan dan amal saleh, demikian juga ajaran hukum
gereja Kristen yang disusun gereja
berdasarkan kitab injil, antara lain tentang
kemerdekaan beragama dan persaudaraan kemanusiaan, dan
perdamaian di bumi.
3.
Periode
Konstitusi
Kebanyakan konstitusi
Barat mendukung hak-hak rakyat dan kemerdekaan dari kesewenangan negara dan dari penindasan oleh para diktator.
Salah satu
ketetapan terpenting tentang HAM di Barat adalah deklarasi
kemerdekaan Amerika tahun 1776.
Dalam konstitusi tersebut ditegaskan bahwa manusia dilahirkan, dan senantiasa
berada dalam keadaan
merdeka dan memiliki hak
yang sama menurut
hukum.
4.
Periode
Hukum Internasional
Berbagai
pertemuan dan konferensi
diselenggarakan, serta perjanjian pun
disetujui untuk menyelesaikan pertikaian dan permusuhan, juga
menetapkan kaidah atau norma hukum internasional. Seperti persetujuan
La
Haye di Belanda tahun
1899 tentang perlindungan
HAM dalam peperangan, Protokol
Jenewa tahun 1925. Agar hak-hak
dan kewajiban antarnegara dapat
dilaksanakan maka dibentuklah badanbadan dunia, kemudian
dikeluarkan piagam internasional yang berhubungan
dengan HAM.
(Periode
Perkembangan Hak Asasi Manusia Hal 114-119)
C.
Perkembangan
Generasi Hak Asasi Manusia
Dalam menelaah perkembangan
hak asasi manusia, seorang ahli hukum
dari Perancis Karel
Vasak menggunakan istilah "generasi" untuk
menunjuk substansi dan ruang lingkup
hak-hak yang diprioritaskan pada
suatu masa tertentu sebagai salah satu acuan atau
tolok ukur untuk
melihat perkembangan dari hak asasi
manusia.
1.
Generasi Pertama Hak
Asasi Manusia
Yang menjadi slogan
dari hak generasi pertama ini
adalah kebebasan yang digolongkan
ke dalam hak sipil dan
hak politik. Kedua hak ini
dapat dikatakan sebagai
hak yang "klasik"
2.
Generasi Kedua Hak
Asasi Manusia
Slogan dari hak
generasi kedua ini
adalah persamaan yang digolongkan ke
dalam hak ekonomi, sosial
dan budaya. Hak ini muncul
dari adanya tuntutan
terhadap negara untuk memenuhi
kebutuhan dasar setiap orang
mulai dari pangan, sandang
dan papan hingga
pada kesehatan dan kemakmuran setiap
warga negaranya. Pada hak generasi kedua ini diletakkan
pada terminologi yang
positif.
3.
Generasi Ketiga Hak
Asasi Manusia
Hak generasi ketiga
ini mewakili slogan
fraternite atau persaudaraan, di mana yang menjadi tuntutan dari
hak ini adalah hak solidaritas atau hak bersama. Hak ini muncuI
dari tuntutan gigih negara-negara
berkembang atau dunia
ketiga terhadap tatanan ekonomi dan
hukum internasionai yanq
adil.
(Perkembangan
Generasi Hak Asasi Manusia Hal 119-121)
D.
Implikasi
Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Sipil dan Politik
Pada intinya
konvensi internasional tentang
hak sipil dan politik dinyatakan dengan istilah yang mengikat
secara hukum dan dianggap kedua
hak tersebut sebagai hak
generasi pertama turunan dari hak asasi manusia.
1.
Hak
Menentukan Nasib Sendiri
Majelis umum PBB
pada tanggal 14 Desember l960 telah mengeluarkan suatu keputusan deklarasi
tentang pemberian kemerdekaan
bagi negeri-negeri dan
bangsa-bangsa terjajah (Declaration on the
Granting of lndependence to
Colonial Countries and People), dengan tegas
penjajahan dan segala bentuknya, dan
berisi penegasan atas
hak bangsa-bangsa dalam memperoleh kemerdekaan
dan dalam menentukan nasib sendiri.
2.
Persamaan
Dalam Kedaulatan dan Hak-Hak lainnya
Dalam politik
mewajibkan menjunjung tinggi persamaan
hak antarnegara dan melarang
melakukan pelanggaran atau intervensi
terhadap urusan dalam
negeri orang dan perampasan tanah
dengan kekerasan.
3.
Hak-hak
Rakyat dalam Pergaulan Kemanusiaan
Pada tanggal
9 Desember 1948 PBB telah
mengeluarkan persetujuan tentang
pencegahan dan hukuman
atas tindakan kejahatan permusnahan
secara massal (Convention on the
Prevention and Punishment of the Crime
of Genocide). Konvensi ini
melarang semua bentuk penganiayaan
jasmani atau rohani.
4.
Larangan
Penghukuman Secara Massal
Tidak dibenarkan
dalam suatu undang-undang
mana pun, bahwa karena perbuatan seseorang
atau suatu kelompok, seperti yang
terjadi di Afghanistan, lrak
dan Bosnia maka orang-orang tidak
berdosa pun menjadi
korban atas tindakan brutalisme.
Di antara sumber hukum internasional adalah
kebiasaan (custom), perjanjian
(traktat, treaty), ijtihad (pendapat) para
ahIi hukum internasional, pembahasan
para ulama dan
prinsip-prinsip keadilan.
Diantara hak-hak asasi politik yang
dikenal sekarang adalah keamanan internasional yang adil, demokrasi pemerintahan,
hak pemilihan, hak menduduki jabatan dan tugas-tugas umum, prinsip hukum dan
pemerintah, dan administrasi serta jaminan pengadilan yang bebas dan mandiri.
Dari uraian ini
maka dapat dilihat
bahwa konsep HAM terhadap hak
sipil dan politik sejalan antara
konsep syariat lslam dan konsep
para filosof. Akhirnya kedua konsep tersebut menjadi
ketetapan Dewan Perserikatan BangsaBangsa dalam
usaha memberi pengakuan
sekaligus perlindungan terhadap
hak yang paling mendasar yang dimiliki
oleh manusia.
(Implikasi
Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Sipil dan Politik Hal 124-128)
E.
Implikasi
Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
1.
Kebebasan Pendidikan
dan Pengajaran
Deklarasi internasional
tentang HAM telah nenetapkan pendidikan dengan cuma-cuma
minimal tingkat dasar, mewajibkan nasionalisasi
pendidikan profesi dan kejuruan serta memberi kemudahan memasuki
lembaga-lembaga pendidikan
tinggi bagi semua
orang atas dasar
persamaan yang sempurna, berdasarkan kecerdasan,
dan juga tujuan
pendidikan diarahkan kepada
perkembangan pribadi manusia terhadap penghormatan
HAM.
Ilmu pengetahuan sangat
penting untuk kemajuan peradaban
manusia, ilmu pengetahuan dimaksud adalah tentang kebajikan dan
kearifan.
2.
Kebebasan Hak Milikdan
Melakukan Tindakan Hukum
Menurut teori perundang-undangan tradisionaI
yang menjadi asas undang-undang Romawi, hak milik
itu meliputi hak milik mutlak, yaitu hak menggunakan sesuatu
yang dimilikinya, hak memperoleh
hasil dan hak melakukan
tindakan atas harta.
3.
Kebebasan Bekerja dan
Hak-Hak Kaum Buruh
Organisasi buruh internasioal (lLO)
telah menetapkan dengan rinci dasar-dasar
umum bagi kebebasan bekerja,
jaminan dan perlindungan terhadap
buruh, seperti pembatasan jam kerja, jaminan kesehatan
dan keselamatan, hak membentuk asosiasi, hari
libur, dan lain-lain. Dalam syariat
Islam antara lain hadits
Nabi Muhammad Saw. menyatakan
“Sesungguhnya Allah Swt menyukai apabila
seseorang mengerjakan suatu pekerjaan ia
tuntaskan pekerjaan itu” dan “Berikanlah upah seseorang buruh
sebelum kering keringatnya”.
Tidak hanya
itu, Rousseau mengatakan
bahwa hukum kodrati tidak
menciptakan hak kodrati individu, melainkan menganugerahi kedaulatan yang tidak
bisa dicabut. Perlindungan terhadap anak
dan wanita sebagaimana yang selalu
dibahas dalam Dewan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, secara
Iangsung maupun tidak
Iangsung merupakan
pengejawantahan
dari implementasi hak asasi
manusia dalam bidang ekbnomi,
sosial dan budaya.
(Implikasi
Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Hal 129-132)