Senin, 31 Maret 2014

Ringkasan Filsafat Tentang Hukum Dan Hak Asasi Manusia

1 komentar

Ringkasan 
Filsafat  Tentang Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Pengarang :Prawitra Thaalib



BAB 1
KENYATAAN DAN PERISTIWA HUKUM

A.     Kenyataan  sebagai  Suatu  Peristiwa
Pada hakikatnya,  kenyataan  atau  reality  dapat  diartikan  sebagai sesuatu yang  berhubungan  dengan  hal nyata  atau real, yang  dapat berarti sesuatu  yang  berhubungan  dengan  hal  tertentu, aktual, murni dan benar. Jadi dilihat  dari unsur-unsurnya  maka  suatu kenyataan  haruslah  berhubungan  dengan  suatu  hal  yang  aktual, murni dan benar-benar  terjadi. 
Selanjutnya,  peristiwa  dapat  diistilahkan  sebagai  even, kejadian  atau fenomena. Kenyataan tersebut  haruslah  berupa  suatu  even, kejadian, atau  peristiwa  yang  aktual, murni,  dan  benar-benar terjadi. Dalam suatu kenyataan  dapat  terjadi perubahan-perubahan  mendasar yang  dipengaruhi  oleh kualitas dan kuantitas  dari  peristiwa  tersebut  sebagai  suatu  kenyataan yang pada  akhirnya  akan bermuara  pada  suatu kebenaran.
Perubahan-perubahan tersebut  mencakup esensi,  eksistensi dan  gejala dari sebuah  peristiwa, yang mana  perubahan  dari  suatu peristiwa  amatlah dipengaruhi  oleh olah pikir  dari  setiap  pelaku dalam  peristiwa  tersebut.
(Kenyataan  sebagai  Suatu  Peristiwa Hal 1 – 6)

B.      Kenyataan dalam Peristiwa Hukum
Setelah membahas mengenai kenyataan dalam suatu peristiwa, dapat  ditemukan benang merah bahwa hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan olah pikir dari setiap pihak atau pelaku yang terlibat  dalam peristiwa tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa tidak selamanya peristiwa tersebut menghasilkan perubahan. Suatu peristiwa dapat saja menghasilkan sesuatu yang bergejolak, namun hanya  menghasilkan gejolak, tanpa menghasilkan perubahan. Sebaliknya, ada suatu  peristiwa yang tidak menimbulkan gejolak namun secara tidak langsung telah menghasilkan perubahan yang signifikan.
Perlu diingat bahwa perubahan tersebut dapat terjadi atau tidak terjadi, bergantung pada olah pikir pihak yang menang, apakah pihak yang  menginginkan perubahan tersebut atau pihak yang tidak nrenginginkan  perubahan itu untuk terjadi.
Terhadap kenyataan dalam peristiwa hukum maka dapat dilihat dari peristiwa berikut, yaitu kejadian yang terjadi diakibatkan oleh kesalahan pola pikir manusia  dalam kegiatan perdagangan internasional.
Hal tersebut diawali dengan kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang  menetapkan proteksronisme terhadap produk-produk domestiknya melalui  Hawley Smoot  Tariff  Act of  1930, yang  selanjutnya  diikuti  oleh lnggris. Jengan terjadinya  depresi besar pada tahun 1930-an tersebut terbukti bahwa kebijakan ini sama  sekali  keliru.
Dalam penandatanganan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) pada bulan Agustus 1941 (dua tahun setelah penyerbuan Hitler ke Polandia), selain menggarisbawahi semnganat kebebasan dan kemerdekaan, piagam ini juga bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan yang berdasarkan pada prinsip nondiskriminasi dan kebebasan tukar-menukar barang dan jasa antara negara yang satu dengan yang lain. Setelah negara-negara sekutu memenangkan perang dunia kedua, salah satu upaya untuk memperbaiki infrastruktur ekonomi, perbankan, dan perdagangan, pada tahun 1943, negara-negara tersebut sepakat untuk melakukan perundingan, mengenai  penyusunan Piagam Pembentukan United Nations (Perserikatan Bangsa-Ba  ngsa), diadakan konferensi di Dumbarton Oaks, di Washington D.C., Amerika  Serikat.
Konferensi tentang hubungan perekonomian internasional tersebut baru dilaksanakan di Bretton Woods pada bulan Juli tahun 1944. Konferensi ini  bertujuan untuk mempromosikan perdagangan IiberaI dan kerja sama  ekonomi multilateraI sehingga pada dasarnya konferensi ini menghasilkan kesepakatan bahwa harus ada tiga organisasi utama internasional, yaitu  Bank Dunia (World Bank), lnternational Monatery Fund (IMF), dan  lnternational Trade Organisation (lTO). Oleh karena itu, ketiga lembaga  tersebut lebih lazim dikenal dengan istilah The Bretton Woods System.
Hal tersebut timbul karena munculnya suatu kesadaran dalam  masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral di  bidang perbankan Bank Dunia (World Bank), di bidang keuangan  lnternational Monatery Fund (lMF), dan di bidang perdagangan, yaitu International Trade Organisation (lTO).
Fungsi dan peranan yang dapat dilakukan oleh tiga lembaga tersebut di antaranya Bank Dunia (World Bank) menangani masalah rekonstruksi pembangunan dan ekonomi, lnternationaI Monatery Fund (IMF) menangani masalah keuangan, dan lnternational Trade Organisation (lTO) menangani urusan perdagangan internasional.
Pembentukan ITO pertama kali diusulkan oleh Amerika Serikat pada  tanggal 6 Desember 1944, Hal tersebut bertujuan untuk merealisasikan apa  yang telah disepakati dalam The Bretton Woods System.
Sidang komisi tersebut dilakukan dari tanggal 18 Oktober sampai 26  Desember 1945 yang menghasilkan rancangan Piagam London, namun para anggota peserta pertemuan ini gagal mencapai sepakat untuk mengesahkan piagam tersebut.
Hal terpenting yang perlu diingat dari peristiwa tersebut adalah bahwa setiap peristiwa tidak pernah langgeng, antara Peristiwa yang satu dan yang  lain.
(Kenyataan dalam Peristiwa Hukum Hal 6-10)

C.      Natural Law Dalam Kenyataan
Pandangan terhadap hukum alam ini (Nature law/ius naturale) pernah dikemukakan oleh Cicero yang mengutip pendapat dari Chysippus, yang menjelaskan bahwa hukum merupakan nalar tertinggi yang melekat dengan alam yang memerintahkan apa yang harus dilakukan dan melarang apa yang tidak harus dilakukan.
Hukum alam (natural law) merupakan hal yang sangat fundamental dalam jurisprudence. Hal ini karena hukum alam merupakan referensi teriinggi yang merujuk pada semua hukum yang ada.
Terhadap hukum dan moral, ada suatu hubungan di mana hal ini dapat ditemukan adanya pengaruh moral dalam suatu hukum.
Pengaruh moraritas daram hukum ini secara umum lama-kelamaan akan menjadi berkurang. Sedikit demi sedikit didasarkan pada observasi keinginan pembuatan aturan-aturan hukum jangka panjang melalui kondisi budaya yang dinamakan sebagai hak  moral.
Selanjutnya, Neir MacCormick mengatakan bahwa hukum alam ini  memuat dua kriteria, yaitu yang pertama adalah tes asal-usul  (the pedigree  test), dan yang kedua tes muatan (the content test). Mengenai tes asal-usul,  beberapa orang mengatakan bahwa aturan adalah aturan hukum, untuk  menguji atau mengetesna dilakukan berdasarkan analisis fakta institusional, D’Amato mengemukakan pendapatnya tentang empat kriteria praktis yang dapat diterapkan dalam memberikan penilaian yang lebih spesifik terhadap  muatan dalam tes  muatan tersebut,  yaitu  sebagai berikut.
Pertama, legislasi netral secara moral melewati tes muatan. Dalam hal  ini, kebanyakan hukum, aturan, dan regulasi. Kedua, legislasi yang didukung secara moral melewati tes muatan. Hal ini termasuk seluruh hukum kriminal, hukum keluarga, dan hukum ganti rugi. Ketiga, hukum-hukum yang tidak  disetujui yang memiliki kemungkinan berhasil melewati tes muatan. Dalam hal ini, hukum akan terlihat tidak adil bagi sebagian orang atau kelompok  yang secara keseluruhan ketidak adilan ini diinginkan untuk dihapuskan.  Keempat, dalam suatu perumpamaan yang langka, sebuah undang-undang atau keputusan pengadilan dapat  menjadi amoral secara luar biasa, yang mana hal ini gagal dalam melewati tes muatan sehingga sesuatu tersebut  harus dilucuti dari istilah hukum.
Terhadap hal ini, Joseph Raz secara tidak langsung mengutarakan pendapatnya yang menolak tentang otoritas moral dari suatu hukum. Hal ini berkaitan dengan dua pandangan, yaitu yang pertama adalah bahwa setiap orang memiliki alasan moral untuk bekerja sama dalam menjaga tujuan-tujuan sosial.
Pandangan kedua adalah hukum merupakan alat untuk menjaga tujuan-tujuan tersebut supaya tercapai. Selanjutnya, Raz menekankan bahwa  hukum memiliki dua fungsi sebagai suatu kesatuan, dalam hal ini, kebanyakan para teoretis politik mengakui bahwa tidak ada keharusan umum untuk mematuhi hukum, tetapi ditekankan bahwa ada keharusan untuk mematuhi hukum sebagai suatu alasan untuk berada dalam satu negara karena hukum tersebut ada untuk mengatur masyarakat yang berada pada suatu negara.
Dalam hukum alam, hukum adalah sesuatu yang dianggap divine, yaitu sesuatu yang datang langsung dari Tuhan. Oleh karena itu, siapa pun yang mematuhi dan menaati hukum maka dianggap telah mematuhi dan menaati Tuhan.
Ada pendapat dari para ahli hukum yang menyatakan bahwa hukum  harus terlepas dari moralitas karena tidak ada keharusan moral untuk mematuhi hukum. Hal ini ada benarnya, namun yang perlu diingat bahwa hukum ada untuk menjaga dan menjamin terciptanya kehidupan yang damai dan sejahtera.
(Natural  Law dalam  Kenyataan Hal 10-16)

BAB 2
EPISTIMOLOGI DALAM FILSAFAT HUKUM

A.     Ruang  Lingkup Epistemologi  Hukum
Kata  yang  pertama,  yaitu  "episteme" mempunyai  arti sebagai pengetahuan, sedangkan  "logos"  berarti studi  teoretikal  atau  kritikal  terhadap  sesuatu  sehingga  secara linguistik  legal,  epistemology  juga  dapat  diartikan  sebagai  studi teoretikal  terhadap  suatu  pengetahuan  hukum  (legal  science).
Akan tetapi  yang terpenting  dari  semua  hal tersebut  dan yang  mesti  dipahami  adalah  bahwa  sesungguhnya  epistemologi tersebut  harus  mempelajari prinsip-prinsip, hipotesa-hipotesa dan  hasii  dari  berbagai macam  pengetahuan dengan tujuan untuk  menjelaskan  nilainya  sebagai  suatu  skema  pengetahuan.
Mengenai ruang lingkup epistemologi dalam filsafat hukum ini dapat dikategorikan ke dalam empat cakupan, yaitu epistemology and  jurisprudence (istiiah jurisprudence ini dalam Black's law dictionary disebutkan, bahwa jurisprudence ini sebetulnya adalah istilah yang  berkembang pada abad ke-l8, yang berarti studi terhadap prinsip pertama  dari hukum alam, hukum sipil ataupun hukum negara-negara.
Ruang lingkup epistemologi tersebut adalah yang pertama epistemology and jurisprudence. Pada lingkup ini penyelidikan secara epistemologikal hukum dilakukan pada pengenalan terhadap buku-buku teks tradisional yang berkaitan dengan hukum. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, pendekatan epistemologikal hukum. Kedua, dengan menggunakan beberapa teori hukum yang bertujuan untuk menangkap fenomena tersebut. Ketiga, cara epistemologikal yang bekerja dari hukum-hukum tradisional.
Lingkup kedua dari epistemologi adalah epistemology and comparative law. Dalam hal ini, pengetahuan hukum membutuhkan suatu perbandingan antarsistem hukum yang berlainan satu sama lain.
Tujuan dari perbandingan hukum ini adalah mengungkapkan bentuk-bentuk pengetahuan hukum berdasarkan detail dari setiap perbedaannya.
Kemudian dalam lingkup epistemology and view points. Menurut Holmes, hal ini adalah sederhana namun penting karena ahli hukum Jerman akan melihat hukum sebagai suatu sistem yang scientific berdasarkan prinsip-prinsip dan aksioma-aksioma dari mana solusi hukum tersebut dapat ditemukan secara dedukatif logis. Sementara itu, pengetahuan hukum menurut beberapa juris adalah hal tentang suatu proposisi sistematis yang disusun dalam konsep-konsep dunia abstrak.
(Ruang  Lingkup Epistemologi  Hukum Hal 17-20)
B.      Epistemologi Dalam  Filsafat  Hukum
Setelah membahas mengenai cakupan dari sepistemologi tersebut, kita  akan  memahami  tentang  pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam  epistemologi ini. Dalam hal ini, seorang filsuf hendaknya memandang  hukum dari segi metafisik dan nilai-nilai sehingga dapat timbul suatu  pengertian atau pemahaman terhadap hukum berdasarkan pandangan yang  mendunia.
Mengenai macam-macam jenis pendekatan dalam epsitemologi, maka pendekatan pertama adalah the philosophical approach. Dalam pendekatan ini, ada dua cara membandingkan pendekatan filosofis ini, yang pertama adalah seseorang bisa melihat filsafat dari posisi penelitian.
Selanjutnya cara kedua adalah seseorang dapat meninggalkan seluruh gejala yang berhubungan dengan penelitian dan melihat hukum sebagai bagian dari filosofi.
Sementara  itu,  dalam  pendekatan selanjutnya yaitu the synchranic approach  menegaskan bahwa  suatu alat bukti dari observasi empiris  dipandang sebagaimana suatu  sejarah hukum. sehingga filsafat hukum  mampu menyediakan skema-skema alasan, mampu untuk mengangkat asal mula historisnya, yang mana selanjutnya hukum akan dipandang suatu risalah (ratio naturalis yang terabstraksi dari sejarah).
Selanjutnya adalah pendekatan terakhir, yaitu the diachronic approach. DaIam pendekatan ini, epistemologi tidak dapat terlepas dari filsafat bahkan mungkin dari sejarah sekalipun sehingga sebagai selalu pendekatan  alternatif untuk mengsinkronisasikan sesuatu yang pantas digunakan adalah  diakronik ini.
Kemudian mengenai episternologi ini antara epistemologi hukum dan  epistemologi sejarah memiliki keterkaitan antara satu sama lain, yang mana  hal ini dimulai pada saat sisi historis dan pemikiran tentang hukum dimulai sebagai suatu pertanyaan yang kontroversial".
Namun ada pendapat terkini yang menyatakan bahwa dalam meneliti masalah hukum hal yang harus di pahami pertama kali adalah paradigma, karena suatu legal research perubahan terhadap paradigma penelitian adalah hal yang utama.
Berbicara mengenai istilah paradigma maka, paradigma dapat dikatakan  sebagai suatu kumpulan rasionalitas yang memiliki beberapa hal ataupun  ide yang memberikan arahan kepada suatu disiplin ilmu.
Fakta dalam suatu hukum adalah jantung dari pemeriksaan terhadap  konsep-konsep dan institusi-institusi sebuah aturan. Dalam hal ini, epistemorogical dan methodoIogical terhadap penyelidikan hukum menjadi  semacam jembatan penghubung antara dua dunia,  yaitu dunia hukum dan dunia fakta sosial.
Dalam perkembangan epistemologi ini, ada sesuatu yang dikenal dengan istilah Glossators dan Post-glossatorsGlossators (gloss berasal dari bahasa Yunani yang berarti bahasa dan kata)
Mereka disebut dengan istilah glossators karena mereka menganotasikan (glossed) seluruh pernemuan baru teks hukum Romawi dengan komentar interprestasi terhadap hal-hal yang sulit dan saling melakukan referensi silang antara satu dan yang lain.
Adapun post-glossator masih berada pada posisi kajian teks-teks romawi yang aktual pada saat itu.
Mengenai efek dari hal ini adalah dengan terhapusnya secara tidak langsung hukum Romawi sebagai suatu sumber formal pengetahuan hukum sehingga pada saat kemunculannya objek dari suatu legal science adalah kode-kode tertentu.
(Epistemologi Dlalam  Filsafat  Hukum Hal 21-30)










BAB 3
FALSAFAH HUKUM SEBAGAI SUATU JANJI

A.     Kebenaran, Moralitas dan Janji dalam Filsafat Hukum
kebenaran  ada  bukan  karena  diciptakan, dibuat,  ataupun  dibentuk,  melainkan karena  kebenaran  tersebut  pada hakikatnya harus ada  dan  memang  ada  karena  kebenaran  dan kehidupan merupakan satu kesatuan  yang  tidakdapat  dipisahkan  antara  satu dan yang  lain.
Berbicara mengenai  nilai-nilai  tentang  bagaimana  hidup dan memperlakukan  orang  lain  harus  diawali  dengan  isu  fiiosofis yang besar. Lsu tidak  merupakan  sesuatu  hal yang  dapat  dengan  gampang ditentukan karena  terhadap  nilai-nilai  tersebut  diperlukan  adanya suatu ujian  bahwa  nilai-nilai  tersebut  telah  hidup melewati jangka  waktu tertentu. Demikian juga, nilai-nilai tersebut dapat diturunkan kepada generasi-generasi penerus dari masyarakat tersebut.
Mengenai dari mana nilai-nilai tersebut berasal, tidak dapat dipecahkan hanya dengan mengulang-ulang nilai tersebut, ataupun mempraktikan nilai tersebut berulang-ulang, tetapi harus melakukan suatu survive melewati perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan olah pikir dari setiap generasi di mana nilai-nilai tersebut tumbuh.
Terhadap nilai-nilai tersebut yaitu tentang apa yang pantas dan tidak pantas setelah melewati survive maka akan berkembang menjadi suatu moral dan etika yang menjadi pedoman dalam pergaulan masyarakat. Dilihat dari hakikatnya, isu filosofis tersebut tampaknya telah terjawab, namun hal ini justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru yang menimbulkan isu-isu filosofis baru pula, serta pertanyaan-pertanyaan tentang moral dan etika merupakan suatu dimensi yang tdak dapat dipungkiri.
Salah satu isu filosofis yang timbul adalah apa saja takaran atau patokan dari suatu nilai supaya mempunyai nilai moral dan etika, apakah dilihat dari jumlah orang yang menyetujui pandangan tersebut (kuantitas) atau dilihat dari kualitas nilai tersebut.
Terhadap penilaian  moral  tersebut,  ada  dua  perbedaan  yaitu internal  dan  eksternal  skeptisisme  tentang  moralitas.  Dalam  hal ini, orang-orang  memiliki  batasan  dan  pandangan  dalam  hal benar dan ialah,  baik  dan buruk  serta  berharga  dan  tidak  berharga.
Di  lain  pihak, internal  dan  eksternal  skeptisisme  memiliki perbedaan  yang  tajam  dan  kontras,  di mana dalam  internal skeptisisme  akan  terus  mempertahankan diri dan menolak penilaian-penilaian  moral yang  berpotensi  menjadi suatu kebenaran. Sementara  itu,  eksternal skeptisisme  tidak  bisa meninggalkan  penilaian-penilaian  moral yang berpotensi  sebagai  suatu  kebenaran  karena kebenaran tersebut tidak  berasal  dari  dalam, tetapi  dari  penilaian-penilaian moral oleh  pihak  luar  yang  dapat berpotensi  menjadi kebenaran.
Berdasarkan  penilaian  tersebut,  hal  terpenting  dan yang menentukan baik  atau buruknya  adalah  obyektivitas  terhadap alasan  karena secara tidak  langsung  obyektivitas  dapat  memberikan  cara  tersendiri  dalam menentukan  peniiaian terhadap suatu nilai  moral.
Men genai skeptisisme  moral adalah posisi  moral itu  sendiri,  ini  adalah  klaim  yang sangat  penting  karena akan mengalami beberapa  perubahan,  yaitu  sesuatu yang  mencakup esensi,  eksistensi,  dan  gejala-gejala  tertentu mengenai  kesalahan  skeptisisme  eksternal  yang menekankan seluruh klaim  moral adalah  palsu maka kesalahan  skeptis  ini perlu direvisi  pandangannya,  yaitu  hanya menekankan  pada seluruh penilaian-penilaian  moral positif adalah  palsu.
John Mackie,  seorang  ahli kesalahan  skeptis ternama saat ini  berargumen  bahwa  klaim  moral  positif  pasti  palsu karena  ada orang-orang  tidak  setuju  tentang  mana  yang  benar,  dalam  hal ini terdapat  dua  kelompok  yaitu  mayoritas  dan  minoritas.
Berkaitan  dengan  hal tersebut,  ada meta-etika  teori  yang sangat  populer  yang  seringkali  dikatakan  sebagai  skeptis  yang disebut konstruktivisme,  yang  dipopulerkan oleh John  Rawls dalam bukunya  A Theory  of Justice.  Menurut pandangan penilaian-penilaian  moral  adalah  sesuatu  yang  terkonstruksi bukan ditemukan.
Menurut Rawls  sebagaimana  yang  dikutip  oleh Sen  bahwa terhadap  kekuatan dari  suatu  moral  dapat  dibagi  menjadi  dua bagian, yang  pertama  adalah  kapasitas  dari suatu paham keadilan, dan yang kedua  adalah  kapasitas  dari suatu  konsepsi  yang baik.
Menurut  Rawls,  sebagaimana  yang  dikutip  oleh  Sen, menyatakan  bahwa posisi  yang sesungguhnya dan pantas bagi  status  quo  suatu  keadilan  adalah dengan menjamin bahwa  setiap  kesepakatan-kesepakatan  fundamental yang  disepakati  haruslah  adil.
Penilaian-penilaian  moral  sebagai  jawaban sehingga  dari pertanyaan  tersebut  dapat  dikategorikan  lagi menjadi dua.  Hal pertama dinamakan  pertanyaan-pertanyaan substansil  dan kedua  disebut  meta-etika,  yang  semuanya tergolong  dalam  realisme  moral dan skeptisisme  eksternal.
Berbicara mengenai  kausa  moral  maka  akan  dihadapkan pada  pertanyaan  benar  dan  salah,  dari mana  pendapat  ini datang, atau apa pendapat  terbaik  untuk  menjawab  pertanyaan  tersebut ataupun membantahnya.  Ada yang berpendapat  bahwa  kausalitas adalah  mitos  bahkan lebih dari  itu  dikatakan  sebagai  mitos  yang  tidak  memiliki tujuan.
(Kebenaran, Moralitas dan Janji dalam Filsafat Hukum Hal 31-44)




B.      Pemikiran Marx sebagai “Breaking Down System” terhadap Suatu Janji
Dalam  karyanya An lntroduction  to  the  Philosophy  of Law,  Pound pernah mengemukakan  bahwa  hukum  hendaknya  dipandang bukan  sebagai  will melainkan  sebagai  want  yang  mau  tidak mau harus dipenuhi. 
Hukum dipandang sebagai suatu kebutuhan maka hukum akan mengalami suatu kondisi kepuasan yang tidak pernah berakhir karena pada prinsipnya kebutuhan berbeda dengan keinginan yang dapat mencapai titik maksimum suatu kepuasan.
Terhadap  masalah  hukum  sebagai  suatu janji, dalam bukunya yang  berjudul  Poverty  of Philosophy,  Karl  Marx menyebutkan bahwa “gold  and  silver  were  the  first  commodities  to  have  their value constitued”. Menurut  beliau,  hal ini  terjadi  karena  adanya bentuk konkret  dari  janji  yang  dibuat  oleh  masyarakat yang berkepentingan.
Dari pendapat  Marx  tersebut  dapat  dikatakan  bahwa  emas menjadi suatu komoditas yang sangat berharga di settiap masa, negara dan masyarakat.
Pada dasarnya,  pemikiran  Marx  ini  muncul  berdasarkan kejadian yang melanda lnggris  pada  abad ke-19, yang  mana  pada saat itu banyak  petani  lnggris  yang  pindah  dari  desa  ke  kota-kota besar di lggris  dan  Skotlandia,  dengan  harapan  ingin  mencari pekerjaan.
Menurut Marx,  ada suatu  kenyataan  yang  dapat  dijelaskan dari kenyataan terhadap  eksistensi  manusia.  Hal  ini terdapat  pada perubahan dalam  sejarah  dari manusia  itu  sendiri, yaitu  mengenai tipe dari kenyataan  tersebut.
Selain  itu,  Marx juga berpendapat bahwa  seluruh  perubahan tersebut disebabkan  oleh  perubahan  dalam suatu  kekuatan ekonomi (economic force)  yang  mengendaIikan suatu masyarakat.
Dalam hal  ini,  Marx mendiagnosa  struktur kelas  sebagai suatu symptom  yang  menunjukkan bahwa kegiatan  produksi terkontrol  dengan baik.
Menurut Engels,  terhadap kegiatan produksi,  segala  sesuatunya bergantung pada  atau tiaknya,  sedikit atau  banyaknya permintaan dan hal tersebut dipengaruhi oleh dua hal, antar lain sebagai berikut. Pertama, adanya penyimpangan nilai-nilai dari komoditas yang terus berkelanjutan.
Kemudian hal yang kedua adalah kompetisi yang mengarah pada operasi hukum terhadap nilai komoditas produksi dalam perkumpulan para produsen yang akan melakukan pertukaran komoditas mereka.
 (Pemikiran Marx sebagai “Breaking Down System” terhadap Suatu Janji Hal 44-51)

C.      Hukum sebagai Suatu Janji
Masyarakat dan  hukum  tampaknya  tidak terpisahkan  antara  satu dan yang  lain,  hal ini  dapat  dilihat  dari  ungkapan  Cicero  yang ubi societas ibi ius yang  memiliki  pengertian  dimana  ada  masyarakat di situ ada  hukum  sehingga  secara  langsung  ataupun  tidak  langsung hukum  pun  juga  mengikuti  perkembangan masyarakat di mana hukum  tersebut  bertumbuh.
Pada awalnya hukum dikatergorikan sebagai bagian dari limu sosial. Hal ini disebabkan pada awalnya para ahli dan ilmuwan menganggap ilmu pengetahuan hukum tersebut sebagai the science of law atau legal science.
(Hukum sebagai Suatu Janji Hal 55)




BAB 4
HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI SUATU NEDD DAN JANJI
A.  Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu Need
Berbagai macam pendapat tentang kapan hak asasi manusia ( ilmuan rights) mulai mendapatkan pengakuan dalam kehidupan bermasyarakat. Ada yang menyatakan bahwa pengakuan hak asasi manusia ini secara tidak langsung telah di mulai dengan di susunnya kode ( kitab Undang – undang ) Hammurabi ( 1792 – 1750 SM) yang di temukan oleh para arkeolog prancis di bagian barat daya iran. Dalam kode Hammarubi ini memuat 282 aturan hokum yang di dasarkan pada prinsip Lex talionis, yaitu hukuman yang setimpal dengan kejahatannya.
Terlepas dari semua itu, praktik nyata mengenai konsep hak asasi modern ini dimulai pada tahun '1688. Hal ini ditandai dengan praktik revolusi lnggris yang menghasilkan Bill of Rights, yang intinya mengatur bahwa manusia sebelum memasuki masyarakat memiliki hak-hak tertentu, antara lain adalah hak untuk hidup, hak kemerdekaan (bebas dari kesewenang-wenangan), dan hak milik.
Kemudian, pasca Perang Dunia II, HAM mulai mendapatkan pengakuan dari dunia internasional, yaitu dengan diresmikannya Universal Declaration of Human Rights, pada tanggal l0 Desember 1948, di mana pada saat pengesahannya terdapat 48 negara yang mendukung, 0 negara yang menentang dan 8 negara yang abstain.
Apakah permasalahan mengenai HAM ini selesai ? seiring dengan perkembangan zaman, ternyata permasalahan di bidang ‘HAM’ ini semakin kompleks. Hal ini karena pada pasca perang dunia II, muncul suatu masa yang lazim disebut era perang dingin ( cold war ), yaitu persaingan idiologi politik dari Negara – Negara pemenang perang dunia II ( Uni Soviet dan Amerika serikat ) sehingga kondisi ini menyebabkan peta kekuatan dan politik dunia terpecah menjadi dua blok, yaitu blok timur ( Uni Soviet dan Negara Sino Sovietnya ) dan  blok Barat ( Amerika Serikat dan anggota Natonya ).
Sebagai contoh pelanggaran HAM yang terjadi pasca penandatanganan Universal Declaration Of Human Rights adalah perang saudara di cina antara komunitas mao tse tung ( di dukung oleh Uni Soviet ) dan korea selatan ( didukung AS) pada tahun 1954 – 1963 bahkan Indonesia pun juga hamper terjadi perang saudara yang di timbulkan oleh klompok komunis Pro Uni Soviet, jika seandainya tidak di tindaklanjuti secara cermat oleh Presidan Soekarno pada tahun 1948 dan presiden soeharto pada tahun 1965.
Di samping,hal tersebut, contoh konkret yang membuktikan bahwa masalah HAM adaah masalah yang kompleks di antaranya sebagai berikut. Berakhirnya perang dingin tidak menjadi pertanda bahwa permasalahan HAM telah berakhir.
Ironisnya seluruh kejahatan pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh negara yang katanya paling tinggi menjunjung HAM di dunia, yaitu Amerika Serikat.
Akan tetapi, ada pandangan lain bahwa hak itu sendiri sebenarnya tidak terlepas dari hukum ataupun kewajiban.
Hal tersebut karena terkadang hukum juga menimbulkan suatu peristiwa hukum, yaitu peristiwa yang menimbulkan hubungan hukum, antara lain berupa hak dan kewajiban.
Selaln  itu, dapat dikemukakan  bahwa  hak adalah  kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah  tuntutan perorangan  atau kelompok  yang diharapkan  untuk dipenuhi.
Akan tetapi  apabila dihubungkan dengan  unsur - unsurnya, tidak semuanya bahwa hak tersebut dilandasi  oleh hukum  (atau dalam arti lainnya hak moral  tersebut telah mendapat  semacam payung hukum). Dengan demikian,  dapat dikatakan  bahwa hak dikenal dengan dua jenis, yaitu hak hukum  positif dan hak moral.
Dalam hal ini, hak moral berbeda dengan keterangan sebelumnya, yang menyatakan bahwa hak moral dapat berubah renjadi hak hukum apabila mendapat pengakuan  penerapan dari masyarakat.
Menurut James W. Nickel, hak asasi manusia memiliki reberapa ciri yang sangat menonjol dibandingkan dengan hak - hak lain diantaranya sebagai berikut. Hak asasi manusia adarah hak untuk sendiri. Hak asasi manusia adarah hak yang dianggap bersifat Universal yang dimiriki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia, Hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya dan tidak bergantung pada pengukuan dan penerapannya dalam sistem hukum adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu.
Dalam analisis tentang hakikat hak itu sendiri, James W. Nickel pertama kali mengemukakan tentanq unsur - unsur dari hak itu sendiri, di anraranya sebagai berikut. setiap hak mengidentifikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya. Hak adalah untuk suatu kebebasan atau keuntungan.
Otoritas  dan keuntungan, mengklaim  suatu hal sebagai  hak seseorang, dan memfokuskan  kegunaan  hak bagi pemilik hak saja.
Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu Need ( Hal  59 – 70 )

B.   Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu janji
Konsep  hak asasi manusia menurut beberapa pakar dari yang sederhana  sampai pada filsafat Stoika di zaman kuno, berdasarkan yurisprudensi  hayati  (natural law), Grotius dan lus Naturale dari Undang-Undang  Romawi.
Hak asasi manusia  (human  rights) pada mulanya adalah produk mazhab hukum  kodrati. Hal  ini dapat dilihat mulai dari zaman kuno sampai  pada zaman modern, hukum  kodrati yang mendalam abad pertengahan  bersamaan  dengan  tulisan para filsuf pertama kristiani  (Santo  Thomas  Aquinas).
Akan  tetapi, menurut Bapak Hukum  lnternasional Hugo de Groot  (Belanda) dengan  nama lainnya Grotius dalam makalahnya, De iure Belli ac Pacis menyatakan  bahwa hukum  kodrati merupakan  landasan  hukum  semua  hukum  positif  atau hukum tertulis  yang dapat dirasionalkan dan nonempiris  dengan me helaah aksioma  ilmu ukur.
Terhadap hak asasi manusia sebagai  suatu  janji dapat diuraikan sebagai  berikut. Pada dasarnya, hukum hak asasi manusia merupakan  cabang hukum  internasional, proses  terbentuknya sama dengan hukum  internasional.








Adapun mengenai  traktat adalah  persetujuan antara dua negara atau lebih mengikatkan secara  hukum  dalam bidang  tertentu. Di dalam Konvensi  Wina menyatakan  traktat adalah persetujuan  internasional dalam bentuk tertulis di antara negara-negara.Traktat  antara  dua negara disebut  bilateral  dan  traktat antara  lebih dari dua negara  disebut multilateral (umum).
Metode  yang digunakan  untuk menafsirkan  traktat adalah kaidah pasal 31 konvensi wing,  yang menyatakan bahwa  suatu traktat haruslah  ditafsirkan dengan jujur sesuai dengan makna dalam konteksnya  dengan mengikat maksud dan  tujuan  traktat itu.
Hak Asasi Manusia Sebagai Suatu janji ( hal 70 – 76 )




BAB 5
HAK ASASI MANUSIA DALAM DUNIA INTERNASIONAL
A.     Asal Usul Hak Asasi Manusia
Perhatian Dunia  internasional  terhadap  hak asasi manusia dipengaruhi  oleh isu kemanusiaan,  di mana  secara  legal diatur dalam piagam PBB  tahun 1945, yaitu tentang perlindungan  hak asasi manusia dalam sistern  internasional. Tujuan dari piagam PBB adalah memberikan  perlindungan  hukum  terhadap masyarakat dan negara internasional  yang berdasarkan hukum.
1.      Asal-Usul  Domestik  Hak Asasi Manusia
Konsep hak asasi manusia menurut  beberapa  pakar dari yang sederhana  sampai  pada  filsafat Stoika di zaman  kuno berdasarkan  yurisprudensi  hayati atau kodrati atau yang lebih dikenal dengan  istilah hukum alam  (natural law).  Hukum  alam dipopulerkan  oleh Grotius melalui  ius naturale  dari Undang - Undang Romawi.
a.      Pengalaman  lnggris
Magna Carta merupakan awal perjuangan  hak asasi manusia  (kaum bangsawan) lnggris, yang isinya adalah kesepakatan pembagian kekuasaan  antara Raja John dan kaum bangsawan.
Kedua pandangan di atas ada benarnya  karena Bill of Rights bukan hanya mengatur kaum borjuis melainkan juga mengatur  hal-hal yang berkaitan dengan HAM, walaupun pada waktu  itu pengaturan belum menyangkut semua warga negara  lnggris.


b.      Pengalaman Amerika Serikat
Dalam  upaya melepaskan  koloni-koloni  itu dari kekuasaan lnggris menyusul ketidakpuasan  terhadap  tingginya pajak dan  tidak adanya wakil parlemen  lnggris, maka para pendiriAmerika  Serikat mencari pembenaran dalam  teori kontrak  sosial dan hak-hak kodrati  dan Locke dan para  filsuf Perancis.
Sebelum deklarasi Amerika,  deklarasi hak asasi Virginia (The Virginia Declaration of Rights) yang  disusun oleh George  telah mencantumkan  hak-hak  yang spesifik yang harus dilindungi, antara  lain kebebasan  pers, kebebasan  beribadah.
Dengan  demikian  para penyusun  naskah UUD Amerika Serikat terpengaruh gteh Declaration Vilginia dengan memasukkan perlindungan  hak-hak manusia  dengan mengadopsi  Bill of Rights yang memuat daftar  hak-hak individu melalui beberapa  kali amandemen.
c.       Pengalaman Perancis
Revolusi Perancis  dengan perjuangan kemerdekaan  AS mempunyai  ciri yang  sama dengan  tujuan berbeda. Jika perjuangan  AS untuk kemerdekaan  yang berdaulat, sedangkan Perancis bertujuan untuk menghancurkan pemerintahan yang sah dan menggantikan dengan pemerintahan  yang demokratis (orde baru).
Revolusi  Perancis  juga mencerminkan  teori kontrak sosial serta hak-hak kodrati  dari Locke dan para  filsuf - filsuf Perancis Montesclieu dan Rousseau.
Dari uraian  tersebut maka dapat  dilihat bahwa sejarah dan perkembangan  hak asasi manusia  yang terjadi  di lnggris, Amerika  serikat, dan Perancis merupakan penindasan dan kesewenangan  yang dilakukan  terhadap  rakyat  oleh penguasa.
revolusi yang terjadi di Amerika dan perancis dapat dikatakan  sebagai yang paling penting karena di daram  revorusi  tersebut  hak asasi manusia menjelma menjadi:
a.      Hak-hak yang kodrati,  inheren, universal dan  tidak dapatdicabut manusia, oleh karena mereka adalah kawula hukum  suatu negara.
b.      Memiliki perlindungan  terbaik dalam kerangka  yang demokratis  (konsep penentuan nasib sendiri) yang bersirat politis.
c.       Memiliki  batas-batas pelaksanaan hak-hak  hanya dapat ditetapkan atau dicabut oleh undang-undang  (dalam rangka  rule of  law).
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa  pengertian  hak asasi manusia telah berarih,  dari perrindungan  individu  kepada hak sosial dan ekonomi (tidak sratis tapi dinamis).
            Asal-Usul  Domestik  Hak Asasi Manusia ( hal 77 – 82 )
2.      Perkembangan  lnternasional  sebelum Perang Dunia Kedua
a.      Individu dalam Sistem  Internasional
lndividu sebagai  kawula negara,  tunduk pada  kewenangan pemerintah mereka, dan negara lain tidak boleh mengintervensinya.
Untuk  itu, negara-negara  barat seharusnya  mempunyai  standar  internasional  terhadap perlindungan orang asing.
b.      Investasi Kemanusiaan
Sebelum  piagam PBB, individu pada dasarnya  tetap tunduk pada penguasa. Sejumlah  negara besar pada abad ke-19 mengakui hak intervensi kemanusiaan untuk mencegah kekaisaran Ottoman  menganiaya  kaum minoritas di Timor Tengah dan daerah Balkan.

c.       Penghapusan Perbudakan
Penghapusan perbudakan  merupakan  perkembangan kemanusian  dalam hukum internasional. Penghapusan perbudakan  adalah  dalam  rangka kepedulian terhadap kemanusiaan.
d.      Palang Merah Abad 19 (1863)
Pembentukan  komite palang merah  internasional  untuk melindungi korban perang dan perlakuan terhadap tawanan  perang.
e.      Organisasi  Buruh  Internasionsl (lLO)
Organisasi buruh  internasional  dibentuk berdasarkan traktat Versailles  (1919) yang merupakan  respons kepedulian sekutu mengenai keadilan  sosial dan standar perlakuan  terhadap  kaum buruh industri  yang diilhami oleh Revolusi Balshewik yang menjadi badan khusus PBB sebagai pendahuluan  sistem  proteksi  terhadap hak ekonomi, sosiai, dan budaya.
f.        Liga Bangsa-Bangsa
Liga Bangsa-Bangsa  adalah sebuah organisasi internasional, dimana negara-negara anggota wajib mengupayakan sasaian-sasaran  kemanusiaan,  disamping menjamin perdamaian dan keamanan  serta memperlancar kerja sama internasional.
g.      Traktat Mengenai Kaum Minoritas
Traktat yang memproteksi  kaum minoritas adalah menyangkut  kelompok  bukan hak-hak individu.  Tujuan traktat ini memastikan perlakuan yang sama bagi minoritas etnis agama dan bahasa.
Perkembangan Internasional  sebelum Perang Dunia Kedua ( hal 83 – 85 )

3.      Perkembangan  lnternasional Sesudah  Perang Dunia Kedua

a.      Perserikatan Bangsa-Bangsa
Setelah  perang  dunia  kedua  hukum HAM  inrernasional semakin  berkembang yang  diawali Kekuasaan  Nazi terhadap penduduk  Jerman dan  rakyat di wilayah yang ditaklukan.
Selanjutnya dalam konsep hak asasi manusia yang modern dapat dijumpai di dalam revolusi Inggris, Amerika serikat dan perancis pada abad 17 dan 18.
Menurut Sri Soemantri dalam Aspirasi Pemerintah, Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan  hasil perjuangan selama berabad-abad  di negara  barat.
b.      Piagam PBB dan Deklarasi  universal
Pasal 2 ayat (7) piagam PBB  menegaskan  kembali asas nonintervensi oleh  PBB. Pasal ini juga memuat beberapa acuan khusus  terhadap hak asasi. Di dalam mukadimah piagam menegaskan kembali keyakinan  rakyat-rakyat PBB pada hak-hak manusia  yang  asasi, yaitu martabat dan harga diri manusia dan hak-hak yang sama bagi pria dan wanita.
c.       Konvensi Khusus PBB
Untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia secara universal  ditemui banyak  kesulitan Untuk itu PBB menyusun  instrumen hukum yang mengikat berkaitan aspek-aspek HAM yang khusus yaitu traktat yang mengenai pencegahan  dan penghukuman  (pembuatan manusia).


d.      PBB dan Dekolonisasi
Tindakan PBB dalam masalah dekolonisasi adalah sistem perwakilan untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan asasi semua orang, sistem ini diawasi oleh PBB melalui  dewan perwalian.
e.      Proses Helsinki
Perkembangan  internasional yang  terjadi selama periode detente  (peredaan  ketegangan)  antara Blok barat  dan Blok komunis pada awal 1970 adalah  konferensi mengenai keamanan  dan kerja semua di Eropa yang dikenal dengan Proses Helsink.
Sedangkan Uni Soviet berkepentingan  agar  tapal batas sebelah barat diakui  pihak barat dan berusaha memperoleh  komitmen  tentang HAM dari Blok Timur.
Dengan piagam ini negara-negara Blok komunis komitmen  terhadap prinsip-prinsip  kebebasan  demokratis yang luhur.
1)      Sistem Eropa
Sistem yang paling maju dalam hal daya  tahan jumlah yurisprudensinya  adalah  sistem Eropa (Konvensi Eropa mengenai  hak asasi manusia dan kebebasan Fundamental  1950).
Konvensi Eropa dan kesepuluh protokolnya terutama mengenai  proteksi  terhadap hak sipil dan politik, meskipun protokol I dimaksudkan untuk memproteksi hak milik pribadi  sedangkan  proteksi untuk  hak ekonomi  dan sosial.
dalam  kenyataan piagam tersebut  tidak berjalan sesuai  yang diharapkan.


2)      Sistem antar – Amerika
Sistem antar-Amerika  dibentuk oleh dua mekanisme proteksi  yang masing-masing berdiri sendiri.  pertama, Organisasi Negara Amerika (OAS).
Kemudian protokol Pacta san Salvador  (1989)
3)      Piagam Afrika
Piagam Afrika mengenai hak-hak manusia  dan  rakyat (1981)  dikenal juga piagam Banjul (ibu kota negara Gambia)
Piagam ini memuat sejumlah hak-hak sipil dan politik di samping hak ekonomi sosial dan budaya, kemudian hak generasi ketiga,  hak solidaritas.
Perkembangan  lnternasional Sesudah  Perang Dunia Kedua ( hal 85 – 90)
B.     Teori Tentang Hak Asasi Manusia
Ada dua alasan yang menyatakan  bahwa penelitian aspek-aspek  hak asasi  manusia  yang analitis dan normatif.
1.      Proteksi hak asasi manusia merupakan masalah hukum  nasional  (domestik). Tetapi jika hukum  nasional  tidak memenuhi standar  hukum internasional maka diserahkan pada hukum internasional  untuk proteksi  bagi HAM.
2.      Sebagai dasar instrumen hak asasi manusia menciptakan lembaga untuk mengawasi sistem dan berfungsi seperti pengadilan  dengan menerapkan  teknik tradisional.
Oleh  karena  itu dalam menganalisis  bagaimana  cara orang - orang ini membuat keputusan, adalah tepat untuk diterapkan berdasarkan analog teori - tedri para ahli hukum  nasional. Untuk ini secara rinci yurisprudensi  Mahkamah  Eropa tentang  hak asasi manusia  (European  Court of Human Rights) perlu ditelaah lebih luas.
1.      Hukum Kodrati dan Hak Kodrati
Hak asasi manusia (human  rights) pada mulanya adalah produk mazhab hukum kodrati. Hal ini dapat  dilihat mulai darizaman kuno
Aspek  hukum  kodrati dipandang sebagai ide hak kodrati, dimana setiap orang  adalah  individu  yang otonomi. Landasan hukum  pandangan  di atas adalah  teistik.
Selanjutnya, menurut Bapak Hukum lnternasional Hugo de Groot  (Belanda) dengan nama lainnya Grotius dalam makalahnya, De iure Belli ac Pacis menyatakan  bahwa hukum kodrati merupakan landasan hukum semua hukum poritif atau hukum tertulis yang dapat dirasionalkan  dan nonempiris dengan menelaah aksioma ilmu ukur.
Pandangan  Gretius disempurnakan  (abad ke-17) yang pada akhirnya berubah menjadi  teori hak kodrati, dengan mengakui hak-hak  individu  yang subjektif.
Locke menggunakan  teori kontrak  sosial apabila melanggar hak-hak kodrati  individu.Teori kontraksosial menurut Locke untuk membela revolusi  gemilang  lnggris  l688.

2.      Hak Kodrati Oleh Locke

a.      lndividu adalah makhluk  yang otonom yang mumpu melakukan pilihan.
b.       Keabsahan  pemerintah  tidak hanya bergantung pada kehendak rakyat,  tetapi juga pada kemauan dan kemampuan pemerintah untuk melindungi  hak kodrati individu.
Teori hak kodr,ati adalah suatu ide yang menjelaskan hakikat manusia dalam masyarakat politis, yang dipengaruhi oleh pemikiran  politik pada abad 17 dan 18.
Teori  kontrak  sosial  Loucke,  Rousseau,  menyatakan  bahwa hukum kodrati tidak menciptakan hak kodrati individu, melainkan  menganugerahi kedaulatan yang tidak bisa dicabut,
Sedangkan  Kant mengembangkan  gagasan  dari suatu apresiasi yang lebih umum terhadap hak kodrati dan hak kodrati  yang non empiris, adapun  dasar teori Kant adalah perintah  kategaris,
Perintah kategaris menurut Kant ada  tiga tingkatan,  yaitu:
a)        Merinci  tindakan-tindakan universal  individu.
b)      Menyediakan  kaidah - kaidah  yang sistematis  untuk menetapkan  kewajiban.
c)      Merinci hubungan antara kebebasan  dan kewajiban.
Yang mendasari perintah kategaris ini adalah  ide bahwa individu berkewajiban mengembangkan  kapasitas  rasional, berbeda dari  tradisi hukum kodrati yang lama hak-hak semacam itu tidak ditentukan Iebih dahulu.
Kant mempostulatkan  bahwa dalam masyarakat rasional yang menentukan  nasib adalah mereka  sendiri.
Menurut Scott Davidson hak kodratitidak  bisa diuji kebenarannya  secara  ilmuan, karena  hak kodrati  tidak mungkin ada secara objektif, seperti dikatakan oleh Jeremy Bentham (lpggris),
Teori hak kodrati dipakai sebagai landasan sistem hukum yang dianggap superior  ketimbang hukum negara. Orang bisa mengajukan  banding  pada hukum  ini jika hukum negara tidak adil,
3.      Positivisme
Para teoretikus hukum kodrati yang menyatakan hak itu dari Tuhan sedangkan kaum  positivis  berpendapat  hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara, dengan mempergunakan metode-metode empiris mencerminkan  suasana  ilmiah.
fenomena sosial dapat dikelompokkan dalam dua kategori,yaitu
a)      fakta yang dapat dibuktikan "ada" secara empiris  dan yang "benar" atau "salah"  (yang  dimaksud  ada).
b)      kategori moralitas yang secara objektif tidak dapat dibuktikan adanya (yang  dimaksud  seharusnya)
Masalah yang dapat dibuktikan secara empiris bahwa hukum  positif bertitik tolak pada adanya hak yang  formal. Mazhab positivisme yang dikenal  sebagai utilitarianisme (jeremy  Bentham)  yang menyatakan  eksistensi manusia dikuasai  oleh kesenangan dan penderitaan.
Namun moralitas bukan bersumber  dari metafisik, melainkan terletak pada referensi pribadi mayoritas yang berpoiensi menimbulkan  tirani dan penindasan  terhadap minoritas, dengan demikian Beniham  dan pengikutnya menggunakan  utilaterianisme  untuk pembaharuan  hukum Inggris.
Empirisme  yang dianut Austin dapat menyimpulkan bahwa satu-satunya  hukum yang  shahih perintah yang daulat atau kekuasaan  politik yang berkuasa dengan sanksi dan ganti rugi.
Adapun  kritik terhadap  positivisme  yang tidak menempatkan  kendala moral  pada aturan negara,  individu  hanya menikmati  hak-hak yang diberikan  negara.
Menurut H.I.A Hart, meskipun hukum dan moralitas berdiri  sendiri, namun  undang – undang pemerintah diakui oleh masyarakat sebagai satu kesatuan.
4.      Teori Antiutilitarian
Teori utilitarian memprioritaskan  kesejahteraan mayoritas dengan  tidak mempedulikan  minoritas, misalnya  melarang kaum homoseks  untuk praktik karena menjijikkan, pelarangan ini adalah  diskriminatif.
Kritik Nozeck bahwa utilitarianisme mengorbankan kebebasan  individu, kehidupan  individu adalah satu-satunya kehidupan yang dimiliki.
Faktor kemiskinan dan ketidaktahuan  membuat manusia tidak mampu memanfaatkan hak-hak mereka sepenuhnya untuk menikmati  nilai kebebasan.
5.      Realisme Hukum
Para realis mengemukakan potret informal, terhadap hak-hak sebagai suatu manifestasi dari suatu proses berkesinambungan, sedangkan paund dengan kepentingan sosial melalui asas rekayasa sosial.
Para  realis hukum seperti Mc Dough,  Lasswell  dan Chen menyatakan tuntutan pemenuhan  hak asasi yang berasal dari pertukaran nilai-nilai  internasional yang  luas dasarnya. Tujuan  pendekatan  yang sarat nilai dimiliki  bersama melalui aplikasi  asas-asas demokratis.
6.      Marxisme
Menurut Marx yang melihatnya  dari sudut ilmiah menyatakan apa yang disebut hukum kodrati adalah idealistik dan historis, dan kaum  revolusioner  borjuis, menyatakan  hak kodrati itu  tidak dapat dicabut dan dihilangkan. Dalam  teori Marxis, hakikat  seseorang individu adalah suatu makhluk.
Teori Tentang Hak Asasi Manusia ( hal 90 – 100 )
C.      Klasifikasi Hak Dalam Dunia Internasional
Perdebatan mengenai hakikat yuridis dan hak asasi manusia dalam hukum internasional  cenderung memfokuskan  pada hubungan normatif.  Grouston berpendapat, bahwa  hanya hak sipil dan politik sajalah yang tepat disebut sebagai hak asasi manusia.Terhadap  hal ini hak ekonomi dan sosial saja yang rnempunyai  arti nyata, sedangkan hak sipil dan politik hanya memperkuat distribusi  kebutuhan material dan sosial (orientasi sosial).
1.      Hak Fundamental
Hak fundamental telah ada sebelum  hak-hak  itu menjadi hukum  positif melalui  berbagai  instrumen  PBB. Dalam ICCPR dan konvensi  hak asasi manusia regional Eropa. Amerika dan Afrika,  hak-hak  tertentu digambarkan  sebagai yang tidak boleh dilanggar dan dikurangi sekalipun dalam masa perang atau negara dalam keadaan darurat. Hak-hak  tersebut yaitu hak untuk hidup.
2.      Hak-Hak  Sipil dan Praktik Politik Versus Hak-Hak  Ekonomi, Sosial dan Kultural
Menurut Graouston, hak sipil dan politik merupakan hak asasi manusia dalam arti yang sebelumnya,  sedangkan hak ekonomi  dan sosial tidak mendapatkan  status seperti  itu.
Perumusan implementasi kategori - kategori  hal yang dimaksud  adalah hak yang  riil dan kategori yang lain bukan hak yang  riil.
Dari tingkat pragmatis  bahwa  hak sipil dan politik dapat segera  dilindungi, sedangkan hak ekonomi, sosial dan kultural memerlukan  pelaksanaan  yang progresif  hak sipil dan politik dari satu politik dan hak ekonomi sosial dan kultural di pihak lain
3.      Hak Generasi  Ketiga
Hak generasi ketiga (solidaritas) dikaitkan dengan bangkitnya nasionalisme dunia ketiga, dan persepsi negara-negara  berkembang  bahwa  tatanan internasional cenderung memusuhi mereka. Piagam PBB menempatkan hak asasi manusia.
Selanjutnya, masyarakat  internasional berkewajiban membangun suatu  sistem globalyang menguntungkan yang akan menjamin  partisipasi negara  berkembang  dengan  lebih baik. antaranya sebagai berikut.
1)      Hak atas penentuan  nasib sendiri di bidang ekonomi praktik, sosial dan kultural.
2)      Hak atas pembangunan  ekonomi sosial.
3)      Hak untuk berpartisipasi.
4)      Hak atas perdamaian.
5)      Hak atas lingkungan yang sehat.
6)      Hak atas bantuan  kemanusiaan.
Oleh karena  itu, dapat dikatakan  bahwa ciri hak generasi ketiga yang pertama adalah bersifat kolektif, sedangkan ciri yang kedua perwujudannya bergantung pada kerjasama internasional.
Klasifikasi Hak Dalam Dunia Internasional ( Hal 100 – 102 )




D.     Hak Asasi Manusia dan Hukum  Internasional

1.      Kedaulatan
Kedaulatan  adalah suatu  doktrin konstitusional. Mewakili hak – hak negara dalam hubungannya  dengan  luar negeri. Ciri negara  berdauiat adalah berhak melakukan  pengawasan terhadap wilayahnya dan warga negaranya  kecuali bertentangan dengan hukum  internasional.
2.      Non  lntervensi
Suatu negara mempunyai hak atas yuridiksi ekskrusif terhadap urusan dalam negerinya.  Untuk itu negara tidak berhak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain tanpa alasan yang sah. Pasal 2 (7) piagam PBB menyatakan bahwa organisasi itu dilarang mengintervensi urusan dalam yurisdiksi suatu negara. Dengan  demikian  kedaulatan  tidak absolut melainkan dibatasi oleh hukum  internasional.
3.      lndividu  dalam Hukum  lnternasional
Individu merupakan  objek hukum yang dkandai  dengan kebangsaannya. Dalam hal era pasca perang  dunia II proses individu  berubah.  individu tidak  lagi dipandang sebagai objek.
Kemudian  setelah  dilaksanakan  pengadilan mahkamah militer  internasional di Nuremberg maka  individu  dilarang melakukan  kejahatan yang bertentangan dengan perikemanusiaan, dengan demikian  individu secara pribadi bertanggung jawab  terhadap kejahatan perang.
Hak Asasi Manusia dan Hukum  Internasional ( hal 102 – 103 )




4.      Ketentuan Romede Lokal
Ketentuan romede lokal berasaI dari hukum sebagai tanggung jawab negara. Ketentuan mengenai romede lokal berkaitan dengan HAM dalam konteks  yang berbeda, tetapi dasar pemikiran ketentuan  ini pada pokoknya  sama.
Permohonan  individu adalah mengupayakan  romede lokal untuk memperoleh  kepastian hokum.
5.      Proses Pembuatan  Hukum Atas Hak Asasi Manusia
Hukum hak asasi manusia merupakan  cabang hukum internasional,  proses terbentuknya sama dengan hukum internasional sendiri, yaitu terlahir dari adanya keperluan masyarakat  akan adanya hukum  tersebut. Untuk itu, perlu diuraikan  secara  singkat mengenai  sumber-sumber dari hukum  internasional.
a.      Traktat
Traktat adalah persetujuan antara dua negara atau lebih mengikatkan secara hukum dalam bidang tertentu.
Traktat multilateral membiarkan negara  untuk mengondisikan kewajibannya  dengan mencantumkan  syarat (resuvation).
Sebagai negara peserta  harus bertanggung  jawab  atas pelanggaran  traktat yang dilakukan  sebelum  pengunduran diri. Metode yang digunakan untuk menafsirkan traktatadalah kaidah pasal 31 konvensi Wina menyatakan suatu  traktat haruslah ditafsirkan  dengan  jujur sesuai dengan makna  dalam  konteksnya  dengan mengikat maksud  dan  tujuan traktat  itu.

b.      Kebiasaan
Kebiasaan  (custom) merupakan sumber hukum secara kualitatif  lebih penting dari traktat  karena  kebiasaan adalah landasan  bagi sistem hukum  internasional.  Kebiasaan terdiri  atas dua unsur,  yaitu material  dan psikologi.
c.       Resolusi Majelis Umum PBB
Beberapa  negara menolak  bahwa  resolusi majelis umum PBB mempunyai  efek normatif, karena  resolusi  seringkali tidak mencerminkan  aspirasi  universal dari anggota Perserikatan  Bangsa-Bangsa.
Hak Asasi Manusia  dan Hukum  Internasional ( hal 102 – 106 )
E.      Perserikatan  Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia

1.      Piagam  PBB
Piagam PBB memuat  beberapa ketetapan mengenai  hak asasi manusia  yang di dalam mukadimahnya mengatakan tekad anggota  PBB untuk kembali pada hak asasi manusia, martabat  dan nilai manusia, persamaan hak pria dan wanita, negara  kecil dan negara  besar.
ujuan piagam PBB pasal 1 (3) dan pasal 55, yaitu menggalakan dan mendorong  penghormatan  terhadap hak asasi manusia dan kebebasan bagi semua orang. Tanpa membedakan ras,  jenis  kelamin, bahasa atau agama.
2.      Organ Kepengurusan  PBB dan Hak Asasi Manusia
a.      Majelis Umum
Majelis umum adalah organ kepengurusan PBB yang kewenangannya yaitu mempertimbangkan masalah hak asasi manusia. Kewajiban utamanya menilai studi. dan membuat  rekomendasi  dalam realisasi hak dan kebebasan asasi bagi semua  orang. Majelis umum  telah berhasil memberikan  fekomendasi untuk  instrument hukum  internasional yang mencakup  deklarasi universal.
b.      Komisi Hak Asasi Manusia  (CHR)
Komisi Hak Asasi Manusia ialah anggoia PBB yang dipilih sebagai wakil pemerintah (organ politik PBB) dengan tugas mengembangkan agenda hakasasi  manusia.
prosedur  bersifat  rahasia  ini mempunyai kekurangan – kekurangan sebagai berikut.
1)      Kerahasiaan menjamin bahwa negara tidak terpojok.
2)      Akumulasi bukti adanya pelanggaran kasar yang memperlambat kerja lembaga.
3)      Prosedur itu mudah disalahgunakan.
Komisi mengenai status kaum wanita.  lembaga ini mempunyai  fungsi ganda yaitu:
1)      menyiapkan  laporan dari rekomendasi kepada ECOSOC mengenai penegakan hak wanita di bidang politik, ekonomi, sipil, sosial dan pendidikan.
2)      menyampaikan saran pada ECOSOC  mengenai perhatian  negara  terhadap hak wanita.
Komisi  ini berhasil  dalam menyusun standar internasional dan deklarasi  mengenai  status wanita  (1967),penghapusan  segala bentuk diskriminasi  terhadap wanita (1979), dan kovensi hak-hak politik kaum wanita  (1953).
3.      Organisasi Buruh  lnternasional (ILO)
Tujuan ILO yaitu menegakkan keadilan sosiai dan kesejahteraan sosial melalui penegak hak kesejahterran sosial.
Proses pengawasan:
a)      Pasal (22) Negara anggota diwajibkan membuat laporan berkala terhadap pelaksanaan konvensi lLO.
b)      Pasal (24) pengaduan disampaikan pada ILO oleh suatu asosiasi pengusaha atau buruh.
c)      Pasal (25) suatu  negara dapat mengadukan negara  lain yang menjadi  peserta jika tidak mematuhi konvensi  ILO.

4.      Langkah PBB dalam Bidang-Bidang  Hak Asasi Manusia yang Spesifik
a.      Genosida
Konvensi mengenai pencegahan dan penghukuman terhadap kejahatan genosida  disetujuioleh  Majelis Umun tahun 1948 dan berlaku sejak  1957 yang dimotivasi oleh pengalaman pemusnahan  jutaan orang Yahudi, Gipsy, Slavia oleh Nazi.
b.      Diskriminasi Rasial
Traktat yang menangani diskriminasi rasial adalah konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial.
c.       Diskriminasi  Seksual
Langkah – langkah untuk melarang diskriminasi didasarkan pada jenis kelamin.
Pasal 1 konvensi ini mengatur penggunaan hak-hak wanita tanpa diskriminasi, dan pasal 2 nya antara iaki-laki  dan perempuan  mempunyai  derajat yang sama dalam  kehidupan  sosial  dan politik. Konvensi ini mencerminkan adanya persamaan gender antara laki – laki dan perempuan,
d.      Penyiksaan
Konvensi PBB menentang dilakukannya penyiksaan dan perlakuan kerja tidak manusiawi serta merendahkan martabat manusia apa pun alasannya.
e.      Anak-Anak
Konvensi PBB mengenai hak anak disetujui oleh Majelis Umum pada tahun 1989 dan berlaku  tahun 1990.
Perserikatan  Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia ( hal 106 – 110 )











BAB 6
IMPLIKASI HAS ASASI MANUSIA TERHADAP HAK-HAK SIPIL, POLITIK, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA
A.     Hak Asasi Manusia sebagai Suatu Implikasi
Hak asasi manusia ialah hak-hak yang dimiliki seseorang selaku manusia. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa umat manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, selainkan semata-mata karena martabatnya sebagai manusia, itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
Asal-usul  gagasan  mengenai  hak  asasi manusia  bersumber dari hak  kodrati dari  teori  hak  kodrati  (natural  right  theory).  Teori kodrati  mengenai hak-hak  itu  bermula  dari  teori  hukum  kodrati (natural  law  theory).  Sehingga  dalam pembahasan  hak asasi manusia tidak  terlepas  dari pandangan  agama  yang meletakkan HAM  sebagai  otoritas  Tuhan.
Dari konteks sumber  HAM menurut  hukum  alam memandang eksistensi manusia  di dalam  kebesaran  alam,  sehingga setiap  individu berada  dalam  keadaan  bebas,  mampu  menentukan  tindakan mereka  dan  memiliki  kemandirian  tanpa  terikat  pada  keinginan atau  wewenang  orang  lain.
Hak-hak  manusia  secara umum bertujuan  dan  menghendaki ditetapkannya  kaidah-kaidah  umum dalam  sistem  konstitusi  dan perundang-undangan,  serta  hal-hal  yang  mesti  diikuti dalam pelaksanaannya  berupa  kode  etika  dalam  gelanggang percaturan.
Oleh karena  itu, persoalan  ini  senantiasa  menjadi  arena perbedaan pendapat  dan pertentangan  paham,  serta  teori  yang berbeda-beda. Karena  itu  pembahasan  mengenai  HAM selalu  menjadi  topik kajian  oleh para filosof,  pemimpin  agama, kaum  politisi,  sosiolog, ahli hukum, ahli ekonomi, sebagian  ahli pikir  dan sastrawan.
(Hak Asasi Manusia sebagai Suatu Implikasi Hal 111-113)
B.      Periode Perkembangan Hak Asasi Manusia
1.      Periode Hukum Adat
Di masa  Iampau  yang  tidak  diketahui,  masyarakat  itu  berdiri di atas prinsip  kebenaran  ada  dipihak yang  kuat,  yang membolehkan  perampasan  hak-hak  seseorang.
Perbudakan  dipandang  sebagai  hal yang  wajar, kebebasan memilih pekerjaan  dibatasi,  sistem  kasta merupakan  hal yang  umum,  rakyat  diperbudak  dan  perempuan dihinakan. Keadaan demikian  berubah  perlahan yang  diawali  dengan Iahirnya hukum  adat,  dengan  mengakui  sebagian  hak-hak  asasi.
2.      Periode Hukum Perundang-undangan
Hukum adat yang ada selanjutnya dijadikan hukum yang mengikat, diantaranya undang-undang Hamurabi, undang-undang Solon dan Lembaran dua belas. Hamurabi adalah raja Babilonia kira-kira abad 20 SM, undang-undangnya ditemukan oleh ekspedisi arkeologi Perancis pada awal abad ke-20 di kota Susa, wilayah kerjaan Babilon sebelah utara sungai Eufrat dalam bentuk prasasti. Undang-undang tersebut berpegang pada hukum Qisas (Lex talions), yaitu mata dibalas dengan mata, gigi dibalas dengan gigi, dan seterusnya.
Undang-undang Solon adalah  salah  satu  aturan  hukum kuno  yang  mengatur mengenai  kedudukan dan  hak  asasi manusia tersebut.  Solon seorang pilosof yunani (640-560 SM)  dipilih  penduduk  Athena sebagai  kepala  pemerintahan Archon.  Dalam  undang-undangnya mem  bebaskan  hukuman penjara  bagi yang  berhutang,  larangan  perbudakan  karena utang, memberi kebebasan  hak atas  tanah  dan  tentang  hak waris bagi  perempuan.  Undang-undang  dua  belas  dibentuk hasil  musyawarah oleh 10 orang  pimpinan adat  terkemuka  di
Romawi(abad  ke-5  5M).
Hukum  Romawi berkembang  selama 14 abad,  yaitu  sejak  didirikan  kota  Roma pada  abad VIII  SM  sampai wafatnya  kaisar Yustinianus  abad  ke VI M.
Dalam  ajaran  agama  samawi seperti  syariat  nabi  Musa yang didasarkan  dalam  kitab Taurat mengajarkan tentang cinta  kasih, persaudaraan  dan amal  saleh, demikian juga ajaran  hukum  gereja  Kristen yang disusun  gereja  berdasarkan kitab injil,  antara lain  tentang  kemerdekaan  beragama  dan persaudaraan kemanusiaan,  dan  perdamaian  di bumi.
3.      Periode Konstitusi
Kebanyakan  konstitusi  Barat  mendukung  hak-hak rakyat  dan kemerdekaan  dari kesewenangan  negara dan dari  penindasan oleh para diktator.
Salah  satu  ketetapan  terpenting tentang  HAM di Barat adalah  deklarasi  kemerdekaan  Amerika tahun  1776.  Dalam konstitusi  tersebut  ditegaskan bahwa  manusia dilahirkan, dan  senantiasa  berada  dalam  keadaan  merdeka dan memiliki hak  yang  sama  menurut  hukum.
4.      Periode Hukum Internasional
Berbagai  pertemuan  dan  konferensi  diselenggarakan,  serta perjanjian  pun  disetujui  untuk  menyelesaikan pertikaian  dan permusuhan,  juga  menetapkan  kaidah atau norma  hukum internasional. Seperti  persetujuan  La  Haye di  Belanda tahun 1899  tentang  perlindungan  HAM dalam peperangan, Protokol  Jenewa tahun  1925. Agar  hak-hak  dan kewajiban antarnegara  dapat dilaksanakan  maka dibentuklah  badanbadan dunia,  kemudian  dikeluarkan  piagam  internasional yang  berhubungan  dengan  HAM.
(Periode Perkembangan Hak Asasi Manusia Hal 114-119)

C.      Perkembangan Generasi Hak Asasi Manusia
Dalam menelaah  perkembangan  hak asasi  manusia, seorang ahli  hukum  dari  Perancis  Karel  Vasak  menggunakan  istilah "generasi"  untuk  menunjuk substansi dan  ruang  lingkup  hak-hak  yang diprioritaskan  pada  suatu  masa tertentu  sebagai salah satu  acuan atau  tolok  ukur  untuk  melihat perkembangan  dari hak  asasi  manusia.
1.      Generasi  Pertama Hak  Asasi  Manusia
Yang menjadi  slogan  dari hak generasi  pertama  ini  adalah kebebasan  yang  digolongkan  ke  dalam hak sipil  dan  hak politik. Kedua  hak  ini  dapat  dikatakan  sebagai  hak  yang "klasik"
2.      Generasi  Kedua Hak  Asasi  Manusia
Slogan dari  hak  generasi  kedua  ini  adalah persamaan  yang digolongkan  ke  dalam  hak ekonomi,  sosial  dan budaya. Hak ini  muncul dari  adanya  tuntutan  terhadap  negara untuk  memenuhi  kebutuhan  dasar  setiap orang  mulai  dari pangan,  sandang  dan  papan  hingga  pada kesehatan  dan kemakmuran  setiap  warga  negaranya.  Pada hak generasi kedua ini  diletakkan  pada  terminologi  yang  positif.
3.      Generasi  Ketiga Hak  Asasi  Manusia
Hak  generasi  ketiga  ini  mewakili  slogan  fraternite  atau  persaudaraan, di mana yang menjadi tuntutan dari hak ini adalah hak solidaritas  atau  hak bersama. Hak ini  muncuI  dari tuntutan gigih negara-negara  berkembang  atau  dunia  ketiga  terhadap tatanan ekonomi dan hukum  internasionai  yanq  adil.
(Perkembangan Generasi Hak Asasi Manusia Hal 119-121)


D.     Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Sipil dan Politik
Pada  intinya  konvensi  internasional  tentang  hak sipil  dan  politik dinyatakan  dengan istilah  yang mengikat  secara  hukum  dan  dianggap  kedua  hak tersebut  sebagai  hak  generasi  pertama  turunan dari hak asasi  manusia.
1.      Hak Menentukan Nasib Sendiri
Majelis umum  PBB  pada tanggal  14  Desember l960 telah mengeluarkan  suatu keputusan  deklarasi  tentang  pemberian kemerdekaan bagi  negeri-negeri  dan  bangsa-bangsa terjajah (Declaration  on the  Granting of  lndependence  to  Colonial Countries  and  People), dengan  tegas  penjajahan  dan  segala bentuknya,  dan  berisi  penegasan  atas  hak bangsa-bangsa dalam  memperoleh  kemerdekaan  dan  dalam  menentukan nasib  sendiri.
2.      Persamaan Dalam Kedaulatan dan Hak-Hak lainnya
Dalam  politik  mewajibkan  menjunjung tinggi  persamaan  hak antarnegara  dan  melarang  melakukan pelanggaran  atau  intervensi  terhadap  urusan  dalam  negeri orang  dan perampasan  tanah  dengan  kekerasan.
3.      Hak-hak Rakyat dalam Pergaulan Kemanusiaan
Pada  tanggal  9 Desember  1948  PBB telah  mengeluarkan persetujuan tentang  pencegahan  dan  hukuman  atas tindakan kejahatan permusnahan  secara massal (Convention  on  the Prevention and  Punishment  of  the  Crime  of  Genocide).  Konvensi ini  melarang semua  bentuk  penganiayaan  jasmani atau rohani.
4.      Larangan Penghukuman Secara Massal
Tidak  dibenarkan  dalam  suatu  undang-undang  mana  pun, bahwa  karena perbuatan  seseorang  atau suatu  kelompok, seperti  yang  terjadi  di Afghanistan,  lrak  dan Bosnia  maka orang-orang  tidak  berdosa  pun  menjadi  korban  atas  tindakan brutalisme.
Di antara sumber  hukum internasional  adalah  kebiasaan (custom), perjanjian (traktat, treaty), ijtihad (pendapat)  para  ahIi hukum  internasional,  pembahasan  para  ulama  dan  prinsip-prinsip  keadilan.
Diantara hak-hak asasi politik yang dikenal sekarang adalah keamanan internasional yang adil, demokrasi pemerintahan, hak pemilihan, hak menduduki jabatan dan tugas-tugas umum, prinsip hukum dan pemerintah, dan administrasi serta jaminan pengadilan yang bebas dan mandiri.
Dari uraian ini  maka  dapat  dilihat  bahwa  konsep HAM terhadap  hak  sipil dan politik  sejalan  antara  konsep  syariat lslam  dan konsep  para  filosof.  Akhirnya kedua konsep tersebut  menjadi  ketetapan  Dewan  Perserikatan BangsaBangsa  dalam  usaha  memberi  pengakuan  sekaligus  perlindungan  terhadap  hak  yang  paling mendasar  yang dimiliki  oleh  manusia.
(Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Sipil dan Politik Hal 124-128)

E.      Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
1.      Kebebasan  Pendidikan  dan  Pengajaran
Deklarasi  internasional  tentang  HAM telah  nenetapkan pendidikan dengan  cuma-cuma  minimal  tingkat dasar, mewajibkan  nasionalisasi  pendidikan  profesi  dan kejuruan serta memberi kemudahan  memasuki  lembaga-lembaga pendidikan  tinggi  bagi  semua  orang  atas  dasar  persamaan yang  sempurna, berdasarkan  kecerdasan,  dan  juga  tujuan
pendidikan diarahkan kepada perkembangan  pribadi  manusia terhadap  penghormatan  HAM.
Ilmu pengetahuan  sangat  penting  untuk kemajuan  peradaban  manusia, ilmu  pengetahuan  dimaksud adalah tentang kebajikan  dan  kearifan.
2.      Kebebasan  Hak Milikdan  Melakukan  Tindakan Hukum
Menurut  teori perundang-undangan  tradisionaI  yang  menjadi asas  undang-undang Romawi,  hak milik  itu  meliputi  hak milik mutlak, yaitu  hak  menggunakan  sesuatu  yang  dimilikinya, hak memperoleh hasil dan  hak  melakukan  tindakan  atas harta.
3.      Kebebasan  Bekerja dan  Hak-Hak Kaum  Buruh
Organisasi buruh internasioal (lLO) telah menetapkan  dengan rinci  dasar-dasar  umum  bagi kebebasan  bekerja,  jaminan dan  perlindungan  terhadap  buruh,  seperti pembatasan  jam kerja, jaminan  kesehatan  dan keselamatan,  hak membentuk asosiasi,  hari  libur,  dan lain-lain.  Dalam syariat  Islam  antara lain  hadits  Nabi Muhammad  Saw.  menyatakan  “Sesungguhnya Allah Swt menyukai apabila  seseorang mengerjakan  suatu pekerjaan  ia  tuntaskan pekerjaan  itu”  dan  “Berikanlah  upah seseorang  buruh  sebelum  kering  keringatnya”.
Tidak  hanya  itu,  Rousseau  mengatakan  bahwa  hukum kodrati  tidak  menciptakan  hak  kodrati individu,  melainkan menganugerahi kedaulatan yang  tidak  bisa  dicabut. Perlindungan   terhadap anak  dan  wanita  sebagaimana yang  selalu  dibahas  dalam Dewan  Perserikatan  Bangsa-Bangsa,  secara Iangsung  maupun  tidak  Iangsung  merupakan
pengejawantahan  dari  implementasi  hak asasi  manusia dalam  bidang  ekbnomi,  sosial dan  budaya.
(Implikasi Hak Asasi Manusia terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Hal 129-132)


STATISTIK

Pengunjung

- See more at: http://www.seoterpadu.com/2013/07/cara-membuat-kotak-komentar-keren-di_8.html#sthash.UySpcPMO.dpuf