Selasa, 11 Maret 2014

Review Buku Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) & Perekonomian Indonesia Pengarang : Y. Sri Susilo

Review  Buku
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) & Perekonomian Indonesia
Pengarang : Y. Sri Susilo
Tahun Terbit : 2013
Nomor ISBN : 978-602-9018-71-4




BAB 1
Penurunan subsidi BBM : pro dan kontra
1.1  Latar belakang masalah

Pemerintah Indonesia selam ini telah memberikan subsidi pangan, subsidi pangan pertama kali di berikan pada tahun anggaran 1973/1974. Subsidi pangan yang telah di berikan berupa subsidi beras dan subsidi impor gandum. Subsidi beras di berikan karena produksi beras nasional belum mencukupi, sehingga masih di perlukan impor beras.
                                                                                                          (2013 : 1)

Sedangkan subsidi atas BBM di berikan sejak tahun anggaran 1977/1978. Pemberian subsidi BBM ini di dasarkan pada pertimbangan bahwa BBM merupakan sumber energi yang strategis bagi penggerakan roda perekonomian.

( 2013 : 1)

Kebetulan subsidi BBM di rasakan cukup besar sejak awal Repelita III, hal tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan harga minyak mentah di pasar internasional ( Sri Susilo, 1999) sementara itu dalam Repelita IV, subsidi BBM cenderung mengalami penurunan sebagai akibat penurunan harga minyak mentah dunia, yang di dukung dengan kenaikan harga BBM di dalam negeri. Dalam rangka peningkatan efesiensi dan efektifitas pengeluaran rutin serta berbagai pertimbangan yang lain, pemerintah secara berkala telah mengupayakan pengurangan atau penurunan subsidi BBM melalui peningkatan harga jual BBMdi dalam negeri.
(3013 : 1-2)



Pada tahun anggaran 2005, pemerintah telah melakukan dua kali pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yaitu pada bulan maret dan oktober 2005. Kenaikan BBM pada bulan meret 2005 rata-rata sebesar 29%, sedangkan kenaikan pada bulan oktober 2005 rata-rata sebesar 126%.
(2013 : 2)

Alasan utama kenaikan BBM adalah melonjaknya harga minyak (crude oil) di pasar dunia. Kenaikan harga minyak dunia tersebut akan membebani anggaran subsidi yang harus di tanggung pemerintah. Kondisi ini akan mengurangi kemampuan pemerintah untuk membiayai berbagai program yang berorientasi untuk masyarakat miskin, seperti program pendidikan, kesehatan dan penyediaan infrastruktur. Di samping itu, subsidi BBM ternyata salah sasaran, dimana 40 persen kelompok pendapatan rumah tangga terkaya menikmati 70 persen subsidi, sedangkan 40persen kelompok pendapatan terendah hanya menikmati 15 persen sebsidi (INDEF,2008)
(2013 : 2-3)

Pada bulan Agustus-September 2010 muncul wacana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi untuk kategori kendaraan tertentu. Di wacanakan mobil produksi tahun 2004 ke atas di larang untuk menggunakan BBM bersubsidi. Di karenakan konsumsi BBM bersubsidi cenderung meningkat dan dapat melaumpaui produksi BBM bersubsidi.setelah menuai pro dan kontra akhirnya wacana pembatasan konsumsi BBM  bersubsidi tersebut batal di laksanakan.
(2013 : 3)

Pada akhir tahun 2012, muncul usulan “Geraka sehari tanpa BBM bersubsidi“. Gerakan ini dasarnya adalah pembatasan konsumsi BBM bersubsidi meskipun hanya satu hari. Usulan badan pengatur hilir minyak dan gas bumi (BPH Migas) akan di terapkan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang berlokasi di seluruh kota di Jawa-Bali di tambah Medan, Palembang, Batam, Balikpapan dan Makassar.
(2013 : 3)
Terhadap rencana tersebut kemudian muncul pihak yang pro dan kontra. Pihak yang kontra terhadap rencana tersebut menduga akan terjadi anteran panjang seharai sebelum di terapkan. Di samping itu ada, ada yang berpendapat gerakan tersebut tidak dapat untuk di lakukan, karena identik dengan menutrup akses masyarakat untuk memperoleh BBM bersubsidi. Seharusnya yang di lakukan adalah mengatur dari sisi permintaan, khususnya siapa yang sebenarnya layak  mengkonsumsi BBM bersubsidi.
(2013 : 3)

Sementara yang kontra berpendapat, gerakan tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat menghemat BBM bersubsidi. Masyarakat juga di ingatkan bahwa selama ini premium yang mereka beli di subsidi oleh pemerintah. Latar belakang gerakan ini terkait dengan konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun ini diperkirakan mencapai 45,375 juta kiloliter.
(2013 : 3-4)

Konsumsi BBM bersubsidi jenis premium di perkirakan akan  mencapai 29,304 juta kiloliter. Ini berarti 4,99%  lebih tinggi dari kuota premium dalam APBN –P 2012 sebanyak 27,840 juta kiloliter. Semantara itu, realisasi konsumsi BBM bersubsidi jenis solar hingga akhir tahun mencapai 16,041 juta kiloliter atau 6,49% lebih tinggi dari kuota solar dalam APBN-P 2012 sebanyak 15 juta kiloliter ( Sri Susilo, 2012) . gerakan sehari tanpa BBM bersubsidi ini akhirnya juga tidak jadi di laksanakan.
(2013 : 4)

Ada beberapa argumentasi yang setuju terhadap pengurangan atau penurunan subsidi BBM . Argumentasi termaksud antara lain  (Dartanto, 2005) :
1.    Perbedaan harga jual domestik dengan harga luar negeri yang timpang, perbedaan harga ini menjadikan pembengkakan subsidi BBM dalam APBN dan juga mendorong terjadinya penyelundupan BBM ke luar negeri.
2.    Penyesuaian harga BBM telah di lakukan oleh hampir semua negara –negara yang berpendapatan lebih rendah dari Indonesia seperti India, Bangladesh, dan negara-negara di Afrika.
3.    Harga domestik yang rendah, cenderung mendorong pertumbuhan, tingkat konsumsi yang sangat tinggi.
4.    Subsidi BBM ternyata lebih banyak di nikmati oleh kelompok 40% masyarakat yang berpendapatan tinggi, termasuk subsidi untuk minyak tanah.
5.    Pemerintah mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk program penanggulangan kemiskinan dan investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dipedesaan.
(2013 : 4-5)

Argumen lain yang mendukung pengurangan subsidi BBM adalah (Hasyim, 2005) :
1.    Untuk mengatasi persoalan polusi.  Dengan pengurangan subsidi BBM di harapkan dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat polusi dan mendorong penggunaan energi alternatif.
2.    Harga BBM yang relatif murahakan mendorong konsumsi yang berlebihan (over consumption).
(2013 : 5)
Argumen di atas di dukung oleh pendapat bahwasubsidi atas harga memberi insentif bagi pelaku ekonomi untuk mengkonsumsi terlalu banyak dan konsumen terbesar BBM tentunya bukan rakyat miskin (Perdana, 2005). Akibatnya, seperti insentif untuk mengembangkan teknologi alternative menjadi berkurang. Sebenarnya, adda insentif untuk menyelundupkan BBM ke perbatasan karena ada paritas harga yang di sebabkan oleh subsidi.
(2013 : 5)

Sedangkan kelompok yang tidak setuju terhadap penurunan subsidi BBM, mengemukakakan beberapa argumen antara lain (Baswir , 2005) :
1.    Penghapusan subsidi bagian dari liberalisasi sektor minyak dan gas. Penghapusan subsidi tersebut adalah prakondisi perusahaahn-perusahaan multinasional dalam bisnis eceran minyak dan gas di indonesia.
2.    Struktur perekonomian indonesia yang timpang menjadikan pemberian subsidi menjadi tidak efektif. Tidak hanya subsidi BBM, subsidi yang lain pun juga sebagaibesar di nikmati kelompok masyarakat yang lebih tinggi di bandingkan kelompok masyarakat miskin.
3.    Berdasarkan data yang ada, volume subsidi BBM terhadap produk domestik Bruto (PDB) cenderung mengalami penurunan sebagai contoh, pada tahun 2001 besar defisit mencapai 4,7%dari PBD, selanjutnya tahun 2002 besarnya 1,9%, dan pada tahun 2003 dan 2004 sekitar 0,7% dari PBD. Defisit APBN lebih di sebabkan oleh besarnya angsuran pokok dan bunga dari utang yang dipikul oleh pemerintah.
4.    Berdasarkan data periode tahun 2002-2004, nilai ekspor migas indonesia selalu lebih besar dari nilai impornya. Contoh, pada tahun 2004 nilai ekspor migas mencapai US$ 19,6 milyar sedangkan nilai impornya US$ 11,5 milyar.
5.    Penghapusan subsidi BBM di pastikan mendorong kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Kondisi tersebut semakin membebani kehidupan masyarakat yang termasuk golongan pendapatan rendah.
(2013 : 5-6 )
Kenaikan harga minyak mentah dunia dan di ikuti oleh kebijakan penurunan subsidi BBM oleh pemerintah, menyebabkan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM tersebut selanjutnya menyebabkan harga-harga secara umum.
( 2013 : 6 )
           

Pengaruh kenaikan harga minyak mentah dunia dan kemudian di ikuti  kenaikan harga BBM terhadap perekonomian, dapat di jelaskan melalui  beberapa mekanisme atau jalur. Secara teoritis mekanisme atau jalur termaksud adalah ( Tambunan, 2007 )  :
1.    Kenaikan harga minyak mentah ( crude oil ) atau penurunan subsidi BBM menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan biaya transportasi dan biaya produksi.
2.    Kmenaikan harga BBM tersebut akan menambah beban anggaran subsidi yang harus di keluarkan oleh pemerintah melalui APBN. Defisit anggaran tersebut kemudian dapat menyebabkan pengeluaran pemerintah akan menurun dan gilirannya akan meningkat terjadinya pengangguran. Kondisi ini akan mendorong meningkatnya jumlah penduduk miskin.
3.    Komdisi ini fenomena imported inflation dan menyebabkan impor turun terutama untuk bahan baku dan barang antara, menyebabkan produksi domestik mengalami penurunan.  Penurunan produksi dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengangguran jam kerja dan akhirnya akan meningkatkan pengangguran.
4.    Kenaikan harga minyak mentah secara umum dapat menyebabkan penurunan kegiatan secara ekonomi secara global.
( 2013 : 6-7 )
1.2  Permasalahan
Penurunan subsidi BBM yang di lakukan pemerintah di satu sisi akan mengurungi beban pengeluaran pemerintah dalam anggaran dan bebas subsidi dapat di alokasikan untuk kepentingan yang lain, namun di sisi lain kebijakan tersebut mengharuskan pemerintah menaikan harga jual BBM. Seperti di ketahui BBM di gunakan sebagai input dalam proses produksidalam industri pengolahan dan kegiatan ekonomi lainnya. Hasil produksi BBM di gunakan sebagai input antara dalam kegiatan ekonomi. Berdasarkan fakta tersebut maka dapat di pahami kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan biaya produksi (cost-push) dan selanjutnya akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa lainnya.

( 2013 : 8-9 )

Kenaikan harga BBM selanjutnya menimbulkan efek spiral, yaitu terjadinya efek kenaikan harga semua barang dan jasa ( Sri Susilo, 2002a) sektor-sektor yang terkena dampak langsung adalah sektor rumah tangga, sektor industri pengolahan, dan sektor transportasi.
( 2013 : 9 )

Di sektor transportasi, akibat kenaikan harga BBM praktis akan kenaikan tarif jasa angkutan penumpang dan barang. Di kaitkan dengan sektor industri, kenaikan hargaa BBM juga berpengaruh terhadap sektor transportasi baik angkutan bahan baku maupun distribusi hasil produksi. Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi biaya produksi. Meningkatnya biaya produksi dipredisikan harga jual produk akan mengalami kenaikan pula, yang mendorong laju inflasi.

( 2013 : 9 )

Fenomena kenaikan BBM yang kemudian diikuti oleh kenaikan tarif dasar listrik (TDL) merupakan konsekuensi logis dari kenaikan harga BBM, dimana BBM digunakan sebagai input dalam proses produksi energi listrik. Kenaikan TDL akan meningkatkan biaya produksi pada industri pengolahan dan pada gilirannya menyebabkan kenaikan harga barang-barang hasil produksi industri pengolahan.
( 2013 : 9-10 )







Berdasarkan urutan logika di atas, buku ini di susun untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1.    bagaimana konsekuensi ekonomi penurunan subsidi BBM terhadap perekonomian secara makro, baik dari aspek pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan?
2.    Bagaimana konsekuensi ekonomian penurunan subsidi BBM bagi kinerja sektoral/industri dan regional?
3.    Bagaimana dampak penurunan subsidi BBM terhadap pengangguran dan kemiskinan?
4.   Seberapa besar dampak penurunan subsidi BBM terhadap kualitas lingkungan?

( 2013 : 10 )




















BAB 2
KAJIAN PENURUNAN SUBSIDI BBM
2.1 Efek pengenaan subsidi : pendekatan persial
Subsidi merupakan bantuan yang di berikan pemerintah kepada produsen atau konsumen agar barang atau jasa yang di hasilkan harganya lebih rendah dengan jumlah yang dapat di beli masyarakat lebih banyak (Assauri, 1986). Besarnya subsidi yang di berikan biasanya tetap untuk setiap unit barang, dengan adanya subsidi diharapkan oleh pemerintah harga barang menjadi lebih rendah. Pemerintah disini menanggung sebagian dari biaya produksi dan pemasaran. Penjelasan di atas merupakan subsidi untuk produsen seperti pada kasus subsidi BBM di Indonesia. Pada kasus yang lain subsidi juga bisa di berikan kepada konsumen.
( 2013 : 13 )

Kebijakan subsidi tetap menimbulkan inefisiensi dalam perekonomian atau terjadi missallocation of resources. Bantuan subsidi tersebut ada yang hilang, dan tidak di nikmati oleh produsen maupun konsumen.
( 2013 : 15 )

Disini konsumen tidak memperoleh manfaat dari subsidi. Jadi dalam kasus ini subsidi tetap menimbulkan inefisiensi, terbukti dengan munculnya  dead weight welfare loss (DWL)

( 2013 : 16 )






2.1  Efek pengenaan subsidi : pendekatan keseimbangan umum.

Dengan asumsi bahwa harga barang sejenis di pasar internasional tetap dan hubungan antara barang domestik dengan impor bersifat subsitusi sempurna. Hal  ini menyebabkan produsen yang kalah bersaing dengan produk impor gulung tikar, dan ini di cerminkan oleh pergeseran ke dalam dari kemungkinan produksi frontien pada kuadran IV.
( 2013 : 19 )

2.2    Studi terkait
Menurut Yoshendri (2004) kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap kenaikan inflasi sampai tiga bulan berikutnya (Sri Susilo, 2005). Kenaikan harga BBM sebesar 5%akan menyebabkan inflasi kuartalan sebesar 1,3%, dengan asumsi nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga relatif stabil. Jika kenaikan harga BBM sebesar 10% maka akan menyebabkan kenaikan inflasi kuartalan sebesar 1,6% atau inflasi tahunan sebesar 6,4%. Apabila kenaikan harga BBM lebih dari 15% maka kemungkinan akan berpengaruh terhadap nilai tukar dan suku bunga sehingga kemungkinan akan berpengaruh terhadap nilai tukar dan suku bunga sehingga akan menyebabkan efek berantai.
( 2013 : 19 )
Hasil simulasi menunjukan bahwa kenaikan harga BBM menyebabkan GDP rill, volume ekspor, volume impor, dan neraca perdagangan mengalami penurunan masing-masing sebesar -0,026%, -0,417%, -0,437%, dan  -0,074%. Selanjutnya harga BBM tersebut menyebabkan terjadinya inflasi sebesar 0,768%.
( 2013 : 20 )
Dampak kenaikan BBM, TDL, dan TT secara bersama-sama menyebabkan kenaikan harga terbesar pada sektor transportasi.
( 2013 : 20 )

Penurunan subsidi BBM masih memiliki dampak positif hingga tingkat penurunan 20%. Kenaikan harga BBM aebagai implikasi dari penurunan subsidi akan menimbulkan berbagai dampak negatif yang cukup besar terhadap makro ekonomi, kesejahterahan rumah tangga maupun aktifitas produksi dalam perekonomian sektoral. Namun demikian, penyesuaian yang di lakukan konsumen dengan adanya penurunan subsidi BBM ini akan menghasilkan dampak yang lebih positif di bandingkan jika tidak di lakukan penyesuaian.

( 2013 :20 )

 Kenaikan harga tersebut menyebabkan dampak negatif terhadap perekonomian, baiksecara makro, sektoral, dan regional. Di sisi lain kenaikan harga  BBM ini membawa dampak positif terhadap kulaitas lingkungan. Sebagai contoh, penurunan subsidi BBM, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjangmenyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun. Kondisi tersebut di tandai oleh penurunan konsumsi ril, investasi rill, ekspoer agregat, impor agregat, dan employment.

( 2013 : 21)

Kenaikan harga BBM tertentu dapat mendorong terjadinya substitusi dengan bahan bakar lain yang lebih kecil dalam meamberikan dampak pada pencemaran udara. Sedangkan dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi relatif kecil, karena kenaikan tersebut hanya menaikan biaya total pada industri manufaktur sebesar 3%saja. Kenaikan harga BBM juga mengurangi surplus konsumen dikarenaklan konsumen harus membayar lebih mahal dari sebelumnya.

( 2013 :22 )



Secara ekonomi makro kenaikan TDL akan mendorong kenaikan harga ataqu inflasi. Demikian pula dampak kenaikan harga tersebut menyebabkan sektor ekonomi mengalami kenaikan harga dan menurunkan jumlah produksi dalam jangka pendek.
( 2013 :22 )



























BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan model keseimbangan umum terapan /KUT. Sebagai kerangka dasar analisis. Pendekatan KUT dapat menjelaskan dampak suatu peubahan atau kebijakan secara komperhensif. Hasil perhitungan model KUT dapat di gunakan untuk mengetahui ho much gain and low much pain  dalam perekonomian sebagai dampak terjadinya perubahan atau kebijakan baru.
( 2013 :23 )
3.1 Model KUT INDORANI
Model INDORANI membentuk model sektoral secara individual, dimana masing-masing menjelaskan perilaku dalam kegiatan produksi, perdagangan dan konsumsi antar sektor.
( 2013 :23 )

INDORANI Didesain untuk menganalisis statik komparatif efek shock ekonomis pada perekonomian Indonesia.
( 2013 :24 )

INDORANI sering digunakan analisisjangka panjang dimana kapital dan tenaga kerja menjadi variabel endogen.
( 2013 : 25 )

3.1.1 Spesifikasi model KUT INDORANI
INDORANI berisi sistem persamaan simultan yang menggambarkan keterkaitan antar aktivitas ekonomi. Sistem persamaan stimultan ini diantara lain menjelaskan :
1.      Permintaan produsen atas input antara dan input primer ( kapital, tenagaa akaerja, dan tanah )
2.      Permintaan produsen atas barang investasi untuk pembentukan kapital (capital formation)
3.      Penawaran komoditas oleh produsen
4.      Permintaan konsumen rumah tangga
5.      Permintaan ekspor
6.      Pengeluaran dan penerimaan permintaan
7.      Hubungan antara nilai produksi dengan biaya produksi dan harga jual
8.      Kondisi market-clearing untuk komoditas dan input primer
9.      Berbagai indikator makro ekonomi serta indeks harga.

( 2013 :25 )

Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya di tentukan di luar model. Sedangkan endogen lainnya di tentukan di dalam model. Karena bersifat sistem persamaan simultan, maka sebuah variabel endogen dapat menjadi variabel eksogen bagi persamaan lainnya.

( 2013 :25 )

3.1.2 Data dasar

Judul kolom pada bagian utama tabel ini (matriks absorpsi) di identikan dengan pelaku-pelaku ekonomi, yang terdiri dari :
1.      Produsen domestik yang bergerak di sektor 1
2.      Investor di sektor 1
3.      Rumah tangga (idealnya dalam sebagian kelompok rumah tangga)
4.      Ekspor agregat
5.      Pengeluaran pemerintah (atau “other” demand)
6.      Perubahan persediaan (stok)
( 2013 : 26 )
3.1.3 Siatem persamaan
Secara garis besar perekonomian dapat di sederhanakan menjadi beberapa blok persamaan, pada blok aktivitas produksi, produsen berada pada posisi yang berbeda. Di satu pihak, produsen sebagai sektor pengguna input primer (kapital, tanah dan t6enaga kerja)yang berasal dari sektor rumah tangga. Sebaliknya, output yang di hasilkan sektor produksi merupakan penawaran ke sektor rumah tangga, disamping di gunakan sendiri oleh sektor produksi sebagai input antara, persediaan atau barang kapital.

( 2013 :28 )

Pengeluaran produsen untuk membayar input primer merupakan pendapatan bagi peamilik input primer (rumah tangga). Sumber-sumber pendapatan lain berasal dari pemerintahn berupa transfer, subsidi dan pajak merupakan bagian pendapatan rumah tangga yang tidak dapat di abaikan. Konsekuensinya, sektor pemerintah memiliki pengaruh terhadap tingkat pendekatan dan kesejahterahan rumah tangga. Dampak kebijakan pemerintah terhadap tingkat pendapatan dan kesejahterahan rumah tangga maupun distribusinya. Lebih lanjut, tingkat pendapatan rumah tangga terhadap komoditas yang di hasilkan oleh sektor produksi.

( 2013 : 29 )

Akumulasi output sektoral akan membentuk PDB dari sisi produksi. Sedangkan aktivitas produksi di tingkat regional, jika di jumlahkan, akan membentuk output sektoral dan sekaligus PDRB ( Produk Domestik Regional Bruto)

( 2013 : 29 - 30 )



3.1.4  Metode komputasi dan interpretasi hasil
            Dalam analisis komperatif statis, pertumbuhan employment sebagai akibat dari penurunan tarif bea masuk adalah 100(B-C)/B , yang merupakan indikasi berupa employment baru yang dapat di hasilkan di masa mendatang (T) dalam persatuan presentase perubahan.
( 2013 : 30 )

Beberapa simulasi INDORANI telah menganalisis efek jangka pendek dari perubahan kebijakan. Pembuktian ekonometri menyimpulkan bahwa keseimbangan jangka pendek akan bisa di capai dalam 2tahun. sementara itu,simulasi yang lain menguji asumsi jangka panjang yang menyebutkan bahwa stok kapital akan menyesuaikan diri untuk menyeimbangkan rates of returns (exogeneous), dan mungkin membutuhkan waktu 10 hingga 20 tahun, dalam kasus yang sama, hanya pemilihan closeur (menentukan sebuah variabel eksogen ataukah menjadi variabel eksogen ataukah menjadi variabel endogen) dan  interpretasi  hasil yang tampak dalam pengukuran perubahan, sementara model itu sendiri menjadi atemporal (statis).

( 2013 : 31 )
3.1.5  Closure terhadap variabel eksogen dan endogen
Untuk mengestimasi pengaruh suatu kebijakan, misalnya perubahan subsidi, maka variabel tersebut harus di kategorikan sebagai variabel eksogen. Variabel tersebut, karena tidak terikat maka dapat di shock (atau diubah) sesuai dengan sekenario perubahan yang di lakukan. Untuk itu di susunlah sebuah closure yang mengidentifikasikan variabel-variabel yang tergolong eksogen (artinya tidak terpengaruh pada variabel lainnya dan endogen (tergantung variabellain).
( 2013 : 32 )
Dalam standar closure, sesuai dengan teori ekonomi, makaa dalam jangka pendek model INDORANI menempatkan variabel-variabel seperti kapital, tanah dan teknologi sebagai variabel eksogen yang tidak berubah. (tetap pada tingkat sebelum shock), sehingga kemungkinan terjadinya substitusi antar faktor input tersebut tidak ada. Tingkat upah rill agregat (berdasarkan jenis pekerjaan dan bukan berdasarkan upah di tingkat sektoral) juga di asumsikan eksogen, sehingga untuk pekerja manual, buruh, klerikel, dan profesional misalnya bisa di terapkan melalui UMR sedangkan rill employment ( lagi-lagi berdasarkan jenis pekerjaan dan bukan berdasarkan employment di tingkat sektoral ) di jadikan variabel endogen ( endogenous variable).
( 2013 : 32 )

Pada closure jangka panjang, upah rill agregat yang semula eksogen di-swap (di tukar) dengan rill employmentmenjadi endogen. Langkah ini di lakukan agar memberikan ruang yang fleksibel bagi upah rill untuk berfluktuasi. Sehingga dalam jangka panjang di asumsikan penggunaan tanah dapat bergeser di antara sektor-sektor perekonomian, sedangkan harga tanah di asumsikan tetap.
( 2013 : 32 )

3.1.6  Internalisasi faktor lingkungan
            Internalisasi aspek lingkungan dalam aktivitas produksi menghubungkan antara aktivis produksi dengan penurunan kualitas kesehatan dan kerusakan lingkungan. Pencemaran lingkungan di perlukan sebagai produk sampingan dari aktivitas produksi yang menggunakan bahan pencemaran.
( 2013 : 33 )

            Produk sampingan yang di identifikasi sebagai unsur-unsur polutan telah di konversi menjadi “koefisien lingkungan” koefisien  lingkungan merupakan angka yang menunjukan persentase peningkatan polutan dari ambang batas toleransi. Standar ambang batas toleransi di gunakan sebagai benchmark bagi koefisien lingkungan. Maka eksternalitas negatifnya dapat di bagi menjadi dua dampak, yaitu penurunan kualitas kesehatan dan kerusakan lingkungan. Penurunan kesehatan masyarakat, dapat di peroleh besaran yang menunjukan biaya kesehatan yang harus di keluarkan oleh masyarakat untuk setiap kenaikan polutan 1.
( 2013 : 33 )
3.2 Asumsi model
            Model HUT INDORANI tidak terlepas dari asumsi-asumsi yang inheren dengannya. Berikut ini di sajikan beberapa asumsi penting yang terkait dengan penelitian ini (Sri Susilo, 1999)
1.    Perilaku para konsumen di anggap dapat melakukan penyesuaian untuk mengoptimalkan fungsi tujuannya yang dalam model INDORANI menggunakan pendekatan Klein-rubin utylity function.
2.    BBM diasumsikan sebagai input antara, yang dalam proses produksinya di kombinasikasn dengan faktor produksi lainnya dengan menggunakan fungsi persamaan proposional.
3.    Tidak ada distro harga di pasar komoditas atau pasar di dalam kondisi persaingan sempurna.
4.    Harga dasar komoditas berdasarkan kondisi zero profit di tingkat produsen.
5.    Elastisitas substitusi antara BBM domestik dengan impor sama dengan 1.
6.    Satu sektor atau industri hanya menghasilkan satu komoditas, ini berarti komoditas BBM merupakan agregasi dari berbagai jenis BBM yang ada.

( 2013 : 34 – 35  )

3.3  Keterbatasan modal
Seperti pada model kuantitatif lainnya, struktur yang di bangun dalam model  KUT INDORANI juga tidak terlepas dari asumsi-asumsi yang inheren dengannya. Karena bebera asumsi yang melekat tersebut maka model KUT, Termasuk KUT INDORANI, mempunyai beberapa keterbatasan antara lain (lihat misalnya Sri Susilo, 1999; Ratnawati, 1996) :
1.     Model KUT yang digunakan dalam penelitian ini adalah statik, menggambarkan keseimbangan tunggal dimana variabel-variabelnya tidak memasukan variabel kelambanaan waktu (time lag) maupun variabel harapan di masa mendatang,
2.    Model KUT yang digunakan tidak secara eksplisit memasukan pasar finansial dalam persamaannya.
3.    Parameter-parameter KUT tidak keseluruhannya diestimasi secara ekonometrik. Pada dasarnya model KUT seharusnya menggunakan estimasi empirik apabila menggunakan, terutama untuk parameter-parameter kunci, sehingga tes statistik dapat di terapkan pada pilihan spesikasi model.
4.    Model KUT terlalu kompleks dan memerlukan banyak data. Sesungguhnya model KUT berusaha menangkap fungsi dari ekonomi pasar (dengan banyak faktor ) dan di perlukan untuk memperlihatkan bagaimana suatu kebijakan bekerja di sektor rill.

( 2013 : 35 - 36  )

3.4 Tahap penelitian
Dalam menggunakan model INDORANI untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, maka di susun tahap atau langkah sebagai berikut ( Sri Susilo, 1999 ):
1.    Memahami model KUT INDORANI baik dari asumsi, struktur model, data dasar, struktur fungsi produksi, closure terhadap variabel eksogen serta endogen, interpretasi hasil.
2.    Menentukan jumlah sektoryang di masukan dalam model, jumlah sektor ini sangat berkaitan dengan data dasar, yakni transaksi I-O yang menjadi struktur dasar model.

3.    Berkaitan dengan struktur fungsi produksi, maka harus di ketahui bagaimanakah struktur dan perilaku hubungan dalam input dan output yang sesuai dengan kepentingan studi. Salah satunya harus di ketahui masing-masing elastisitas dari fungsi CET. Konferensi elastisitas dari masing-masing fungsi CET dan CES tersebut dapat di ambil dari berbagai studi yang pernah di lakukan, atau melakukan estimasi sendiri.
4.    Menyusun sebuah closure untuk menentukan variabel-variabel manakah yang termasuk variabel eksogen (yaitu variabel yangtidak terpengaruh pada variabel lain atau dapat di ubah sesuai dengan skenario perubahan) dan variabel endogen (tergantung variabel lain).
5.    Kemudian di lakukan simulasi  sesuai dengan sekenario berdasarkan variabel shock yang telah di tentukan.
6.    Dilakukan interpretasi hasil sesuai dengan tujuan penelitian, dan analisis yang lain yang di peroleh dari hasil simulasi tersebut.

( 2013 : 36 -37 )












BAB 4
SUBSIDI, PRODUKSI DAN KONSUMSI BBM
4.1              Subsidi BBM
4.1.1        Perkembangan subsidi BBM

Subsidi BBM ( Bahan Bakar Minyak ) merupakan selisih negatif antara hasil penjualan BBM dengan seluruh biaya yang di keluarkan untuk pengadaan dan distribusi BBM di dalam negeri ( Sri Susilo, 1999 ). Penjualan harga BBM di dalam negeri sangat tergantung dengan volume dan harga yang di tetapkan pemerintah. Faktor utama dalam biaya produksi BBM adalah harga minyak mentah di pasar internasional, di samping faktor-faktor lain seperti kemampuan kilang-kilang minyak untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM, impor produk BBM, serta biaya distribusinya ke seluruh wilayah tanah air.
( 2013 : 39 )
Upaya peningkatan efesiensi dan evektivitas alokasi anggaran negara, telah di tempuh serangkaian kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM melalui penyesuaian harga jualnya, bahkan di upayakan agar dapat di peroleh laba bersih minyak (LBM) dari hasil penjualan BBM di dalam negeri. Pemberian subsidi BBM secara terus menerus akan menghambat usaha konservasi penggunaan BBM. Upaya mengurangi subsidi BBM sangat di pengaruhi oleh gejolak minyak mentah di pasar internasional yang sangat sulit di perhitungkan, mengingat perkembangan harganya di samping di pengaruhi faktor-faktor ekonomis, juga sering kali di pengaruhi oleh berbagai faktor nonekonomis, sehingga sangat sulit diprediksi secara akurat (Sri Susilo,  1999).
( 2013 : 39 – 40 )


Besar kecilnya angka subsidi BBM bergantung dari tiga indikator penting yaitu harga minyak mentah  US$ per barel, kurs rupiah terhadap US$, besarnya volume. Subsidi pemerintah terhadap harga BBM pada prinsipnya akan di hapus secara bertahap sampai tahun 2014.
( 2013 : 40 )
Di samping itu subsidi BBM sangat rentan denga fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US$) serta harga minyak mentah di pasar internasional.
( 2013 – 41 )
4.1.2        Tahapan siklus subsidi BBM
Sebagai suatu siklus kebijakan subsidi BBM, terhadap akhir akan merupakan awal dari keseluruhan proses yang berlanjut ( berakhir dari awal, berawal dari akhir )atau dapat pula disebut sebagai suatu sistem. Delapan tahapan yang pada umumnya harus di lalui oleh suatu rancangan kebijakan, pengurangan, subsidi BBM. Masing-masing tahap menggambarkan iuran (output), serta lembaga utama yang berpera, yaitu (Prasetyo, 2004a) :
1.    keterangan pemerintah mengenai rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) pada sidang pleno DPR-RI;
2.    Pembahasan RUU-APBN dengan penitia anggaran DPR-RI, menghasilkan pengesahan UU APBN yang akan di perlakukan pada tahun berjalan;
3.    Konsultasi antara pemerintah ( kemenkeu dan kementrian ESDM) dengan panitia anggaran DPR-RI untuk menentukan asumsi-asumsi yang khusus terkait dengan pengurangan subsidi BBM, mencangkup harga minyak mentah, kurs rupiah US$, volume pemakaian BBM, dan perkiraan kenaikan rata-rata harga BBM;
4.    Pengambilan keputusan (decision making) oleh pemerintah mengenai kenaikan harga BBMsebagai hasil sidang kabinet;
5.    Mengkaji dan simulasi di lakukan oleh DESDM untuk menentukan sekenario kenaikan harga BBM dan pengaturan tata niaga baru BBM;
6.    Konsultasi pemerintah (kementian ESDM) dengan komisi VIIIdan pelaksanaan sosialisasi BBM dengan berbagai media dan metodologi;
7.    Pengembalian keputusan dan pengumuman KEPPRES mengenai kenaikan harga baru eceran BBM;
8.    Implementasi kenaikan harga BBM baru oleh pemerintah.

( 2013 : 41 – 42 )

4.2    Produksi minyak bumi (crude oil)
sebelum membahas produksi BBM, ada baiknya melihat kondisi produksi, konsumsi, ekspor dan impor minyak bumi (crude oil) di Indonesia.
( 2013 : 43 )
Data expor menunjukan bahwa pada periode tahun 2000-2011 terjadi penurunan volume ekspor. Volume ekspor tahun 2000 mencapai 225.840.000 barel, selanjutnya pada tahun 2009 meningkat mencapai 117.212.907 barel dan pada tahun 2011 turun menjadi 100.744.000 untuk impor minyak bumi, pada tahun 2000-2004 mengalami kenaikan, kemudian pada tahun 2004-20011 sebaliknya volume impor menurun. Pada tahun 2000 jumlah impor hanya 148.489.589,13 barel atau hampir 2 kali lipat.setelah tahun 2004 terjadi penurunan dan akhirnya pada tahun 2011 volume impor sebesar 91.485.762,13 barel.

( 2013 : 43 -44 )
4.3    Produksi BBM (refinery oil)
Produksi BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selam ini di produksi oleh 9 (sembilan) kilang milik pertamina.
( 2013 : 44 )

Besarnya impor sangat tergantung kebutuhan konsumsi dan produksi BBM domestik.
( 2013 : 45-46 )
4.4    Konsumsi BBM
Konsumsi atau penjualan domestik di pengaruhi oleh aktivitas atau kebutuhan konsumen BBM yaitu sektor transportasi, sektor industri pengolahan, sektor rumah tangga dan sektor listrik.
( 2013 :  47 )
Berdasarkan data tahun 2011, konsumsi BBM terbesar di serap oleh sektor transportasi (67%), kemudian di ikuti oleh sektor listrik (17%), sektor layanan umum/usaha kecil (8%), sektor industri (3%), sektor rumah tangga (3%), dan sektor lain-lain(1%).
(20113 : 49 )











BAB 5
DAMPAK EKONOMI MAKRO PENURUNAN SUBSIDI BBM
5.1              kasus 1 : dampak terhadap ekonomi makro

5.1.1        hasil simulasi

pembahasan hasil simulasi di lakukan dengan membandingkan hasil simulasi dampak penurunan subsidi yang menyebabkan tekanan TDL ( tarif dasar listrik ) dan harga BBM (bahan bakar minyak) pada saat kondisi perekonomian normal dengan pada saat kondisi krisis ekonomi.

( 2013 : 51 )

Pembahasan pada analisis dampak makro ekonomi dapat dilihat dari tiga bagian penting, yaitu : (1). Aspek pertumbuhan, (2). Stabilitas, dan (3). Pemerataan. Aspek pertumbuhan meliputi PDB rill, konsumsi rill, investasi rill, ekspor agregat, impor agregat, dan employment. Sedangkan aspek stabilitas meliputi inflasi, kesejahterahan, dan daya saing.

( 2013 : 51 )

Secara umum penurunan pengeluaran subsidi BBM/kenaikan harga BBM serta TDL memberikan dampak yang negatif terhadap perekonomian secara makro. Dengan meningkatnya harga BBM juga menyebabkan daya beli rill produsen dan rumah tangga juga menurun, ceteris paribus,. Dengan demikian untuk mempertahankan konsumsi atas BBM, maka akan menurunkan konsumsi atas barang-barang atau faktor produksi yang lain, kondisi yang demikian jelas akan menurunkan konsumsi rill.
( 2013 :  52 )
Dalam jangka pendek di asumsikan investasi rill tetap tidak ada perubahan investasi. Dampak penurunan subsidi atau kenaikan harga BBM juga berpengaruh juga terhadap ekspor agregat. Kenaikan harga tersebut menyebabkan ekspor agregat menurun.

( 2013 : 52 )

Demikian pula untuk impor agregat juga mengalami penurunan. Penurunan tersebut jelas di sebabkan oleh penurunan investasi rilldan konsumsi rill tersebut di atas, sehingga permintaan terhadap barang-barang impor untuk faktor produksi maupun barang konsumsi juga menurun. Karena dalam kondisi ini permintaan barang-barang impor untuk bahan baku juga menurun drastis.

( 2013 : 53 )

Secara umum terlihat bahwa penurunan employment lebih besar di daerah perkotaan dari pada di daerah pedesaan. Kondisi tersebut adalah wajar jika sektor-sektor yang langsung dengan kenaikan harga BBM pada umumnya berlokasi di perkotaan.

( 2013 : 54 )

Semua kelompok pekerjaan terkena dampak kenaikan harga BBM sehingga mengalami penurunan employment. Kelompokpekerja yang kena pengaruh paling besar adalah di bidang penjualan dalam keadaan normal (-1,68%) dan kondisi krisis ekonomi (-1,50%). Dalam kondisi krisis ekonomi penurunan yang terjadi lebih besar di karenakan pada saat itu banyak perusahaan yang terpaksa menghentikan usahanya dan pada gilirannya terpaksa melakukan PHK (Pemutusan tenaga kerja) pada kariawannya.

( 2013 : 55 )

Pada aspek stabilitas, penurunan subsidi atau kenaikan harga BBM berpengaruh terhadap inflasi. Pengamatan BPS juga menunjukan bahwa kenaikan harga BBM akan mendorong laju inflasi.

( 2013 : 55 )

Dampak penurunan subsidi atau kenaikan harga BBM dan TDL membawa dampak pada penurunan kesejahterahan masyarakat baik. Kenaikan harga BBM dan TDL tentu menyebabkan masyarakat harus membayar lebih mahal dari produk BBM dan Listrik atau produk-prroduk lainyang mengguankan input BBM, termasuk sektor transportasi.

( 2013 : 55 )

 Meskipun tidak terlalu besar tetapi kenaikan harga BBM juga menyebabkan penurunan daya saing produk-produk ekspor indonesia. Hal tersebut dapat di duga berkaitan dengan adanya cost-push dan kenaikan biaya transportasi yang menyebabkan harga dari produk-produk ekspor meningkat sehingga pada gilirannya daya saingnya akan menurun.

( 2013 : 55 )

Dari aspek pemerataan, penurunan subsidi BBM atau kenaikan harga BBM juga menyebabkan penurunan transfer agregat ke pelaku ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

( 2013 : 56 )





5.1.2  Diskusi hasil simulasi
dampak negatif kenaikan harga BBM dan TDL ternyata lebih besar dari pada dampak kenaikan BBM dan TDL saja.
(2013 : 56 )
Beberapa studi empiris menunjukan bahwa subsidi di samping membawa dampak inefisiensi dalam perekonomian juga dapat menimbulkan konsumsi yang berlebihan(overconsumption) atas produksi yang disubsidi tersebut.Bagaimankah dampak kebijakan subsidi di Indonesia ? hasil penelitian PAU studi ekonomi UGM (1991) menemukan bahwa untuk komoditas gula pasir konsumsi memberi subsidi kepada BULOG, pabrik gula dan lainnya mencapai sekitar Rp. 82 milyarpada tahun 1985 ( seperti di kutip Hasibuan, 1995 ).
( 2013 : 56 )
Hal yang sama juga terjadi pada industri minyak kelapa sawit, hasil studi pada tahun 1985 menunjukan bahwa pabrik swasta yang paling efesien dapat memproduksi 1kg CPO dengan harga pokok Rp. 120,00, sedangkan pada pabrik milik BUMN mencapai Rp. 390.00. pada tahun yang sama harga jual CPO dari pabrik di tetapkan pemerintah adalah Rp. 425,000/kg. Kebijakan harga monopoli untuk industri CPO telah melindungi pabrik-pabrik yang tidak efesie, sehingga konsumen jelas di rugikan. Kerugian yang di tanggung konsumen pada waktu itu di perkirakan mencapai Rp. 30 milyar per tahun (Hasibuan, 1995).
(2013 : 57 )
Kasus yang lain adalah pada industri tepung terigu. Tata niaga pada industri ini dimonopoli oleh Bulog, sedangkan produksinya dimonopoli oleh bogasari. Menurut bank dunia (1995).  Dengan tata niaga yang menutup impor terigu menyebabkan harga jual dalam negeri pada tahun  1994 lebih mahal sekitar 4%dari harga dunia (warta ekonomi, no. 13/VII/21` Agustus 1995).
( 2013 : 57 )
Apakah kebijakan subsidi selalu merugikan ?  Kebijakan subsidi ternyata juga memberikan manfaat khususnya subsidi di sektor pertanian. Menunjukan penghapusan subsidi pupuk dapat menurunkan produksi beras sebesar 5,89% dari total produksi tahun 1989 (Purwoto,1995) dampak subsidi berupa peningkatan produksi beras yang secara relatif cukup besar dan bahkan lebih dari pada impor beras pada tahun 1989. Akibat selanjutnya pemerintah terus mengimpor beras denga anggaran kira-kira senilai Rp. 930 milyar.
( 2013 : 57 )
Kebijakan pemberian subsidi pupuk disisi lain juga membawa dampak negatif pada pola konsumsi. Dengan adanya subsidi maka petani cenderung menggunakan pupuk secara berlebihan.
( 2013 : 57 – 58 )
Kerugian selanjutnya dari konsumsi yang berlebihan tentunya adalah penurunan kualitas lingkungan ( lihat5 misalnya studi Gani, 1995). Selanjutnya Repetto (1989)  juga melihat bahwa subsidi di sektor pertanian di negara-negara sedang berkembang menyambung inefesiensi dalam penggunaan pupuk. Kondisi tersebut menyebabkan pemborosan dalam menggunakan input dan peningkatan masalah polusi.
( 2013 : 58 )
Bagaimanakah dengan rencana kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM dan TDL dimasa mendatang ? kebijakan tersebut berdasarkan argumentasi ekonomi harus di dukung. Seperti di ketahui beban subsidi untuk ke-2 produk tersebut ada kecenderungan untuk meningkat, sedangkan penerimaan pemerintah pada tahun anggaran mendatang semakin terbatas.
( 2013 : 58 )


Sejalan dengan kondisi keuangan negara, maka subsidi BBM nampaknya tidak dapat di pertahankan lagi. Selanjutnya jika harga BBM naik maka kenaikan TDL tidak dapat di hindari lagi. Seperti di ketahui BBM merupakan input utama dalam menghasilkan energi listrik.
( 2013 : 59 )
Selanjutnyaberapakah harga pasar dari BBM yang di hasilkan oleh pertamina? Ternyata harga pasar jauh di atas harga subsidi yang di terapkan oleh pemerintah. Harga pasar tersebut di dasarkan pada mid oil platts Singapore (MOPS) rata dari bulan sebelumnya di tambah 5%.Dampak lain dari adanya subsidi adalah adanya kesenjangan harga BBM di Indonesia dengan harga BBM di beberapa negara tetangga, misalnya Singapura dan Malaysia.
( 2013 : 56 )
Subsidi BBM sering kali tidak tepat sasaran. Sebagai contoh, subsidi solar terbesar dinikmati oleh sektor industri pengolahan yaitu sekitar 31,6%, selanjutnya berturut-turut di ikuti oleh sektor transportasi darat 24,5%, transportasi lain-lain 19%, dan pembangkit listrik13,9% dan pembangkit listrik 13,9% (Anonim,2000). Justru sektor industri yang banyak menikmati subsidi, padahal subsidi solar lebih di tunjukan untuk sektor transportasi,. Dengan adanya subsidi tersebut maka masyarakat akan mendapat keringanan untuk membayar ongkos transportasi. Demikian pula subsidi minyak tanah yang di tunjukan untuk masyarakat miskin di pedesaan.  Ternyata subsidi termaksud juga tidak tepat pada sasaran. Konsumsi minyak tanah terbesar adalah rumah tangga (RT) yang berpendidikan menengah di perkotaan (20%), kemudian di ikuti oleh RT berpendidikan menengah di pedesaan (16%), RT pendidikan menengah di desa (14%), RT berpendidikan tinggi di desa (11%) dan RT berpendidikan rendah di desa (8%). Kenyataan di atas menunjukan bahwa yang menerima subsidi justru dari RT yang berpendidikan dan bukan dari kalangan miskin.
( 2013 : 60 )
Dana dialokasikan kepada masyarakat dalam bentuk  : (1). Dana tunai yang di berikan masyarakat kurang mampu, (2). Prasarana lokal yang bisa dimanfaatkan langsung, dan (3). Di kelola mentri komprasi dan usaha kecil, yang memfasilitasi koperasi simpan pinjam dan lembaga keuanga makro.
( 2013 : 60 - 61 )
Upaya pemerintah untuk mengalihkan dan subsidi BBM untuk dana pengentasan kemiskinan dan usaha produktif sekala kecil patut di hargai dan di dukung. Yang harus dicermati adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan dari upaya tersebut. Jangan sampai upaya tersebut tidak tepat sasaran, seperti yang terjadi pada kebijakan subsidi BBM.
( 2013 : 61 )

5.2          Kasus II : dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi
5.2.1    Hasil simulasi dan pembahasan

kenaikan harga sebagai konsekuensi penurunan subsdi BBM memang tidak bisa di hindari.dikarenakan subsidi BBM pada periode 5 tahun terakhir meningkatsecara signifikan, sehingga membebani anggaran pendapatan dan anggaran negara (APBN). Bahkan untuk tahun anggaran 2004, subsidi BBM mencapai Rp. 63 Trilyunlebih tinggi dari rencana yang sebesar Rp. 14,5 triliyun ( Kusuma, 2004 ).
( 2013 : 61 )
Kenaikan harga BBM sebesar 30,10% sedangkan kenaikan TDL (15,45%), dan TT (21,65%), menyebabkan kenaikan harga inflasi sekitar 2,41%-2,56%. Kemudian said et al. (2001) juga melakukan kajian dampak kenaikan harga BBM. Simulasi dilakukan dengan asumsi terjadi kenaikan harga BBM rata-rata terjadi inflasi sebesar 0,55%-2,38%dalam jangka pendek.
( 2013 : 62 )
Dampak perubahan harga energi, termasuk minyak, terhadap inflasidi Amerika Serikat dilakukan oleh Humpage dan Palz. (2003). Kedua peneliti melakukan simulasi dengan model ekonometrikal vector autoregressive (VAR).
( 2013 : 64 )
Selanjutnya Hooker (2002) melakukan riset pengaruh kenaikan harga minyak terhadap inflasi di Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika yang di dasarkan pada kerangka kerja kurva philips.  data yang digunakan kuartalan dengan periode pengamatan 1960Q2-1999Q2. Hal ini dimungkinkan karena adanya kebijakan moneter yang lebih signifikan pada periode setelah tahun 1980sehingga pengaruh harga minyak terhadap inflasi lebih kecil.
( 2013 : 65 )
5.2.2        Catatan akhir

mengacu pada hasil riset untuk kasus di dalam negeri maupun kasus luar negeri maka dampak kenaikan BBM/ minyak / energi terhadap inflasi memang relatif kecil. Masalah ini tentu harus di tanggapi dengan hati-hati, karena yang mempengaruhi inflasi tidak hanya variabel harga BBM saja tetapi juga variabel nilai tukar dan jumlah uang beredar (JUB)

( 2013 : 65 )








BAB 6
DAMPAK PENURUNAN BBM TERHADAP SEKTORAL DAN REGIONAL

6.1         Kasus 1: dampak terhadap sektoral dan regional

Penurunan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berpengaruh langsung kepada sektor transportasi dan sektor industri, pada akhirnya penurunan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berpengaruh langsung kepada sektor transportasi dan sektor industri, pada akhirnya juga akan berdampak pada sektor-sektor lain dalam perkonomian. Permasalah yang dapat di rumuskan sebagai berikut :  (1). Seberapa besar dampak penurunan subsidi BBM kinerja sektoral atau industri baik jangka pendek maupun jangka panjang. (2). Seberapa besar dampak penurunan subsidi BBM terhadap kinerja regional dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
( 2013 : 67 )
6.1.1   Dampak terhadap kinerja sektoral/ industri
kebijakan pengurangan subsidi disini dapat diartikan sebagai kebijakan kenaikan harga. Dalam studi ini digunakan sekenario kenaikan harga BBM sebesar 40%, sekenario tersebut di dasarkan pada kenaikan rata-rata harga BBM yang di terapkan pemerintah pada bulan mei 1998.
( 2013 : 68 )
Dampak dari penurunan subsidi BBM atau kenaikan harga BBM terhadap sektoral yang akan di lihat dari  : (1). Nilai tambah, (2). Harga domestik, (3). Harga energi rata-rata dan (4). Employment.
( 2013 : 68 )
Penurunan subsidi BBM yang menyebabkan kenaikan harga BBM pada gilirannya akan mendorong harga domestik dari produk atau jasa pada sektor-sektor tersebut juga mengalami kenaikan. Jika kita lihat sektor transportasi mengalami hal yang sama. Kondisi tersebut adalah logis, sebab sektor transportasi berkaitan langsung dengan BBM.
( 2013 : 69 )
Dampak penurunan subsidi BBM yang di ikuti dengan kenaikan harga BBM menyebabkan harga energi rata-rata di seluruh sektor mengalami kenaikan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
( 2013 : 69 )
Dalam jangka pendek kenaikan harga energi paling besar terjadi pada sektor transportasi K.A , di ikuti oleh jasa transportasi dan sektor pertambangan.
( 2013 : 70 )
Dalam jangka panjang kondisi tidak berbeda seperti yang terjadi dalam jangka pendek. Kondisi ini dimungkinkan karena harga energi pada umumnya di tentukan oleh pemerintah atau tergolong dalam barang yang di kategorikan administered goods.
( 2013 : 70 )
Beberapa sektor yang mengalami penurunan employment dalam jangka pendek adalah sektor pertanian (0,78%), pertambangan (1,09%), minyak mentah (0,60%), manufaktur besar dan sedang (0,42%), perdaganga (2,48%), dan jasa transportasi (1,64%).
( 2013 : 71 )
Dampak dari kenaikan BBM menyebabkan nilai tambahpada industri penyulingan minyak mengalami penurunan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dampak yang lain terjadinya kenaikan harga energi rata-rata pada industri ini meskipun kenaikan dapat di katakan kecil.
( 2013 : 71 )
6.1.2   Dampak terhadap kinerja regional

Propinsi DKI merupakan ibukota negara dimana kegiatan perekonomian sangat beraneka ragam dan kompleks, sehingga kegiatan perekonomian di propinsi tersebut tidaklah terlalu dipengaruhi oleh kenaikan BBM. Kondisi ini menyebabkan propinsi DKI tidak mengalami penurunan employment. Secara keseluruhan dalam jangka panjang kecenderungan yang terjadi dalam jangka pendek, hanya besaran atau nilai penurunan outputnya lebih besar.

( 2013 : 72 )

Selanjutnya masih disisi employment, dampak dari penurunan subsidi BBM juga menunjukan kecenderungan negatif. Secara keseluruhan dampak yang terjadi dalam jangka pendek dianggap relatif rendah jika di bandingkan dengan jangka panjang.

( 2013 : 72 )

Untuk propinsi Bengkulu, DIY dan Timtim dalam jangka pendek terjadi kenaikan employment meskipun relatif kecil. Kondisi ini dimungkinkan jika di kedua propinsi tersebut BBM belum terjadi faktor atau input yang dominan untuk aktivitas industrinya.

( 2013 : 73 )

Kemudian hampir seluruh propinsi di Indonesia mengalami penurunan ouput dan employment karena penurunan subsidi BBM tersebut. Propinsi yang paling besar terkena dampaknya adalah Riau, Sumsel dan Klimantan timur,sedangkan propinsi yang paling kecil terkena dampaknya adalah propinsi DKI Jakarta.

( 2013 : 74 )

Penurunan subsidi BBM yang di ikuti dengan keniakan harga BBM jelas akan membebani konsumen, disisi lain kenaikan harga tersebut akan mengurangi beban pemerintah.

( 2013 : 74 )

Prinsip subsidi silang atas produk-produk BBM yang selama ini diterapkan harus dilakukan dengan perhitungan yang lebih cermat dan realistis.

( 2013 : 75 )
Sektor atau komoditas BBM dapat di-break down menjadi beberapa sektor atau komoditas, misalnya premium, minyak tanah, minyak disel, dan solar.

( 2013 : 75 )

6.2.1        Hasil simulasi

dampak penurunan subsidi atau kenaikan harga BBM dan TDL terhadap sektor ekonomi akan dilihat dari : (1). Nilai tambah. (2). Harga domestik. (3).  Harga energi rata-rata, dan (4). Employment.
( 2013 :  76 )
Penurunan subsidi yang membawa konsekuensi kenaikan harga BBM dan TDL pada gilirannya mendorong harga domestik dari produk atau jasa pada sektor-sektor ekonomi (cost-push).
 ( 2013 : 77 )


6.2.2        Diskusi hasil simulasi

Pengurangan subsidi BBM dan TDL menyebabkan harga energi rata-rata di seluruh sektor mengalami kenaikan dalam jangka pendek. Kondisi ini adalah sangat logis dikarenakan BBM dan listrik ini merupakan sumber energi atau salah satu input yang digunakan untuk memproduksi energi. Dalam jangka pendek kenaikan energi paling besar terjadi pada sektor transportasi K.A (32,23%),  di ikuti oleh jasa transportasi (31,89%) dan sektor pertambangan (31,20). Sedangkan sektor yang mengalami kenaikan harga energi rata-rata relatif kecil adalah sektor penyulingan minyak(0,41%) dan LNG (0,62%).
( 2013 : 78 )
Semua pihak tentu sepakat bahwa penurunan subsidi yang membawa konsekuensi kenaikan harga BBM dan TDL akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa yang di hasilkan oleh sektor ekonomi, termasuk sektor transportasi dan sektor pengolahan. Apakah kenaikan harga barang dan jasa yang mengikuti kenaikan harga BBM dan TDL tersebut naik secara profesional ? Ikhsan (2002). Kenaikan harga BBM dan TDL dijadikan semacam pemicu (trigger)atau tumpangan untuk produsen sebagai tumpangan bagi produsen untuk menaikan harga barang dan jasa (seperti dikutip anonim, 2002c). Kemudian dalam produksi menikan harga barang dan jasa juga tidak profesional. Dengan demikian diperlukan informasi yang akurat untuk mengetahui komponen biaya BBM dan listrik di masing-masing sektor, sehingga dapat di hitung kenaikan harga barang dan jasa yang profesional dengan kenaikan harga BBM dan TDL.
( 2013 : 79 )
Contoh, kenaikan kenaikan harga BBM dan TDL pada tahun 2002 ini akan menyebabkan kenaikan produk garmen sekitar 10%-20% (Indocommercial No. 290-26 januari 2002).
( 2013 : 80 )

BAB 7
DAMPAK PENURUNSN SUBSIDI BBM TERHADAP PENGANGGURAN, KEMISKINAN DAN KUALITAS LINGKUNGAN

7.1 kasus 1 : dampak terhadap pengangguran dan kemiskinan

Kenaikan harga minyak dunia tentu akan membebani anggaran subsidi yang harus di tanggung oleh pemerintah. Kondisi ini akan mengurangi kemampuan pemerintah untuk membiayai berbagai program yang berorientasi untuk masyrakat miskin seperti program pendidikan, kesehatan dan penyediaan infrastruktur. Subsidi BMM ternyata salah sasaran, dimana 40persen kelompok pendapatan rumah tangga terkaya justru menikamati 70persen subsidi tersebut, sedangkan 40persen kelompok pendapatan terendah hanya menikamati 15persen subsidi tersebut (INDEF, 2008).
( 2013 : 81 - 82 )
Beberapa organisasi menyatakan bahwa kenaikan harga BBM sebesar 29% tersebut akan menyebabkan kenaikan harga dari barang dan jasa yang di hasilkan oleh anggotanya ( kompas, 1 maret 2005). Sebagai contoh, Organda (organisasi angkatan darat) menyatakan kenaikan harga BBM menyebabkan harga jasa angkutan darat sebesar 30%-40%, sedangkan REI (Real Estate Indonesia) menyatakan harga RSS (Rumah Sehat Sederhana) akan naik sebesar 15-20%.
(2013 – 82 )
Sektor industri dan pengolahan sektor transportasi adalah langsung yang terkena dampak kenaikan harga BBm, dampak kenaikan sektor tersebut mengalami penurunan aktivitas produksi sehingga pada gilirannya terjadi penurunan employemnt. Hal ini juga terjadi peningkatan unemployment.
( 2013 – 84 )
Kelompok pekerjaan yang kena pengaruh paling besar adalah kelompok pekerjaan di bidang penjualan (6,56%)untuk kenaikan harga per 1oktober 2005 sedangkan keniakan harga per 23 mei 2008sebesar 1,64% temuan dari studi ini juga konsisten dengan hasil dari Abimanyu (1998)dan Sri Susilo (1999).
( 2013 : 84 )
Penurunan subsidi yang berdampak keniakan harga BBM berpengaruh terhadap meningkatnya inflasi baik.
( 2013 : 84 )
Dampak penurunan subsidi atau kenaikan harga BBM membawa dampak pada penurunan kesejahterahan masyarakat baikdalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Kenaikan harga BBM tentu menyebabkan masyarakat harus membayar lebih mahal dari produksi BBM atau produk-produk lain yang menggunakan input BBM, termasuk sektor transportasi.
( 2013 : 85 )
7.1.2 Pembahasan
Bagaimanakan dampak kenaikan minyak/BBM terhadap pengangguran ? efek domino kenaikan harga minyak dunia sangat dahsyat bagi perekonomian dunia.
( 2013 : 85 )

Meningkatkan harga barang dan jasa, terutama jasa transportasidan pangan, mendorong peningkatan biaya hidup masyarakat. Kondisi ini menyebabkan terjadinya aksi unjuk rasa dan mogok kerja para buruh untuk menetukan kenaikan gaji atau upah pasca kenaikan harga BBM.
( 2013 : 86 )
Hasil studi empiris yang lain menunjukan bahwa kenaikan harga tersebut akan mendorong meningkatnya pengangguran. Perhitungan yang dilakukan oleh INDEF (2008) menunjukan bahwa jika harga premium di Indonesia dinaikan 20%, maka jumlah pengangguran akan meningkat 0,34% (Ajisaka 2008. Pengangguran yang lain adalah meningkatnya inflasi sebesar 1,66% dan menurunnya pertumbuhan ekonomi sebesar 0,91%. Untuk kasus negara Jepang, kenaiakan harga minyak juga mendorong meningkatnya pengangguran.
( 2013 : 86 )

Bagaimana keterkaitan antara kenaikan harga minyak dengan kemiskinan ? kenaikan harga ini akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa (inflasi). Yang pada gilirannya akan menyebabkan pendapatan rill masyarakat menurun, ceteris paribus. Penurunan tersebut jika terjadi pada masyarakat yang berbeda di sektor atau pada garis kemiskinan maka akan menyebabkan mereka jatuh dalam kemiskinan. (Sri Handoko dan Sri Susilo, 2006)
( 2013 : 87 )

Hasil kajian dari IDEF dan FEM-IPB (2005) dengan jelas menyatakan bahwa program kompensasi BBM yang berjalan selama ini tidak efektif. Program kompensasi tersebut mencangkup : (1). Beras untuk keluarga miskin (raskin), (2). Beasiswa untuk anak-anak dari keluarga miskin, (3). Kartu sehat untuk melindungi pra sejahterah dari resiko pengeluaran kesehatan yang terlalu besar, dan (4). Dana bergulir bagi masyarakat miskin yang mempunyai potensi berwirausaha.
( 2013 : 88 )


7.1.3 Catatan akhir
Wilayah perkotaan terkena dampak yang lebih besar dari dampak pedesaan. Kondisi yang menyebabkan meningkatnya kemiskinan. Kenaikan harga BBM tersebut juga berdampak terhadap ekonomi makro seperti pertumbuhan (PDB rill, Ekspor, dan Impor ), stabilitas ( inflasi dan daya saing ), serata pemerataan ( transfer agregat ke pemilik modal, tanah dan tenaga kerja ).
( 2013 : 89 )
Pelaksanaan program kompensasi harus di persiapkan dengan lebih baik, termasuk perbaikan (up dateing) basis rumah tangga miskin. Bentuk kompensasi berupa bantuan langsung tunai (BLT) atau kompensasi dalam bentuk program padat karya, beasiswa pendidikan, asuransi kesehatan, modal kerja untuk usaha mikro-kecil, dan program beras untuk rumah tangga miskin (raskin) seperti yang telah dilakukan pada periode 2001-20014.
( 2013 : 89 )
7.2 Kasus II: dampak terhadap kualitas lingkungan.
Bagaimana dampak kenaikan harga BBM tersebut terhadap kualitaas lingkungan dalam jangka pendek ?
( 2013 : 90 )
7.2.1 Hasil simulasi dan pembahasan
Hampir setiap langkah dari aktivitas energi, dimulai dari kegiatanpenyediaan bahan bakarsampai dengan proses pembakarannya mempunyai potensi merusak kualitas lingkungan. Sektor transportasi merupakan penyambung utama terjadinya pencemaran lingkungan, khususnya udara, diwilayah perkotaan. Di Indonesia, sekitar 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor (Butabutar, 2004). Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungannya. Zat-zat berbahaya termaksud seperti timbal/ timah hitam (Pb), suspended particular matter (SPM), karbon monoksida (co), hidro karbon (HC), nitrogen dioksida(NO2), dan sebagainya (Wilhi, 2004), sebagai contoh kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44%SPM, 71-89%NO2, dan hampir semua monoksida ke udara di kota Jakarta.
( 2013 : 91)
Sebagian besar zat pencemaran tersebut adalah timbal Pb, CO, HC, dan CO2(karbon dioxida) yang setiap tahun jumlahnya meningkat.
( 2013 : 91 )
Pengertian stressor disini adalah benda-benda fisik, kimiawi, atau biologis yang menyebabkan dampak-dampak pada kesehatan manusia, kesejahteraan dan sumber-sumber lingkungan.
( 2013 : 91 )
Dalam jangak pendek indikator-indikator pencemaran udara seperti SPM (suspended particulate matter atau debu), SO2  (sulfur dioksida), NO2 ( nitrogen dioksida), Lead (timah hitam), metal ( logam berat seperti Fe, Mn, Zn, Cr, Ni, dan Cu). BOD ( Biological Oxygen Demand) dan CO ( Carbon Monoksida) yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi menunjukan penurunan, SPM, SO2, NO2, Lead, Metal, BOD, CO merupakan stressor yang dihasilkan oleh energi minyak (BBM).
( 2013 : 92 )
Studi empiris menunjukan pencemaran udara menyebabkan penyakit yang berkaitan dengan pernafasan, seperti batuk dan bronkitis, juga penyakit darah tinggi dan jantung (Sri Handoko,1998; Harmaini, 1998)
( 2013 : 92)
Selanjutnya pencemaran udara juga menyebabkan 14% dari seluruh angka kematian anak balita di Indonesia, dan sekitar 60% bagi seluruh angka kematian penduduk Indonesia.
( 2013 : 93 )
7.2.2 Catatan akhir
Berdasarkan idikator stressor , SPM, SO2, NO2, Lead, CO, BOD dan metal maka kenaikan harga BBM tersebut akan meningkatkan kualitas lingkungan karena ouput stressor atau emisi yang di hasilkan oleh aktivitas ekonomi mengalami penurunan, meskipun relatif sangat kecil.
( 2013 : 95 )
Untuk memperbaiki kualitas udara, maka perlu dilakukan pengembangan energi atau bahan bakar relatif ramah terhadap lingkungan. Biaya pengembangan energi atau bahan bakar termaksud salah satunya dapat menggunakan dana yang diperoleh dari penurunan subsidi BBM,
( 2013 : 96 )




BAB 8
SUBSIDI BBM HARUS DI  PERTAHANKAN ?
8.1    Kesimpulan

Kesimpulan tersebut dapat di jabarkan sebagai berikut :

1.    Angka-angka dari hasil simulasi menunjukan bahwa penurunan subsidi BBM yang berakibat kenaikan BBM membawa dampak kecenderungan negatif secara perekonomian secara makro, sektoral dan regional.
2.    Dari sisi pertumbuhan, penurunan subsidi BBM menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun.
3.    Dari sisi pemerataan, penurunan subsidi tersebut menyebabkan penurunan pendapatan baik pada pemilik modal, pemilik tanah,maupun tenaga kerja.
4.    Dari sisi sektoral, penurunan subsidi BBM menyebabkan penurunan employment pada hampir seluruh sektor pada perekonomian.
5.    Hampir seluruh propinsi di Indonesia mengalami penurunan output dan employment karena penurunan subsidi BBM tersebut.
6.    Penurunan subsidi BBM yang membawa konsekuensi kenaikan harga BBM menyebabkan meningkatkan pengangguran dan pada gilirannya akan menambah jumlah penduduk miskin atau kemiskinan.
7.    Dari sisi kualitas lingkungan berdasarkan indikator-indikator stressor SPM, SO2, NO2, Lead, CO, BOD dan metal maka penurunan subsidi BBM tersebut justru akan akan meningkatkan kualitas lingkungan karena output stressor atau emisi yang di hasilkan oleh aktivitas ekonomi mengalami penurunan.

( 2013 : 98 )





8.2    Rekomendasi kebijakan
Penurunan subsidi BBM yang di ikuti oleh kenaikan harga BBM ternyata menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi dan employment, disamping itu juga meningkatnya inflasi. Kebijakan pengurangan kondisi BBM yang disertai dengan program kompensasi namun dilaksanakan tidak efektif akan menyebabkan kemiskinan, dan sebaliknya juga program kompensasi dapat dilaksanakan dengan efektif dapat mengurangi atau menekankan kemiskinan.
( 2013 : 99 )

Kebijakan pengurangan BBM ( termasuk non BBM ) harus di lakukan secara bertahap dan rasional.
( 2013 : 99 )

Kebijakan subsidi tidak dapat diberlakukan secara terus-menerus. Di samping itu, jika subsidi harus di berikan maka harus di berlakukan secara adil, selektif dan tepat sasaran dengan jangka waktu terbatas. Prinsip subsidi silang atas produk-produk BBM yang selama ini di terapkan  harus tetap dilakukan dengan perhitungan yang lebih cermat dan realistis.

( 2013 : 100 )

 Untuk memperbaiki kualitaas lingkungan, maka perlu dilakukan pengembangan energi atau bahan bahan yang relatif ramah terhadap lingkungan. Disamping itu pemerintah oerlu mengupayakan penurunan pencemaran udara dari kendaraan bermotor, misalnya menerapkan standar emisi kendaraan bermotor yang lebih ketat, dan meningkatkan kualitas bahan bakar yang lebih baik.

( 2013 : 100 )




8.3    Catatan penutup
Tantangan Indonesia di bidang energi minyak bumi dimasa depan tidaklah ringan dan perlu kerja keras ( Hasyim, 2005 ). Pertama, terus mencari cadangan-cadangan minyak baru, dengan cara itu diharapkan bisa meningkatkan Reserve/production(RP ratio)dan meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan rasio tingkat ekspor terhadap tingkat konsumsi dalam negeri.

( 2013 : 102 )

Kedua, usaha konservasi energi, intensifikasi, diversifikasi, dan indeksiasi energi harus ditangani lebih intensif lagi.

( 2013:102)

 Jika penghapusan subsidi BBM dilakukan maka dana kegiatan subsidi tersebut dapat dialokasikan untuk pengembangan dan investasi energi bahan bakar (BBN). Pengembangan dan investasi di sektor industri biofuel (BBN) harus memperoleh dukungan dari pemerintah, baik dalam berbagai kemudahan birokrasi dan regulas, intensif, subsidi harga.

( 2013 : 102)

Cirebon malam sepuluh suro  









- See more at: Fytoko Corporation

STATISTIK

Pengunjung

- See more at: http://www.seoterpadu.com/2013/07/cara-membuat-kotak-komentar-keren-di_8.html#sthash.UySpcPMO.dpuf