Kamis, 13 Maret 2014

Kepelikan Birokrasi

Kepelikan Birokrasi

Memasuki tahun 2014, indonesia belum seutuhnya lepas dari permasalahan kebangsaan. Selain permasalahan hukum dengan maraknya kasus korupsi, indonesia juga masih dibelit dengan permasalahan birokrasi  yang belum menjadi problem solving yang bisa diandalkan oleh masyarakat. Ada tiga masalah permasalah mendasar yang kini membelit birokrasi kita. YANG PERTAMA, jumlah birokrat kita terlalu gemuk. Bayangkan kini Indonesia memiliki 4,47 juta birokrat. Jumlah PNS didominasi oleh kaum pria berjumlah 52, 21 persen atau sebanyak 2.332.549 orang. Sedangkan perempuan hanya 49 persen atau sebanyak 2.135.443 orang.
Jumlah ini tentunya akan menggerogoti APBN negeri ini yang kini mencapai 1,600 triliun. Karena di banyak daerah gaji untuk PNS ini, anggarannya melebihi untuk biaya pembangunan. Dari data di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, pada 2013 banyak daerah porsi belanja pegawai di atas 50 persen.  Kabupaten Magetan-Jawa Timur dan Tasikmalaya-Jawa Barat merupakan dua daerah dengan porsi belanja gaji pegawai sebesar 75 persen dari APBD. Belanja gaji pegawai dalam APBD 2010 sebesar Rp 500,664 miliar. Sementara total pendapatan daerah itu Rp666,548 miliar. Untuk pendapatan asli daerah (PAD) sendiri hanya Rp45 miliar. Sementara Kabupaten Tasikmalaya belanja pegawai menghabiskan dana Rp779,805 miliar. Sementara total pendapatan Rp1,039 triliun. Namun PAD daerah ini hanya Rp76,875 miliar.
Sementara itu dari sisi pendidikan, ternyata PNS kita masih banyak  yang hanya lulusan SMU dan SMP. Lulusan SMP mencapi 108.348 orang (2,4%) dan SMA sebanyak 1.374.851 orang (30,7%). Sedangkan lulusan S1 yang menjadi PNS ini mencapai 36 persen atau sekitar 1.637.716. Sisanya bergelar s2 dan s3. Rendahnya pendidikan ini juga teryntara berdampak langsung pada kinerja PNS kita. Bukan hanya dilihat dari kinerjanya yang masih jauh dari membanggakan, tetapi banyak birokrat kita juga yang terjerat kasus hukum, khususnya kasus korupsi.
Dari data di Dirjen otonomi daerah kementrian dalam negeri, sejak tahun sejak tahun 2004 sampai Februari 2013, sudah ada 291 kepala daerah, baik gubernur/bupati/walikota yang terjerat kasus korupsi. Rinciannya, Gubernur 21 orang, Wakil Gubernur 7 Orang, Bupati 156 orang, Wakil Bupati 46 orang, Walikota 41 orang dan Wakil Wali-kota 20 orang. Ini belum termasuk gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang baru baru ini mendekem di rumah tahanan Bambu Apus.
Selain kepala daerah, korupsi di daerah juga menjerat anggota parlemen. Jumlahnya cukup mencengangkan. Ada sebanyak 2.545 anggota DPRD tingkat kota kabupaten dan 431 DPRD provinsi yang terjerat korupsi.
Tetapi ternyata tingginya pendidikan juga tidak berbanding lurus dengan akhlak penyelenggara yang lurus. Karena ternyata, ada fakta mengejutkan terdapat tujuh profesor yang juga terjerat kasus korupsi.
Mereka adalah Rahardi Ramelan (ITS Surabaya) dalam kasus korupsi dana non-bujeter Bulog saat menjabat Menteri Perdagangan dan Perindustrian; Nazaruddin Syamsuddin (UI) dalam kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU); Miranda Goeltom (UI) dalam kasus cek perjalanan kepada anggota DPR RI; Rokhmin Dahuri (IPB) dalam kasus dana non-bujeter di Kementerian Perikanan dan Kelautan yang dipimpinnya.
Kemudian, Burhanuddin Abdullah (UI) dalam kasus penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) saat menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia; dan Abdus Salam (IAIN Syekh Nurjati Cirebon) dalam kasus pengadaan alat komunikasi dan teknologi informasi serta sistem informasi manajemen pendidikan (EMIS) di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Terakhir Rudi Rubiandi kepala SKK Migas yang dicokok oleh KPK.

PERMASALAHAN KEDUA..birokrasi kita kinerjanya masih lamban dan belum profesional. Dari data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi PNS yang profesional hanya 20 persen. Dat aini merupakan hasil penelitian akademisi yang tergabung dalam konsorsium beberapa perguruan tinggi.
Meskipun hasil penelitian ini masih merupakan perkiraan, tetapi minimal menjadi indikasi harus ada perbaikan dalam profesionalitas para PNS kita. Data ini juga menyampaikan jumlah 20 persen PNS yang profesional itu didominasi oleh guru dan dosen. 
PERMASALAHAN KETIGA. PNS kita masih belum mampu memnberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Mengenai pelayanan PNS kepada masyarakat, ada data yang sangat mengejutkan. Ombudsman Republik Indonesia melansir, ternyata pelayanan terburuk ditempati Pemerintah Daerah (Pemda) bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Pada tahun 2012 saja lembaga ini menerima tidak kurang dari 2.209 laporan masyarakat yang mengeluhkan lambannya pelayanan publik.  
PERMASALAHAN KEEMPAT. Pola pikir dan budaya kerja. Dalam masalah ini salah satu indikasinya adalah belum mendukungnya birokrasi yang efisien, efektip, dan produktif.
Birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan publik, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik. Di samping itu, birokrasi juga berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Dapat dikatakan bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan.
Negara ini menyadari bahwa pengelolaan pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak dilaksanakan oleh sistem birokrasi yang baik. Buruknya sistem birokrasi ditandai dengan buruknya pelayanan publik, rendahnya produktivitas dan kinerja aparatur, serta masalah tingkat Korupsi (KKN) yang tinggi sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Masyarakat sangat mengeluhkan kondisi ini. Masyarakat yang seharusnya mendapat pelayanan yang baik dari aparat pemerintahan, tetapi tidak bisa mendapatkannya, kecuali bagi mereka yang mempunyai uang untuk menyogok agar mendapat pelayanan tersebut.
Tidak hanya masyarakat. Tetapi para pimpinan pemerintahan juga sering mengeluhkan kondisi ini. Mulai dari pusat sampai pada pimpinan di daerah. Tidak jarang SBY mengeluhkan kondisi ini. Untuk itulah dari awal pemerintahannya, SBY merasa perlu untuk terus melakukan reformasi birokrasi. Tetapi sampai saat ini kita tidak melihat ada kemajuan yang signifikan, serta tidak jelas maksud dan tujuannya.
Kinerja birokrasi pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam penyelenggaraan pelayanan publik sering mendapat kritik masyarakat luas. Hal ini memaksa pemerintah pusat dan daerah selaku pemangku kekuasaan untuk melakukan perbaikan manajemen pelayanan publik.
Bicara mengenai birokrasi di Indonesia selalu jadi sebuah diskursus yang tidak pernah membosankan. Karena, hingga kini birokrasi di Indonesia masih problematik dan jauh dari apa yang menjadi harapan. Dengan semangat reformasi, pemerintah mulai memperbaiki tata pemerintahan dan sistem birokrasi yang awalnya bersifat sentralistis dan patrimonial menjadi sebuah sistem yang efektif serta efisien.
Kita sudah banyak mendengar program-program refomasi birokrasi diterapkan di lingkungan instansi pemerintahan, namun belum juga membawa hasil, bila tidak ingin disebut stagnan. Padahal reformasi birokrasi bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan publik adalah harapan rakyat. Dengan kata lain refomasi di negara ini menjadi tidak bermakna bagi rakyat selama pelayanan publik tetap mengecewakan.
Bahkan, sebagaimana demokrasi yang tak kunjung memberi kesejahteraan sosial pada rakyat dan reformasi birokrasi yang tak kunjung meningkatkan kualitas pelayanan publik, akan membuat pemerintahan kehilangan kredibilitasnya. Rakyat akan sinis dengan program reformasi birokrasi karena tidak memberi nilai tambah pada kehidupan.
Yang perlu ditegaskan adalah bahwa reformasi birokrasi tersebut akan berhasil jika ada perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur, seperti tindak pidana korupsi dan penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan.
Reformasi birokrasi dikatakan berhasil jika tidak ada lagi korupsi. Pemerintah telah menetapkan kebijakan nasional reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan aparatur pemerintah yang bersih. Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan aparatur pemerintahan yang bersih, pemerintah juga telah menetapkan kebijakan nasional reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi hanya akan berhasil jika ada perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur.
Dalam aspek politik dan hukum, reformasi birokrasi memang menjadi isu penting untuk mendapat kajian tersendiri, serta direalisasikan secara konsisten. Terlebih lagi, dikarenakan birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Namun demikian, pemerintahan pascareformasi pun tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi dapat terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pasca reformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini.
Untuk itulah diperlukan suatu proses reformasi birokrasi. Birokrasi diharapkan menjadi pelayan masyarakat, abdi negara dan teladan bagi masyarakat. Namun pada prakteknya, reformasi birokrasi yang bertujuan luhur tersebut belum sepenuhnya berhasil diterapkan dalam pemerintahan kita.
Walaupun usaha reformasi birokrasi telah dilakukan, ternyata birokrasi di Indonesia tidak berkembang menjadi lebih efisien, tetapi justru sebaliknya inefisien, berbelit-belit, dan banyak aturan formal yang tidak ditaati. Birokrasi di Indonesia ditandai pula dengan tingginya pertumbuhan pegawai dan pemekaran struktur organisasi dan menjadikan birokrasi semakin besar dan membesar. Mereka juga semakin mengendalikan dan mengontrol masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Proses reformasi birokrasi paling tidak membutuhkan empat langkah fundamental yang menjadi syarat agar proses birokrasi dapat berjalan dengan baik. Langkah yang pertama adalah perubahan mindset. Keberadaan birokrasi adalah untuk melayani seluruh kepentingan rakyat bukan untuk dilayani. Birokrasi harus mampu mempermudah bukan mempersulit suatu urusan. Jadi mindset yang selama ini berkembang pada birokrat kita harus dirombak total. Mereka adalah public servant. Mereka harus memberi pelayan terbaik, mudah, dan cepat kepada rakyat sebagai pemilik sah republik ini.
Langkah yang kedua, adalah reformasi politik. Reformasi politik memang salah satu tujuan dari kemunculan orde reformasi. Tetapi reformasi politik yang terjadi tidak membawa pengaruh kepada reformasi birokrasi. Praktik pemerintahan dan birokrasi semakin diperparah oleh kondisi perpolitikan kita saat ini.
Dalam proses politik terjadi tarik-menarik kepentingan antara elite-elite yang berkuasa dengan birokrasi, sehingga birokrasi kita cenderung tidak lagi netral dan teromabang-ambing dalam pusaran perebuatn kekuasan. Untuk itu perlu dilakukan reformasi politik yang terarah yang membebaskan birokrasi dalam situasi dilematis. Bagaimanapun aparatur harus steril dari berbagai kepentingan elite-elite yang yang berkuasa maupun yang mencari kekuasaan.
Langkah yang ketiga adalah reformasi hukum. Reformasi hukum ditujukan agar produk hukum berupa undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan tidak tumpang tindih satu dengan yang lainnya serta mampu implementasikan dengan baik dan benar. Kita dapat memperoleh akuntabilitas dari aparatur yang menjalankan birokrasi sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada bangsa dan rakyat.
Langkah yang keempat adalah desentralisasi kewenangan. Selama ini para birokrat pada level menengah dan bawah sangat tergantung sekali pada top level dalam birokrasi. Kondisi ini sangat menghambat kinerja birokrat tersebut. Setiap pekerjaan yang dilaksanakan harus menunggu petunjuk dan persetujuan atasan. Dan tak jarang birokrat yang berada top level mengintervensi pekerjaan bawahannya.
Terakhir dengan adanya desentralisasi kewenangan tersebut maka setiap tingkatan pada birokrasi mampu melaksanakan tugas sebaik mungkin sesuai dengan tugas dan kewenangannya, sehinggga mudah dilakukan pengawasan terhadap akuntabilitas dan profesionalisme dari kinerja para birokrat tersebut. Jadi proses reformasi birokrasi di Indonesia harusnya dimulai dengan memperbaiki empat kondisi fundamental tersebut agar proses reformasi birokrasi dapat mencapai tujuannya. 
Permasalahan birokrasi indonesia bermuara pada ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini terlihat jelas dalam APBN 2014 yang telah ditetapkan. Jumlah dana perjalanan dinas para penyelenggara negara mencapai 32 triliun. Kondisi ini sangat ironis bila dibandingkan dengan alokasi anggaran bantuan untuk rakyat miskin seperti program perumahan, program penanggulangan kemiskinan antaralain Program Keluarga Harapan (PKH).
Karena dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 untuk Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tahun 2014 hanya sebesar Rp 4,56 triliun. Anggaran perumahan tahun depan tidak mendapatkan penambahan.  
Dengan berbagai macam permasalahan ini solusi yang harus dikedepankan kini adalah percepatan reformasi birokrasi di segala bidang. Reformasi dalam bidang birokrasi ini bisa dimulai dengan rekonstruksi birokrasi yang bersih dari KKN dan jauh dari unsur-unsur politis. Tidak hanya itu kompetensi birokrasi juga harus kembali digaungkan dengan cara penguatan kemampuan para birokrat agar lebih profesional dan melayani.
Pada akhirnya untuk menciptakan birokrasi yang mumpuni tetap bermuara pada bagaimanan rekrutmen PNS dilakukan. Transparansi dan profesional adalah dua hal yang Fardu Ain dikedepankan dalam penerimaan PNS. Sudah bukan zamannya lagi ada kongkalikong, titip menitip dan sogok menyogok bawah meja. Jika sudah dilakukan rekrutmen PNS yang transparan dan profesional, para PNS yang diterima pun harus didistribusikan sesuai dengan kebutuhan. Jangan lagi ada penumpukan PNS di daerah tertentu, atau perkotaan, tetapi di pelosok hanya untuk mencari guru matematika saja sangat kesulitan.
Jika rekrutmen telah dilakukan, penempatan telah sesuai dengan kebutuhan, tentunya ada satu hal Maha penting yang tidak bisa dilepaskan. Yaitu akuntabilias PNS. Kenapa akuntalibiltas? Karena dengan akuntabilitas para penyelenggara masyarakat akan semakin percaya kepada penyelenggara negara. Lebih dari itu, akan ada penyelamatan uang negara.

Demikian Terima Kasih...



6 comments

20 Maret 2014 pukul 19.49

Assalamualaikum wr.wb
suka sekali dengan tulisan-tulisan bapak. :)
Salam super dari Mahasiswi unswagati tk.III smst 6.
A.N IIM ROHIMATUN NAHDIYYAH:)
matur nuwun pak.

20 Maret 2014 pukul 21.04

Assakamualaikum wr.wb
kesimpulan dari tulisan bapak ,
alangkah baiknya apabila pemerintah kita lebih memperhitungkan anggaran belanja pembangunan utk masyarakat yang lebih besar dibandingkan anggaran belanja pegawai,
mengingtat kinerja PNS yang masih jauh dr harapan masyarakat .
:)


-- PUTRI ANGGRAENI SETYAWATI --
111090033
III AN - A
FISIP - UNSWAGATI

20 Maret 2014 pukul 23.19

Assalamualaikum wr. wb
Dari pemaparan Bapak di atas, memang benar saat ini perekrutan PNS sedang bermasalah. Mereka yang tidak seharusnya ada di posisi tersebut justru menempatinya—tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Sehingga hanya akan membebani anggaran yang seharusnya diperuntukkan untuk rakyat.

Nur Alita Fauziah (111090004)
3 AN – A
FISIP – UNSWAGATI

20 Oktober 2014 pukul 19.39

Assalamualaikum wr.wb
Dari tulisan tersebut memang benar bahwa Indonesia masih diguncang berbagai permasalahan birokrasi yang salah satunya tentang anggaran PNS yang jumlahnya melebihi anggaran pembangunan. Disisi lain, dengan adanya permasalahan seperti ini,pemerintah harus lebih jeli dalam memperhitungkan akan anggaran agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan, sehingga hal tersebut tidak meresahkan dan menimbulkan suatu gejolak anggaran yang seharusnya diberikan pada rakyat.

Okky Pancawati
1-AN C
FISIP UNSWAGATI

9 Maret 2015 pukul 12.12

Assalamualaikum Wr.Wb.
saya suka sekali dengan tulisan tulisan bapak dan saya sangat setuju dengan bapak :)
salam hangat dari mahasiswa Unswagati Tingkat III semester 6.


*ASEP WARDOYO*
112090035
AN B
FISIP UNSWAGATI CIREBON

14 September 2017 pukul 21.24

Assalamualaikum Wr.Wb
Saya Tri Puji Lestari dari kelas AN C tingkat 1 Unswagati. Melihat dari tulisan yang bapak tulis pada point pertama mengenai masih rendahnya pendidikan pada PNS ternyata benar adanya setelah saya crosscheck pada link tersebut https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1175. Tingginya minat masyarakat akan pekerjaan yang menjamin serta tuntutan ekonomi membuat mereka berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak seperti Pegawai Negri Sipil. Karena saat ini sedang dibukanya lowongan cpns, saya kira BKN sudah meningkatkan kualifikasi pendidikan terakhir pada tiap instansi dilihat dari beberapa persyaratan yang hanya menerima gelar doktor atau S3.
Untuk permasalahan pada point kedua sampai keempat saya setuju dengan tulisan bapak, karena sampai sekarangpun saya masih merasakan kurangnya layanan yang diberikan untuk masyarakat
serta lambannya kinerja yang diberikan oleh pemerintah.
Aparatur pemerintahan baiknya meminimalisir penyimpangan, korupsi serta kinerja yang kurang karena sejatinya pemerintah harus memberikan pelayanan yang baik untuk masyarakakatnya.
Terimakasih.

Posting Komentar
- See more at: Fytoko Corporation

STATISTIK

Pengunjung

- See more at: http://www.seoterpadu.com/2013/07/cara-membuat-kotak-komentar-keren-di_8.html#sthash.UySpcPMO.dpuf